Perang Dalam Diri, Juga Antar Saudara
Perang membawa luka. Goresan di jiwa dan raga sulit untuk sembuh. Tak mudah untuk hilang dan tak meninggalkan bekas. Dan Afghanistan menjadi saksi ketika perang tak lagi peduli untuk apa dan untuk siapa perang itu berlangsung.Â
Negara itu pun tercabik-cabik sekian waktu. Sam (Tobey Maguire) menjadi saksi betapa perang tak hanya menghancurkan rumah dan bangunan apapun yang dilintasi rudal dan senjata berat lainnya. Ia juga menghancurkan mereka yang terlibat di dalamnya. Termasuk dirinya.
Padahal hidupnya sebelumnya sungguh bahagia. Ia punya istri cantik, Grace (Natalie Portman), juga adik bandel yang disayanginya sepenuh hati, Tommy (Jack Gyllenhaal).Â
Namun semuanya hancur karena perang. Perang menggerogoti Sam dari dalam. Seperti infeksi yang pelan-pelan menggerus tubuhnya. Kemudian Sam berubah menjadi orang lain. Ia menjadi orang yang tak dikenal keluarganya dan asing bagi kedua putrinya.Â
Ia bahkan curiga bahwa Tommy berselingkuh dengan istrinya yang setia. Kecurigaan ini membuat kedua saudara itu bertengkar hebat. Sam tahu bahwa sesuatu menghabisinya dari dalam. Namun ia hanya bisa berteriak. Â "Only the dead see the end of war. I have seen the end of War. How do I go on living?"
"Brothers" (2009) yang dibuat ulang dari film Denmark berjudul sama terasa dekat dengan kita, karena David Benioff yang menulis skenarionya membuat karakter-karakter didalamnya multi-dimensional.Â
Sam, Grace dan Tommy adalah orang-orang yang ada di sekeliling kita. Sam mungkin terasa asing, tapi kita bisa mengerti kesakitan yang ia rasakan. Penyutradaraan Jim Sheridan yang sudah familiar dengan tema keluarga membuatnya lebih mudah mengedepankan apa yang menjadi inti film ini. Yakni akibat perang pada diri seseorang. Jadinya memang terasa lebih personal dan kita dengan gampang dibuat tersentuh karenanya.
Versi Denmark dibuat lebih moody sehingga lebih terasa improvisasinya. Sementara versi Hollywood ini terasa lebih tertib dan kentara betul dibuat dengan craftmanship yang terukur. Sehingga ketika telah memirsa versi yang disutradarai oleh Susanne Bier, lantas menonton karya yang dibuat Sheridan, maka nyaris tak ada gejolak di dalamnya. Tak ada kejutan, semuanya serba terukur. Lantas apa sebenarnya urgensi pembuatan ulang film ini?Â