Mohon tunggu...
Mercy
Mercy Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu dua anak remaja, penggiat homeschooling, berlatarbelakang Sarjana Komunikasi, Sarjana Hukum dan wartawan

Pengalaman manis tapi pahit, ikutan Fit and Proper Test di DPR.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Panggung PGRI untuk Mas Menteri?

30 November 2019   21:50 Diperbarui: 30 November 2019   22:46 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto dokumentasi pribadi Mercy Sihombing

Oh wow,  buat saya pilihan sikap itu mengagetkan. Kenapa?  Nadiem yang lahir di keluarga kaya raya  (sekarang hitungan saham Go-Jek milik Nadiem sendiri, sekitar Rp 1,9 Trilyun) ternyata mengumumkan untuk komitmennya menjadi pelayan para guru, pahlawan tanpa tanda jasa.  

Jadi ingat bahwa "Billionaire is another word for oligarch."  (Diterjemahkan:  Billionaire adalah kata lain untuk oligarki. Wikipedia : oligarki adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang oleh kelompok elit kecil dari masyarakat, baik dibedakan menurut kekayaan, keluarga, atau militer)

Sosok Nadiem Makarim yang saya "lupa lupa ingat" 

Dalam dunia teknologi, paradigma melayani (yang saya asumsikan kental dengan sikap rendah hati) untuk seorang Nadiem, terus terang cukup mengejutkan. 

Berdasarkan pengalaman pribadi saya bertemu langsung Nadiem di kantor Go-Jek maupun di beberapa seminar, ups Nadiem tidak seperti itu.  Dan kita semua bisa maklum, Nadiem memang tidak wajib melayani orang lain yang notabene mungkin fans atau bawahannya.  

Nadiem, sang bos perusahaan decacorn yang sukses --dengan latar belakang anak pengacara tenar dan kaya raya, lebih dari 15 tahun hidup di Amerika-  bisa dimaklumi jika sangat sibuk sehingga  tidak punya waktu melayani para fans-nya.

Karena itu, pidato Nadiem yang langsung saya dengar dari tribun kehormatan menjadi hal luar biasa, benar-benar out of the box.  Ucapan Nadiem, sampai saya rekam di iPhone XR, "Saya ingin mengajak mengubah paradigma kepemimpinan yang tadinya itu sebagai penguasa atau pengendali atau regulator, menjadi paradigma kepemimpinan yang melayani."  

Oh wow, bahwa Kepala Sekolah, Dinas Pendidikan, Pegawai Kemdikbud bahkan dimulai dari Menterinya harus punya sikap melayani.  Kalimat itu langsung disambut meriah tepuk tangan ribuan guru dengan penuh harapan. Apalagi Nadiem berpidato dengan charming,  senyum yang kayaknya ramah dan bersahabat memberi kesan Mas Menteri ini baik hati. 

Maka tidak kaget kalau para guru terutama yang hadir di tribun kehormatan, begitu usai acara,  menjadi berani mengajak Mas Menteri yang kesannya bersahabat itu untuk berselfie.

Sementara saya sudah berhitung saat  itu,   untuk  selfie dan ngobrol sejenak dengan Nadiem tidak mungkin, maka saya memilih strategi berbeda yakni menulis ide di secarik kertas dalam amplop. Untungnya, Nadiem menyambut amplop saya, yang langsung dia over ke ajudannya, yang bernama Wiranto. (Mas Wiranto, moga-moga surat saya sampai dengan selamat dan bisa dibaca Pak Nadiem dan berharap direspon segera).

Katanya Mau Melayani Guru, Diminta Selfie aja Tidak Mau

Namun bagaimana kesan dari  para ibu guru yang berjuang bisa berselfie dengan Mas Menteri?  Kalau saya flash-back, sekitar 20 menit, para ibu guru ini maju tak gentar mengikuti langkah Nadiem dari panggung sampai masuk mobil. 

Para ajudan dan bodyguardnya mengelilingi Nadiem sehingga sangat membatasi gerak sekitar para ibu guru yang minta berfoto dengan Nadiem. Bahkan sekitar lima ibu guru sampai tergopoh-gopoh mengikuti gerak langkah Nadiem yang cepat sekali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun