Mohon tunggu...
Icha Nors
Icha Nors Mohon Tunggu... Guru - ibu rumah tangga, pendidik

Berhenti melihat jam/waktu dan mulai melihat dengan mata\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menggendong Ransel ke Sekolah, Patutkah?

27 Februari 2012   14:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:52 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar spkforte.blogspot.com

[caption id="" align="alignleft" width="150" caption="Gambar spkforte.blogspot.com"][/caption]

Pemandangan yang terlihat setiap pagi ketika sedang menuju ke tempat kerja,  yaitu selalu saja  berpapasan dengan sepasang muda- mudi ini. Kadang terasa lucu tapi juga mengenaskan. Yang lelaki kelihatan begitu pedenya membawa gendongan, sedang perempuannya dengan wajah embok-embok karena didempul pakai krim dan bedak mamanya (mungkin). Bibir menor bergincu seperti mau ke pesta. Tangannya merangkul mesra hingga tubuhnya rapat dengan si lelaki. Meski memakai jilbab, tapi disisakan poninya untuk dipertontonkan gratis sebagai ganti penutup keningnya. Kalau digambarkan persis ransel yang menempel di punggung. Hi…hi…

Ini mau ke mana ya? Kalau dilihat dari pakaiannya sih , kayak mau pergi sekolah. Soalnya berseragam abu-abu putih. Tapi kalau dilihat dandanannya kayak tante-tante mau ke pesta. Tapi koq pagi-pgi banget. Dan kalau dilihat dari si pengendara motornya nampak kontras. Si laki-laki berwajah segar khas ABG, dan di atas bibirnya menyembul bulu tipis mempertegas tampilannya. Lha yang digendong dipunggungnya itu apa? Mungkin tas ransel keluaran terbaru ya, maklum anak muda dari kalangan ekonomi mapan, tasnya juga pasti berkelas. Cuma ya aneh, ransel model begitu koq dibeli maha-mahal ha..ha..

Konsep Kepatuhan Dilanggar

Membicarakan tingkah anak sekolah seakan tak ada habis-habisnya. Bukan berarti tak ada lagi kebaikan dari mereka. Banyak juga yang masih manis dan bertingkah wajar bahkan berprestasi membanggakan. Tapi tak sedikit yang membutuhkan perhatian karena korban keadaan. Mereka butuh sentuhan kasih sayang dan perhatian lebih. Itulah mengapa terkadang mereka bertingkah aneh-aneh dan berperilaku antisosial yaitu timgkah laku yang ditampilkan seseorang yang tidak dapat diterima oleh lingkungan sosialnya.

Seperti yang dilakukan oleh remaja beransel di atas, bisa digolongkan remaja dengan perilaku antisosial. Hal ini bisa dilihat dari cara bertingkah laku yang tidak mengindahkan konsep kepatuhan. Lho koq? Mana ada sih sekolah yang membolehkan peserta didiknya melakukan / bertingkah seperti cerita di atas?Ada minimal dua perilaku antisosial yang telah mereka lakukan:

  1. Ke sekolah berangkulan bak pasangan suami isteri, padahal mereka sedang pergi mencari ilmu (sekolah).
  2. Memakai make up tak sewajarnya hingga merubah penampilan (penampakan, haha) lebih tua dari umurnya.

Yang dimaksud kepatuhan adalah melakukan apa yang diminta orang lain (dalam hal ini sekolah dan guru) dengan tepat dan sesuai. Pada usia remaja seperti ini kebanyakan memang seolah-olah ingin menunjukkan sikap bahwa ia punya keinginan sendiri tanpa mau terikat aturan. Penolakan terhadap apa yang tidak mereka sukai inilah yang menyebabkan perilaku tidak patuh.

Jika ketidak patuhan ini menjadi cara hidup, maka perbuatan ini akan meningkat menjadi kebiasaan negatifistik, di mana mereka akan selalu menolak pendapat dan prinsip yang dikemukakan orang lain. Mereka tidak akan setuju dengan pendapat orang lain dalam segala bentuk, tanpa alasan yang jelas atas ketidak setujuannya itu.

Penyebab yang mendasari sikap seperti ini, antara lain:

  • Kurangnya disiplin. Orang tua terlalu permisif dan sulit untuk mengatakan tidak pada anak.
  • Pemberian disiplin yang terlalu keras, selalu menuntut untuk perfect, cenderung memaksa dan menginginkan disiplin instant pada anak.
  • Pemberian disiplin yang tidak konsisten. Kadang melarang, kadang membiarkan.
  • Kedua orang tua berada dalam stress dan konflik.

Ternyata mengapa mereka berlaku antisosial, bukan semata-mata karena mereka memang nakal atau tidak mau diatur ya. Seolah-olah cap buruk hanya dimiliki oleh remaja tanpa keterlibatan orang tua sebagai penyebabnya. Mereka adalah produk dari pola asuh kita sebagai orang tua.

Yang harus diperhatikan kemudian adalah tuntutan yang diberikan orang tua kepada anak harus seimbang dengan kehangatan, alas an yang tepat mengapa diperintah dan dilarang, penghargaan dan tanggung jawab terhadap kebutuhan anak. Ketika remaja/ anak merasakan batasan dan cinta yang dirasakannya seimbang, maka kecenderungan untuk melanggar aturan  social akan berkurang, semoga.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun