Mohon tunggu...
Abdiel Gosal
Abdiel Gosal Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Just for the purpose of class assignment

Just for the purpose of class assignment

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Apakah Film "Joker" Berbeda dengan Film-film Lain?

8 Oktober 2019   21:51 Diperbarui: 8 Oktober 2019   21:58 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
credit gambar: Warner Bros

Joker, film yang baru saja keluar pada tanggal 2 Oktober 2019 menuai berbagai macam kontroversi dikarenakan oleh adegan-adegan kekerasan yang ditayangkan di film tersebut. 

Film ini menceritakan sebuah origin story salah satu dari supervillain dari komik superhero "Batman". 

Selain itu, di sutradarai oleh Todd Phillips dan menceritakan tentang Arthur Fleck (Joaquin Phoenix), seorang komedian gagal yang mengidap penyakit Pseudobulbar - sebuah kelainan dimana pengidap penyakit ini tidak bisa mengontrol ketawanya - menghadapi abuse dari orang-orang di sekitarnya, dan perlahan-lahan ia pun terjerumus ke dalam depresi yang dalam dan akhirnya tidak dapat mengontrol amarahnya. 

Lalu apa kontroversinya? 

Banyak yang mengatakan bahwa adegan yang ditampilkan terlalu keras dan membuat orang-orang merasa tidak nyaman, sampai-sampai beberapa dari mereka memilih untuk keluar dari teater bioskop. 

Menurut Daily Mail, meskipun film Joker berhasil memecahkan record Box Office di hari perdana penayangan, tidak semua orang menikmati film ini. Salah satu penonton mengungkapkan ketidaksukaannya dalam satu twit nya: 

'secara harafiah baru saja keluar dari pemutaran film Joker. Terlalu mengerikan untuk berada di sana dengan semua yang terjadi saat film ini mengagungkan kekerasan senjata dan masalah kesehatan mental'

Namun melihat dari perspektif yang berbeda, apakah film Joker menayangkan adegan kekerasan yang berlebihan? 

Satu poin utama yang perlu kita ingat adalah, film Joker ini mendapatkan rating 'Dewasa / Mature'. Rating ini secara idealnya membatasi umur yang dapat menikmati film ini. 

Namun terlepas dari rating yang telah ditetapkan, teater bioskop belum mengimplementasikan batasan ini secara efektif, dikarenakan oleh masih ditemukannya penonton-penonton dibawah umur yang menonton film Joker ini. 

Mungkin asumsinya adalah orang tua / anak yang ingin menonton ini tahu bahwa karakter Joker adalah karakter yang ditemukan dalam komik Batman, dan mengira bahwa film ini dapat ditonton oleh anak-anak. 

Kenyataannya adalah terdapat alasan jika sebuah film mendapatkan rating dewasa. Hal ini dapat dikarenakan oleh penggunakan kata-kata kasar, seks, partial nudity, penggunaan Narkoba, kekerasan dan lainnya. 

Poin selanjutnya adalah, apakah adegan-adegan kekerasan ini hanya ditemukan di film Joker? Jawabannya adalah tidak. Penggunaan kekerasan sebagai unsur hiburan dalam dunia perfilman bukanlah hal yang baru dan sering digunakan oleh banyak film. 

Lalu apakah adegannya terlalu keras? Sepertinya tidak, karena masih banyak film-film lain yang dipandang sebagai sebuah film yang bagus menayangkan adegan kekerasan yang jauh lebih banyak ketimbang film Joker ini. 

Sebut saja John Wick, sebuah film action yang dimainkan oleh Keanu Reeves menceritakan tentang seorang mantan pembunuh bayaran yang akhirnya kembali ke dunia gelap tersebut dengan tujuan untuk balas dendam. 

Kurang lebih segala adegan aksi yang ditayangkan merupakan tindakan kekerasan menggunakan senjata api. Namun tidak ada perlawanan keras dari orang-orang yang menonton film tersebut. 

Film John Wick, Diperankan oleh Keanu Reeves (sumber gambar: birthmoviesdeath.com )
Film John Wick, Diperankan oleh Keanu Reeves (sumber gambar: birthmoviesdeath.com )

Lalu apakah kontroversi film ini tidak valid? 

Justru sebaliknya, munculnya kontroversi film Joker ini menunjukkan keberhasilan dari Todd Phillips dan juga Joaquin Phoenix untuk menunjukkan kekerasan secara nyata. Hal inilah yang membuat orang-orang merasa tidak nyaman dan tidak menyukai gambaran kekerasan yang ditunjukkan. 

Karena tindakan kekerasan yang ditayangkan dirasakan nyata, bukan merupakan bentuk dramatisasi atau hiperbola yang kemudian membuat para penontonnya merasa 'detached' secara emosional, sehingga dapat menonton film-film kekerasan lainnya secara biasa saja. 

Ditambah lagi penggambaran karakter Arthur Fleck sebagai seseorang yang mengidap penyakit mental menambahkan rasa ketidaknyamanan kepada para penontonnya pula. 

Seharusnya film ini menyadarkan para penontonnya bahwa kesehatan mental merupakan hal yang perlu diperhatikan dan juga menjaga hubungan yang positif antara satu orang dengan yang lainnya. 

Film adalah sebuah media dengan tujuan utama sebagai hiburan, film pun disajikan dengan berbagai macam genre. Maka jika satu orang tidak menyukai satu film, pilihlah film yang lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun