Mohon tunggu...
Ichvan Sofyan
Ichvan Sofyan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Rimbawan

Rimbawan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Membangun Industri Halal Melalui UMKM Syariah

18 November 2019   21:39 Diperbarui: 18 November 2019   21:41 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber Foto : foodizz.id

"Awas, bakso daging babi!" atau "Awas, bakso daging tikus!". Begitulah kurang lebih headline berita di media massa mengenai maraknya bakso daging babi dan tikus.

Begitu berita sampai pada pecinta dan pedagang bakso, reaksi spontan yang keluar hanya cacian dan makian. Tanpa melampiaskan dalam sikap mawas diri. Buktinya sederhana, lihat saja di mana-mana masih banyak pecinta bakso dengan enjoy makan di warung bakso yang bahkan tidak mengantongi sertifikat halal. Pun dengan pedangang bakso yang masih nyaman menjual baksonya tanpa meyakinkan konsumen dengan mengurus sertifikat halal.

Inilah potret sederhana bahwa atensi terhadap produk bersertifikat halal masih rendah. Padahal sebagai negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia, semestinya ihwal kehalalan produk wajib dinomorsatukan. Apalagi perkara ini merupakan bentuk konkret ketaatan menjalankan syariat Islam. Sehingga sudah seharusnya membangun industri halal  menjadi prioritas utama bagi bangsa yang mayoritas muslim ini.

Dalam membangun industri halal kuncinya ada pada tekat, komitmen, dan strategi. Sasarannya adalah sektor yang menjadi urat nadi perekonomian  bangsa Indonesia. UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) adalah salah satu urat nadi perekonomian bangsa yang punya potensi besar untuk membangun peradaban industri halal di Indonesia.

Data Kementerian Koperasi dan UKM menyebutkan bahwa jumlah UMKM setiap tahunnya selalu mengalami kenaikan. Bahkan sampai tahun 2017, jumlah UMKM telah  mencapai 62.922.617 unit. Lebih spesifik lagi, menurut GAPMMI (Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman), ada sekitar 1,6 juta pelaku industri makanan dan minuman  berskala kecil dan menengah, tetapi hanya sekitar 10 persen saja yang sudah mengantongi sertifikat halal. Secara terang data ini menggambarkan betapa banyaknya UMKM di Indonesia, tetapi  mayoritas belum mengantongi sertifikat halal.

Banyaknya UMKM yang belum mengantongi sertifikat halal adalah kelemahan yang  sekaligus bisa dijadikan peluang untuk menggenjot industri halal Indonesia. Sebab, ketika pelaku UMKM berbondong-bondong hijrah mengajukan sertifikasi halal dan meningkatkan kualitas produknya, maka ini akan menjadi lompatan besar bagi industri halal di Indonesia.

 

Membangun UMKM Syariah

Untuk membangun konstruksi industri halal yang kokoh, penting merunut pada akarnya, yaitu "syariah". Untuk itu, UMKM harus secara kaffah menerapkan basis syariah, yang  artinya penerapan prinsip-prinsip syariah harus menyentuh secara utuh pada tiap tahapan-tahapannya.

Pertama, tahap pembiayaan. Banyak UMKM yang sulit berkembang karena masalah permodalan. Skema pinjaman modal secara syariah dipandang lebih tepat bagi perkembangan UMKM. 

Sebab model pembiayaan  ini tidak mencekik para pelaku UMKM  saat usahanya sedang tersendat atau mengalami masalah. Apalagi dengan iklim usaha yang fluktuatif, sistem bagi hasil akan membuat napas pelaku UMKM lebih panjang.

Namun lagi-lagi pembiyaan syariah harus berbenturan dengan keterbatasan, terutama masih minimnya sumber dana syariah dari bank maupun non bank. Ditambah masalah  banyaknya UMKM yang belum bankable atau memenuhi persyaratan bank untuk mendapatkan pembiayaan usaha.  

Untuk itu, pemerintah perlu menengahi agar pembiayaan syariah kepada UMKM dapat berjalan optimal. Sehingga dampaknya pun akan terasa signifikan bagi pelaku UMKM. Contohnya seperti transformasi usaha berskala mikro dan kecil menjadi usaha berskala menengah berkat adanya suntikan dana syariah.

Kedua, tahap produksi. Ihwal kehalalan produk nyatanya sulit dibuktikan dengan mata telanjang. Itulah sebabnya perkara kehalalan produk harus benar-benar teruji dan diuji oleh lembaga terpercaya seperti BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal).

Bukti autentik kehalalan produk yang dikeluarkan BPJPH adalah sertifikat halal. Sertifikat inilah yang kemudian bisa menjadi jaminan kehalalan produk bagi konsumen. Tetapi problemnya selama ini masih sangat sedikit UMKM yang telah mengantongi sertifikat halal.

Jika Indonesia tidak segera menyiapkan UMKM bersertifikat halal secara masif, maka industri halal Indonesia akan semakin tertinggal. Untuk itulah sertifikasi halal menjadi syarat wajib untuk membangun industri halal Indonesia, terutama dalam mengambil peluang atas meningkatnya permintaaan terhadap produk halal dunia.

Ketiga, tahap pemasaran. Islam mengajarkan prinsip berniaga yang jujur, adil, tidak curang, dan bersikap melayani. Prinsip ini jugalah yang penting dijalankan oleh setiap pelaku UMKM. 

Sehingga UMKM yang dibangun dengan basis syariah akan memiliki daya tarik dan image positif di mata konsumen. Jika kepercayaan konsumen telah terbangun, maka jalan perkembangan UMKM Syariah akan mudah diterima.

Ketika tiga tahap tersebut secara utuh dan masif diterapkan oleh pelaku UMKM dan didukung oleh pemerintah, maka modal penting dalam membangun industri halal sudah ada di tangan. 

Apalagi urgensi membangun UMKM berbasis syariah memiliki tujuan mulia. Pertama, sebagai bentuk ketaatan menjalankan syariat Islam. Kedua, membangun kemajuan ekonomi bangsa, mengingat permintaan terhadap produk halal dunia semakin meningkat setiap tahunnya.

Menurut The State of the Global Islamic Economy Report, besaran pengeluaran makanan dan gaya hidup halal umat Islam di dunia pada tahun 2017 mencapai USD 2.1 triliun, dan diperkirakan akan terus tumbuh mencapai USD 3 triliun pada 2023 nanti. Peningkatan ini terjadi berkat bertambahnya jumlah penduduk muslim dunia dan mulai digemarinya gaya hidup halal, bahkan oleh non muslim sekalipun. 

Dukungan Pemerintah

Melihat potensi perkembangan produk halal dunia, Indonesia harus segara berbenah dan mengejar ketertinggalan dalam hal pembangunan industri halal. 

Menurut The State of the Global Islamic Economy Report tahun 2018, Indonesia masih berada di luar 10 besar produsen  pangan halal dunia.  Bahkakan kalah dengan Brazil dan Australia yang bertengger di posisi 3 dan 6.

Ini menjadi ironi sekaligus titik tolak semangat untuk membangun industri halal Indonesia. Untuk itulah dukungan pemerintah dalam hal pembinaan sangat dibutuhkan sebagai katalisator pembangunan industri halal melalui UMKM Syariah. Apalagi problemnya sangat kompleks, sehingga pola pembinaannya harus tepat.

Cara yang dipandang tepat dalam membina UMKM yaitu melalui pendekatan kelompok. Sebab melalui pendekatan kelompok atau asosiasi, proses pembinaan akan berjalan lebih mudah dan efektif.

Sebagai contoh, membina banyak pedangang bakso yang tergabung dalam APMISO (Asosiasi Pedagang Mie dan Bakso) jauh lebih mudah dari pada membina banyak pelaku usaha yang berbeda jenis dalam satu waktu. Sebab, dengan membina APMISO yang notabene memiliki produk sejenis, maka proses pembinaan akan lebih terorganisir.  

Selain itu juga lebih memudahkan dalam mengidentifikasi masalah dan penyelesaiannya,  serta muncul semangat bersama  senasip sepenanggungan untuk membangun image pedangang bakso yang telah dicoreng oleh oknum penjual bakso berbahan baku haram. 

Itulah pentingnya dukungan pemerintah dalam  membangun UMKM Syariah melalui pendekatan kelompok. Ketika semua pihak (pelaku usaha, konsumen, dan pemerintah) telah mantap meniti arah tujuan membangun industri halal, maka bukan tidak mungkin Indonesia akan mampu bertengger di urutan nomor satu sebagai produsen dan konsumen produk halal dunia. 

Sehingga produk-produk UMKM seperti bakso pun bisa go international, melanglang buana ke belahan bumi lain karena terjamin kehalalan dan kualitasnya.  

Ichvan Sofyan, S.Hut.

Kepala Divisi Pendidikan dan Pengkaderan Perkumpulan Garuda Sylva

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun