Mohon tunggu...
ibs
ibs Mohon Tunggu... Editor - ibs

Jika non-A maka A, maka A

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Juventus Terbuai Atmosfer yang Landai di Serie A

23 April 2019   21:44 Diperbarui: 24 April 2019   01:39 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Juventus FC merayakan Scudetto ke-8 secara berturut-turut. (Sumber: juventus.com)

Tetapi, ada yang berbeda di pestanya waktu itu. Selain rekan dan kolega bisnisnya, ia turut mengundang seluruh wasit di Serie A waktu itu, termasuk Ketua Komisi Wasit.

Dan tahukah Anda apa yang mereka dapat sepulang dari pesta itu? Jam Rolex. Juventus pun mengantongi satu scudetto.

Kembali ke Juventus. Pasca-calciopoli mereka memang sudah banyak berbenah. Selain soal stadion, mereka juga mulai memikirkan filosofi permainan. Yang jelas terlihat paling jelas adalah mereka meninggalkan tabiat khas Italia. Bermain bertahan dan menunggu. Lalu serangan balik dan tendang ke gawang. Kalau sudah, kembali ke pertahanan. Begitu seterusnya.

Kini Bianconeri ingin bermain menyerang. Lebih atraktif juga taktis. Dari kaki ke kaki. Mengusai bola selama mungkin dengan sabar. Dengan sedikit nilai leluhur mereka, grendel. Juventus menatap ke depan. Agnelli punya mimpi. Meski muskil diraih.

Urusan filosofi sebenarnya hanya persoalan tafsir, keperluan, kebutuhan, dan sudut pandang. Ada yang lebih mesti Juventus sadari sebagai lawan mereka sesungguhnya, yakni kompetisi Serie A sendiri.

Pandit sepakbola lokal memandang Serie A tidak begitu kompetitif, terutama bagi Juventus. Serie A tak lepas hanya sebagai liga inagurasi untuk Juventus, begitu sindir para pandit.

Klub-klub semacam duo Milan plus tim ibu kota AS Roma--mungkin juga Lazio-- yang diharapkan mampu menggoyahkan kedigdayaan Juventus justru tampak alot. Inkonsistensi, tepatnya. Justru Napoli yang mampu cukup memberikan perlawanan. Bahkan dua musim beruturut-turut. Ini berdampak pada penampilan mereka di Eropa.

Ini tidak berlebihan. Kita lihat saja perjalanan Juventus di Liga Champions musim ini. Pada fase grup Juventus memang memuncaki klasemen dengan menghasilkan 12 poin dari empat kemenangan dan dua kali kalah. Dua kekalahan terjadi saat menghadapi Manchester United dan Young Boys. Di atas kertas dua tim itu bak langit dan bumi.

Saya menafsirkan bahwa Juventus tak mampu menang melawan tim yang sepadan atau setingkat di atas mereka dan tak mampu menang dengan tim yang jauh di bawah mereka adalah akibat minimnya kompetitif di Serie A.

Saya tidak dulu berbicara bagiamana semenjananya penampilan mereka kala menghadapi Atletico Madrid dan amat sangat mediokernya Juventus saat ditekuk Ajax, tapi dua pertandingan atas MU dan Young Boys cukup untuk saya menilai kalau Juventus itu sebenarnya biasa saja.

Akan tetapi Juventus bukan tidak punya cara yang bisa ditempuh untuk menggapai cita-citanya. Juventus bisa membawa pelatih-pelatih Eropa yang memiliki DNA Liga Champions. Terus terang, Allegri adalah pelatih domestik. Ia tak punya rekam jejak oke di panggung Eropa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun