Mohon tunggu...
ibs
ibs Mohon Tunggu... Editor - ibs

Jika non-A maka A, maka A

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Meski Sudah Seribu Laga, Timnas Inggris Tetaplah "Ayam Sayur", Apa Sebabnya?

7 Desember 2019   13:19 Diperbarui: 7 Desember 2019   21:28 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diolah dari eveningstandard.co.uk

Laga ke-1.000 bukanlah perjalanan sebentar. Memainkan seribu pertandingan dari berbagai ajang dan kompetisi internasional tentu adalah sejarah yang amat panjang untuk ditulis. Selain memang karena tim tersebut sudah melewati berbagai generasi.

Tetapi, pertanyaannya adalah inginkah Timnas Inggris dituliskan sejarahnya dalam momentum seribu laga itu?

Musabab pertanyaan itu muncul lantaran Inggris tak punya sejarah oke dalam urusan merebut trofi. Berbeda, misalnya, dengan liga domestiknya.

Sudah jaminan kalau Liga Inggris adalah liga paling mentereng di dunia. Para pemain terbaik dan termahal ada di sana. Taipan-taipan dunia pun sibuk mengguyur klub-klub di sana dengan uang hingga kuyup. Tetapi ceritanya berbeda bila berbicara Tim Nasional Inggris di kancah internasional, yang prestasinya tak kunjung berkilau.

Timnas Inggris terakhir kali menjuarai Piala Dunia adalah pada 1966. Ketika itu mereka berhasil keluar sebagai juara setelah mengalahkan Jerman Barat di final.

Pada momen itu, The Three Lions, julukan Timnas Inggris, harus berterima kasih kepada Geoff Hurst lantaran catatan trigolnya dalam laga yang digelar di Wembley Stadium, 30 Juli, 1966, silam.

Terima kasih kepada Hurst, adalah terima kasih terakhir kalinya. Sebab, sejak itu Timnas Inggris tak pernah lagi mencicipi manisnya juara kompetisi sepak bola antarnegara paling bergengsi sejagad. Jangankan juara, final pun tak kunjung dirasakannya kembali. Paling bagus prestasi Timnas Inggris adalah semifinal.

Para penggemar hingga pundit mulai mencari dalih atas prestasi Timnas Inggris. Padatnya kompetisi Liga Inggris adalah yang paling sering dijadikan 'kambing hitam' -atau paling bisa diterima dengan akal sehat-- sehingga para pemain kelelahan saat menjalani kompetisi internasional.

Pendapat seperti itu sah-sah saja disuarakan. Namun, Simon Kuper dan Stefan Szymanski, dalam bukunya berjudul Soccernomics, memiliki pendapat berbeda.

Simon dan Stegan menilai permasalahan dalam persepakbolaan Inggris lebih karena para pemain Timnas Inggris didominasi oleh kelompok sosial tertentu, dan semakin mengerucut kepada kelas pekerja atau buruh -bahkan hampir menutup kesempatan bagi masyarakat kelas menengah di Inggris.

Dalam buku itu, keduanya melakukan penelitian -dibantu oleh John Boyle bersama Dan Kuper-- yang kemudian mengategorikan kelas buruh melalui pencarian informasi tentang pekerjaan ayah dari para pemain Timnas Inggris di Piala Dunia 1998, 2002, dan 2006 berdasarkan otobiografi dan profil para pemain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun