Mohon tunggu...
Ichsan Andika
Ichsan Andika Mohon Tunggu... Lainnya - ...selama ia tidak menulis, ia akan hilang didalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian

Ernst Schnabel meninggal 25 Januari 1986. Siapa tau ada hubungannya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Sang Pembawa Api di Alun-alun

13 Maret 2020   15:01 Diperbarui: 13 Maret 2020   15:00 1408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Tapi Tuhan jelas murka pada Iblis karena membangkang!”

“Aku hanya mempercayai apa yang menurutku benar kala itu. Saudara-saudaraku juga membangkang kala Allah mengabarkan penciptaan manusia. Mereka boleh protes, mengapa aku tidak?”

“Para malaikat tidak membangkang, mereka hanya bertanya.”

“Mereka mempertanyakan maksud Allah! Mereka pikir Allah tidak tahu bahwa manusia akan menumpahkan darah sesama? Mereka pikir Allah tidak tahu bahwa manusia akan berbuat kerusakan di bumi? Kau pikir dengan Allah berfirman, ‘Aku mengetahui apa yang kalian tidak ketahui’, itu berarti Allah ridho dengan pertanyaan mereka? Itu teguran keras, Mas Eko.”

Nikotin dalam aliran darah otakku mengalir deras. Kucoba membantah apa yang ia katakan, tapi aku kalah cepat.

“Sama seperti orang tuamu dulu waktu kau kecil. Dilarang main pisau! Bapak ibu lebih tahu bahayanya pisau untuk kulitmu. Kau harus patuh! Kalau kau tak patuh, orang tua pasti menghukum. Begitu kan, Mas Eko?”

“Ya mungkin saja. Tapi itu tak membuat Iblis berhak sombong dihadapan Tuhannya!”

“Hei, aku tak sedang berbicara kesombongan, Mas. Ini masalah keridhoan Allah saat melihat hamba-Nya mempertanyakan keputusan-Nya. Justru karena aku tak melihat Allah melarang malaikat menyampaikan pendapat, maka saat kudengar keputusan Allah yang bisa membuat timbulnya kesyirikan dalam hatiku, saat itulah aku mempertanyakan-Nya.”

“Abaa wastakbaro…”

“Yaa yaa yaa… itulah enaknya malaikat. Tidak diberi hati tempat bermukim perasaan. Aku diberkahi Allah untuk memendam perasaan. Jujur saja kuakui, ada rasa iriku saat Allah memutuskan manusia yang menjadi wakil-Nya di bumi. Maklum lah, senior mana yang mau dilangkahi promosi oleh juniornya. Merasa enggan dan merasa lebih agung, aku masih muda kala itu.”

“Sebegitu julidnya kau, Pak Iblis, sampai-sampai kau akali Nabi Adam dan Siti Hawa hingga diusir dari surga.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun