Suhu politik di Indonesia mulai panas. Para politisi mulai ramai mengeluarkan pernyataan pedas untuk mengekspresikan sikap politiknya. Perang mulut antarpolitikus terasa semakin vulgar. Bahkan pernyataan-pernyataan yang keluar itu berbuntut saling balas dan sindir. Adu mulut antarpolitikus bukan hal baru di percaturan politik Indonesia. Media massa menjadi ring tinju bagi mereka. Â Â Â
Kegaduhan-kegaduhan yang muncul disetiap kontestasi politik merupakan implikasi dari ambisi yang besar akan kekuasaan hingga mengguncang dan merobohkan asas kekeluargaan dan degradasinya etika dalam politik. Ambisius yang bersarang di dada sejenak melupakan asas-asas dalam berdemokrasi, kejujuran tidak lagi di kedepankan, amanah telah menjadi ruang saling memanfaatkan serta kepercayaan menjadi hal yang mudah dilanggar. Dengan berdalih kekuasaan, apapun akan dilakukan.
  Tumpahan janji-janji manis mulai meluber di setiap plosok desa maupun Rt/Rw, dengan teriakan lantang, lantunan janji itu dipaksa percaya oleh masyarakat, walau pada akhirnya harus berakhir tampa kejelasan bagi masyarakat. Tetapi menguntungkan para elit politik karna dengan kekuasaan dalam genggaman mereka bebas mengontrol kehidupan masyarakat.
Politik tidak lagi untuk kemanusiaan, tidak lagi untuk kenyamanan dan tidak lagi sebagai solusi, kini politik telah berevoluso menjadi sarang pembohong, sarang penipu dan sarang dari tikus berdasi. Politik kini digunakan sebagai percikan api yang siap menjilat ketentraman masyarakat, politik yang demikian dapat saya kategorikan dalam" Prilaku Politik Bejad" yang menggunakan moncongnya untuk memprofokasi pemilih. Moncongmu adalah harimaumu.
  Moncong elit politik merupakan hal yang berbahaya dalam pentas drama perpolitikan di tanah air, mulai dari Partai Surga dan Partai bukan surga, pilih Jokowi akan masuk surga, dan lain-lain. Hal ini menjadi problem dalam masyarakat kalangan bawah yang tentunya menambah panas suhu politik di tanah air. Moncong busuk yang mengeluarkan virus profokatif seharusnya dihabisi bukan di beri klarifikasi. Jika hal ini dibiarkan maka akan muncul mongcong-moncong baru yang lebih tak beretika.
 Entah apa fokus dari politisi, apakah tahta? Harta? Ataukah kemanusiaan?, entahlah biarkan pertanyaan itu di jawab dalam hati dan semoga jawabannya adalah demi kepentingan bangsa dan negara.