Mohon tunggu...
Ichsan Andika
Ichsan Andika Mohon Tunggu... Lainnya - ...selama ia tidak menulis, ia akan hilang didalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian

Ernst Schnabel meninggal 25 Januari 1986. Siapa tau ada hubungannya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tapak Petilasan Sabrang Wetan

27 Maret 2020   09:31 Diperbarui: 27 Maret 2020   09:47 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ay, Kangmas. Lalu siapa lagi yang kumintai? Penunjukanku sebagai presiden kuterima dengan syarat kau yang jadi mahapatihku. Penunjukanmu sebagai perdana mentri Bani Israil adalah perwujudan makbulnya doaku pada Allah. Ayo, Kangmas Mahapatih, katakan padaku mau sampai kapan Iblis kau rantai seperti itu?"

"Rantai, api, dan borgolnya tidak menyakiti Iblis sama sekali, Dimas. Dalam bentuk manusia, ia juga sepertinya tak merasakan lapar. Atau mungkin, berdekatan dengan api begitu justru malah mengenyangkannya. Biar saja dia disana sampai ada keputusan lain dari Allah atau kita tentukan lain waktu."

Rangkulan Nabi Musa semakin erat di bahuku. Kupandangi lagi adikku yang kucintai ini, dengan bantuan temaram sinar bulan dan tambahan semburat api unggun. Wajahnya jauh lebih tua dari usianya. Memang benar aku dibesarkan dalam keadaan prihatin, tak sepertinya yang tumbuh di istana. Namun, perjalanan hidup melanglang buana ternyata membebani punggungnya lebih berat lagi. Belum lagi tuduhan-tuduhan pembunuhan, nyawa bangsa sendiri yang berkorban demi melindungi dirinya dan pergerakan kemerdekaan, maupun rongrongan cengeng dari pemuka Bani Israil.

"Aku tidak sebaik hati engkau, Mahapatih. Yang kupikirkan keadaan masyarakat kita."

Dahiku mengernyit. Aku belum paham maksud Kanjeng Nabi Musa barusan.

"Begini, Kangmas. Yang kita rantai itu Iblis. Kau tahu sendiri masyarakat kita baru saja kita kenalkan dan dekatkan lagi pada Tuhan Yang Maha Esa. Sebelum wahyu turun, yang mereka tahu hanya menyembah dewa Firaun dan hal-hal klenik."

Kepalanya ia miringkan, berharap ada reaksi dariku.

"Maksud Kanjeng Nabi, keberadaan Iblis disini bisa mengganggu iman mereka? Iman yang baru saja kita ajarkan ulang pada Bani Israil?"

"Kira-kira begitu, Kangmas. Jika bukan melemah imannya, aku takut keberadaan Iblis dianggap pertanda buruk bagi jalannya pengungsian kita ke Kanaan. Karena, terbukti himpitan laut merah tak mempan terhadap prajurit Mesir satu ini."

"Dia bukan prajurit Mesir, Ya Rasul."

"Tidak begitu yang dilihat oleh mereka yang imannya masih tipis, Kangmas Patih. Beberapa orang menganggap dia adalah prajurit sakti yang mengaku-ngaku Iblis."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun