Mohon tunggu...
icai
icai Mohon Tunggu... wiraswasta -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hujan Kompasiana

14 Oktober 2015   07:26 Diperbarui: 14 Oktober 2015   11:10 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mentari pagi ini tak mampu menampakkan diri. Kemaren, sang surya berhasil menyinari kampungku walau dengan cahaya yang masih diselimuti asap. Hari ini ia kalah. Keseharian dengan kabut asap membuat saya tak merasakan lagi akibatnya. Mungkin karena sangat terbiasa, atau memang kabut asap ini sudah tak memberikan efek lagi bagi tubuh saya.

Jarak pandang pagi ini sepertinya tak lebih dari 150m. Kampungku yang berada di pinggi sungai Katingan dengan lebar kurang lebih 300m seperti kota mati. Apalagi hari ini merupakan hari libur, tak banyak warga yang melakukan aktivitas. Aku yakin sepinya kampung pagi ini bukan semata karena libur, tapi lebih karena asap yang cukup pekat.

Menghirup udara, aromanya asap, ehmm sedap sekali. Bukan sekali ini. sejak kabut asap kami selalu menghirup udara dengan aroma asap yang khas. Aku tak bisa melukiskan bagaimana aroma itu. Tapi, aromanya terasa menusuk di hidung. Biasanya saya menghirup bau tanah yang khas, atau aroma bunga-bunga yang bermekaran. Aroma asap memang memberikan sensasi tersendiri bagi saya. Mungkin bila tak ada asap lagi, aroma itu akan dirindukan hehehe.

Apa yang kami butuhkan? Tak terlalu muluk, hanya hujan lebat. itu saja. Bukankah air cukup melimpah? Betul. Tapi air hujan akan memadamkan api, membawa asap jatuh ke bumi, bahkan memberikan kesuburan bagi tanaman. Di depan rumahku terbentang Sungai Katingan. airnya surut. Untungnya, air PDAM tak ikut surut sehingga kami tak mengalami masalah kekurangan air. Kembali ke masalah hujan. Ya, hanya hujan yang mampu menghapus asap dari kampung kami. upaya pemadaman yang lain hanya mengurangi sedikit saja. Saya yakin bila pemerintah serius membuat hujan buatan, kabut asap yang sangat menyiksa ini akan segera berakhir. Tapi, sampai saat ini kami belum tahu apa upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengupayakan hujan buatan. Entahlah, mungkin pemerintah tak mau menginformasikan hujan buatan itu. Atau apa, saya juga tak tahu, dan tak mau terlalu tahu. Semuanya saya serahkan kepada pihak yang berwenang. Yang saya mau ada hujan lebat hari ini dan beberapa hari ke depan.

Saya juga tak perlu menanti kunjungan presiden atau pejabat negara lainnya. Mereka terkadang malah membuat rumit masalah. Hanya datang dan melihat-lihat saja, setelah itu lalu pulang. Yang saya inginkan mereka hanya mengirimkan hujan. membuat basah tanah-tanah kami. Meluaskan pandangan, dan mengembalikan aroma bebungaan. 

Tulisan ini sebagai ungkapan saya sebagai salah satu manusia yang selama ini menghirup asap dengan aromanya yang khas. Selain itu sebagai penawar rindu saya kepada kompasiana yang lebih dari setahun ini saya tinggalkan. Maafkan saya Kompasiana. Saya telah mengabaikanmu. 

Sumber foto dokpri.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun