Mohon tunggu...
Moch IchwanPersada
Moch IchwanPersada Mohon Tunggu... Seniman - Sutradara/Produser Film/Pernah Bekerja sebagai Dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Produser film sejak tahun 2011. Sudah memproduseri 9 film panjang termasuk nomine Film Dokumenter Terbaik FFI 2012, Cerita Dari Tapal Batas. Menjadi sutradara sejak 2019 dan sudah menyutradarai 5 serial/miniseri dan 5 film pendek. Mendirikan rumah kreatif Indonesia Sinema Persada dan bergiat melakukan regenerasi pekerja film dengan fokus saat ini pada penulisan skenario.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Garin Nugroho Bicara Cinta dan Agama

9 Januari 2023   15:25 Diperbarui: 9 Januari 2023   15:33 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nama Garin Nugroho sinonim dengan kontroversi beberapa bulan terakhir. Hal ini terkait dengan film terbarunya berjudul "Kucumbu Tubuh Indahku" yang dianggap lekat dengan LGBT. Di luar isu tersebut, yang sudah menyaksikan film tersebut bisa tahu bahwa Garin tidak pernah berniat bicara tentang preferensi seksual, tapi ia berbicara hal yang lebih intim: tentang tubuh dan trauma yang melingkupinya.

Di "99 Nama Cinta", nomine Sutradara Terbaik FFI 2019 ini bicara hal yang lebih besar: cinta dan agama. Melihat bungkusnya, sebagian besar penonton mungkin datang dengan keyakinan bahwa film ini bukan film religi. Bagi saya, "99 Nama Cinta" sangat spiritual dan religius tentunya.

Disini Garin tidak duduk sebagai sutradara, ia datang sebagai penulis skenario dan Danial Rifki yang menyandang status tersebut. Kisahnya sekilas remeh: seorang produser sekaligus pembawa acara gosip bertemu dengan ustadz muda yang ternyata teman masa kecilnya. Talia [Acha Septriasa] bertemu dengan Kiblat [Deva Mahenra] bertemu dalam sebuah kejadian tak disangka: Kiblat diutus oleh ayahnya untuk mengajarkan mengaji pada Talia. Kisah kemudian terentang panjang bahwa keluarga mereka sudah bersahabat sejak keduanya masih kecil.


Dengan pengalamannya sebagai sutradara, Garin cermat menyusun irisan demi irisan cerita sehingga terasa utuh, murni dan tak terasa sebagai kebetulan. Kita kemudian dibawa menyaksikan bagaimana pergumulan Talia dengan Islam bukan dengan cara yang receh dan tanpa harus menyeret simbol-simbol agama secara berlebihan. Garin sepertinya ingin berkelakar bahwa Tuhan selalu punya cara tak terduga untuk menyadarkan kita: Talia, dengan segala kesombongannya, berhadapan dengan kenyataan bahwa acara gosipnya dihentikan dan ia "dihukum" dengan mesti menjadi produser program kuliah subuh. Dan masih belum selesai ingin berkelakar, Garin juga menyindir halus bagaimana program keagamaan dikemas di televisi.

Dengan Garin Nugroho sebagai penulis skenario, Acha Septriasa dan Deva Mahenra sebagai pemain utama, Danial punya semua elemen yang dibutuhkan untuk menjadikan "99 Nama Cinta" sebagai tonton yang asyik. Dan itulah yang terjadi. Premis yang receh ini ternyata bisa bicara hal-hal besar tanpa terdengar bombastis. Tuhan sebagai personifikasi Cinta bisa dengan mudah terasakan disini. Kita semua jadi paham betapa agungnya Tuhan dengan nama-namanya yang semestinya selalu menjadi pengingat kita dalam bersikap dan berhubungan dengan sesama.

Energi terbesar film ini memang ada di pundak Acha dan peran receh ini bisa dimainkannya dengan gemilang. Segala emosinya terasa tulus, dinamika emosi bisa dimainkan dengan pas dan ia selalu bisa menahan diri untuk tidak menonjol sendirian di layar. Karena Deva Mahenra menjadi kawan main yang sepadan untuknya disini.

Di "99 Nama Cinta", Garin juga bermain-main dengan nama dua karakter utama: Talia, dari bahasa Ibrani yang artinya embun surga dan Kiblat yang dalam bahasa Arab artinya arah. Dengan belajar tentang kebesaran nama-nama Tuhan, mungkin kita bisa mengarah ke surga. Wallahualam.

*tulisan ini sudah pernah dimuat sebelumnya di Kronologi

Ichwan Persada adalah sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun