Mohon tunggu...
ibs
ibs Mohon Tunggu... Editor - ibs

Jika non-A maka A, maka A

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pendekar Satu Jurus

19 Mei 2020   19:20 Diperbarui: 19 Mei 2020   19:19 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diolah penulis dari Kompas.com | credit: canva

Mungkinkah seorang pendekar memenangkan pertarungan hanya dengan satu jurus?

***

Corona ini memang begitu perkasa atas apa saja yang ada di bumi. Bahkan bumi beserta isi-isinya tak lebih dari seujung kuku. Sekali jentik, porak-poranda segalanya. Sayangnya, entah ini hukuman atau memang takdir, kita bergantung kepada seorang pendekar yang hanya memiliki satu jurus untuk mengatasinya

Katanya, manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan di muka bumi. Terbilang spesial lantaran manusia ini dibekali akal, yang membedakan dengan makhluk-makhluk lainnya yang ada di dunia.

Dengan akalnya ia bisa diberikan pilihan. Ia diizinkan memiliki otoritas juga preogatifnya untuk menentukan langkah-langkah hidup ke depannya.

Namun, manusia, dengan akalnya itu, berhak dan bebas memilih untuk apa ia berbuat. Kebaikan ataukah kezaliman. Bahkan, apapun yang ia perbuat tidak ada pencabutan hak dan otoritasnya untuk terus menggunakan akalnya. Tak ada manusia manapun hingga kini setelah berbuat baik lalu dicabut akalnya. Begitu sebaliknya.

Berbeda dengan makhluk lainnya yang memang tidak punya pilihan lain selain begitu itu; hewan tak punya pilihan selain instingnya untuk bertahan hidup; atau syaitan-syaitan yang tak punya alternatif lain selain untuk menggoda manusia.

Tetapi, akhir-akhir ini rasanya akal itu bukanlah barang mewah. Musabnya, corona. Barang yang tak lebih besar dari kotoran hidung kita itu, sudah merendahkannya. Bahkan menghina sehina-hinanya akal manusia yang katanya dahsyat itu.

Lain dari itu corona juga sudah merusak segala tatanan kehidupan manusia secara sosial, budaya, hingga ekonomi. Dan tak ada satupun yang lolos darinya.

Pernah suatu kali saya membayangkan dunia ini dibuat betul-betul kacau oleh corona: Tatanan sosial-budaya bermasyarakat berantakan, pertengkaran tertajamkan, ekonomi hancur lebur, PHK di mana-mana, dan ledakan chaos tak terelakkan.

Saya juga tak sanggup membayangkan bagaimana jadinya kalau ini terus berlangsung, sepuluh, seratus atau seribu tahun. Begitu mengerikan tak terperi.

Sebagai manusia saya lebih memilih meminta untuk diporak-porandakan saja seluruh isi bumi sekaligus alam semesta ini; dipadamkan mataharinya, digulungkan langit-langitnya, diterbangkan gunung-gunungnya, ditumpahkan lautan dan seisinya.

Meski sebenarnya terbesit optimis bahwa akan ada kehidupan baru --- the new normal istilah sekarang --- yang lebih baik dan lebih sejatinya hidup. Bahkan lebih baik dan sejati dari apa yang pernah kita bayangkan. Dan benar-benar menjadi titik nol bagi kita.

Hanya saja pesimis saya muncul lebih kuat bila melihat apa yang pemerintah perbuat hari-hari ini. Tak ada langkah-langkah preventif yang signifikan yang membuat masyarakat tenang dan percaya. Tak ada ajakan-ajakan untuk kembali ke nilai-nilai luhur, baik secara budaya maupun spiritual. Terlebih pembelajaran dari peristiwa-peristiwa serupa di masa silam, baik dari wabah-wabah yang pernah menjangkit hingga kisah Ashabul Kahfi agar kita semua beserta lapisan masyarakat lainnya mengerti dan paham sehingga optimis lalu sanggup untuk keluar dari belenggu corona ini.

Pemerintah, hari-hari ini , sebelumnya, juga mungkin ke depannya hanyalah pendekar yang cuma punya satu jurus: jurus kepentingan ekonomi. Itu pun membebek pada ekonomi global yang kian kemari kian terasa jauh menyejahterakan manusia. Sekaligus musykil untuk diterima kemasukakalannya untuk mengatasi pandemi ini.

Dan, sialnya, jurus ekonomi semacam itu hari-hari ini hanya mengizinkan kita untuk menjadi pembeli yang baik.

Padahal, sampai sekarang, tak ada ahli atau pakar manapun yang bisa memastikan bagaimana virus ini hadir hingga mengganggu keberlangsungan hidup manusia; bagaimana sebenarnya perilaku virus ini; bagaimana ia bisa menularkan ke seseorang baik dengan gejala maupun tanpa gejala; berapa lama ia bisa hidup di benda mati; berapa lama ia bertahan dalam tubuh manusia; bisakah ia beranak-pinak lalu melahirkan keturunan baru yang lebih kecil dari induknya sehingga beratnya lebih ringan dari partikel udara; vaksin apa yang tepat untuk mengatasinya; sejauh mana vaksin itu bisa membasmi habis virus ini; benarkah virus ini diciptakan berdasarkan rekaya ilmiah; kalau ia apakah tujuannya, siapakah pembuat virus ini sebenarnya, Chinakah, Amerikakah, Yahudikah atau siapaun yang Anda tuduh sebagai biang keladinya hingga membuat kita justru berdebat dan bertengkar satu sama lain; bagaimana kalau ini memang diciptakan oleh Tuhan sendiri langsung tanpa pernah kita memikirkannya; atau, bagaimana jika virus ini ada lantaran memang manusia adalah sebenar-benarnya virus di bumi, mengingat kita ini adalah memang pakar masalah dan biangnya penyakit?

Dengan sedemikian kompleksnya seperti itu, mungkinkah seorang pendekar memenangkan pertarungan hanya dengan satu jurus?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun