Mohon tunggu...
Anggi Azzuhri
Anggi Azzuhri Mohon Tunggu... Penulis - Islamic Studies Research Fellow and Freelance Writer

Sebagai alumni Qatar Foundation yang punya visi "Innovation, Breakthrough, Discovery", saya berusaha untuk memenuhi visi ini. Langkah yang saya lakukan adalah dengan menjadi seorang penulis lepas dan membangkitkan semangat literasi pada orang Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ibnu Khaldun Merupakan Definisi Multi-Tafsir dan Influencer Skala Massif

7 Agustus 2021   17:02 Diperbarui: 7 Agustus 2021   17:28 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa bulan lalu, beredar kabar yang cukup populer di Indonesia, menyatakan bahwa Mark Zuckerberg menjadikan Muqaddimah Ibn Khaldun sebagai bacaan favoritnya. Kabar ini tentu saja faktual dan dikonfirmasi langsung oleh pendiri facebook tersebut. Tetapi kabar ini dipolitisasi oleh aktifis-aktifis tertentu untuk menguatkan narasi mereka bahwa "Islam itu agama inspiratif" dengan dasar dakta kitab Muqaddimah ibn Khaldun dibaca oleh Mark Zuckerberg. Disatu sisi, saya cukup bahagia mendengar fakta bahwa Muqaddimah Ibn khaldun masuk dalam buku populer di barat, cukup untuk mendiamkan para aktifis anti Arab di Indonesia. Meski demikian, politisasi fakta ini juga merupakan hal yang membuat saya panas-dingin. Pertanyaan yang muncul di benak saya, apakah aktifis itu pernah baca Muqaddimah Ibnu Khaldun? atau hanya berdasarkan outer facts bahwa Ibn Khaldun merupakan seorang Muslim, menulis dalam bahasa Arab, dengan demikian buku tersebut merupakan buku yang semisal dengan kitab-kitab fiqh; dengan sangkaan ini mereka menganggap bahwa Mark Zuckerberg sedang mempelajari Islam?

Sebelum dipilah lebih detail tentang konten dari Muqaddimah Ibn Khaldun, saya perlu menyampaikan satu hal urgen yang wajib dianut oleh semua orang: kurangilah bicara dan perbanyaklah belajar jika belum paham. Pesan ini terinspirasi setelah saya mempelajari Dunning-Kruger effect, sebuah kondisi dimana orang yang bodoh merasa confident dengan kebodohannya lalu berbicara dengan suara yang lantang dan sesuka hati. Secara sederhana, sepertinya para aktifis tadi sedang mengalami Dunning-Kruger effect karena yang mereka sangkakan benar-benar jauh dari fakta. Muqaddimah Ibn Khaldun merupakan kitab tentang metodologi historiografi (pedoman menulis sejarah) sekaligus kitab epistimology (teori pengetahuan) dan politics-sociology. Beberapa thesis Ibn Khaldun bahkan berlawanan dengan mainstream Muslim saat itu, seperti: Ibn Khaldun mengatakan bahwa pajak kenegaraan merupakan hal urgen, atau warga negara harus digiring untuk menghasilkan lebih setiap harinya agar ekonomi bertumbuh. Bukankah keduanya terkesan "kapitalis"?

Abdurrahman bin Khaldun Al-Hadhrami At-Tunisi (d. 1406) bukanlah seorang kapitalis atau pencetus kapitalisme. Namun Ibn Khaldun merupakan promotor economy growth, suatu prinsip ekonomi yang nantinya juga menjadi thesis utamanya kapitalisme dan merkantilisme, hanya saja lebih bebas dan amoralis. Begitupula soal perpajakan, Ibn Khaldun menempatkan posisi menteri finansial sebagai posisi yang lebih penting daripada kementrian lainnya, lantaran penghasilan negara yang berasal dari retribusi, waqaf, zakat, rampasan perang dan pajak tanah jika tidak dikelola oleh menteri yang tepat justru membuat devisa yang besar punya manfaat yang sedikit. 

Dua topik yang di-cover oleh Ibn Khaldun dalam Muqaddimahnya memberikan indikasi bahwa Ibn Khaldun bisa jadi seorang yang sekuleris bahkan keluar dari sebutan ulama, sebagaimana sangkaan orang-orang wahabi yang mengatakan Ibn Khaldun adalah bukanlah ulama. Akan tetapi sangkaan ini adalah "batil", karena Ibn Khaldun sendiri menekankan bahwa peradaban yang hebat dalam persoalan state revenue hanya mengandalkan tiga sumber yang sudah dibahas Syari'at: Zakat, Kharaj, dan Waqaf. Sebuah narasi yang juga mengindikasikan bahwa Ibn Khaldun sangat pro terhadap Syari'at Islamiyah.

Dalam kajian objektif terhadap Ibn Khaldun, afiliasi dan tendensi Ibn Khaldun sangat majemuk dan multi-perspektif. Sebagaimana disampaikan oleh Mohammad Salama dalam bukunya: Islam, Orientalism and Intellectual History: Modernity and the Politics of Exclusion since Ibn Khaldun. Ibn Khaldun bisa dimunculkan sebagai seorang yang sekuler, islamis, nasionalis, sejarawan, Aristotelian, dan konsevatif. Semua kembali pada peneliti yang mempelajari Ibn Khaldun. 

Ernest Rosenthal dan Kamil Ayyad memandang Ibn Khaldun sebagai promotor cara berfikir sekuler dalam mempelajari sejarah, namun Franz Rosenthal (penerjemah Muqaddimah) justru memandang Ibn Khaldun sebagai seorang yang sangat mensakralkan Islam dan Syariat. Sementara tokoh-tokoh pan-arabisme meyakini Ibn Khaldun merupakan orang nasionalis Arab pertama yang ini juga ditentang oleh para filosof kontinental yang menganggap Ibn Khaldun seorang Aristotelian dan universalis. Akar dari perbedaan pandangan ini berada pada perspektif dan presumption saat mempelajari Ibn Khaldun. Bisa dipastikan Ibn Khaldun sendiri berada dalam posisi netral terhadap segala ide dan terkesan lebih mengedepankan realita.

Mungkin sedikit yang tahu, bahwa Ibn Khaldun merupakan pengagum Ibn Jarir At-Tabari dan disaat yang sama merupakan pengkritik terbesar metode At-Tabari dalam penulisan sejarah. Ibn Khaldun juga menyerang para mufassir dalam menukilkan riwayat Israiliyat dan Hadits Ahad yang terkesan tanpa filter, secara tidak langsung yang dikritisi disini adalah Ibn Katsir (d. 1337). Pembiasan sejarah terhadap Syiah Ismailiah di Daulah Fatimiyah juga diserang secara tajam oleh Ibn Khaldun dengan label "pembiasaan teologis", begitu pula dengan kisah bahwa tentara Nabi Musa As berjumlah 600.000 yang dalam ungkapan Ibn Khaldun "bertentangan dengan akal sehat manusia". Disamping persoalan historiografi, Ibn Khaldun dalam persoalan politik dan sosialnya memandang bahwa ikatan kesukuan itu lebih kuat daripada ikatan religius, karena perpindahan agama itu lebih mungkin terjadi daripada perpindahan kesukuan. Hal ini memang patut dikritisi di era modern, karena proses naturalisasi saat ini lebih mulus dibanding proses konversi. Hal yang telah disebutkan diatas merupakan sebagian thesis Ibn Khaldun yang kalau saja dibaca oleh para aktifis tadi, akan mengubah pandangan mereka terhadap Ibn Khaldun.

Walaupun demikian, Ibn Khaldun terus menekankan bahwa Islam merupakan hal yang tidak akan punah sebagaimana siklus peradaban. Menurutnya, berjalannya Syari'at Islam tanpa membutuhkan sebuah aturan positif yang mengikat (bermakna, setiap orang dalam sebuah komunitas sadar untuk menjalankkannya) merupakan indikasi kebangkitan sebuah peradaban. Sebuah hal yang juga mengindikasikan seberapa terpautnya Ibn Khaldun terhadap Islam. Sehingga sulit untuk mengatakan Ibn Khaldun seorang Islamis atau Sekuleris, namun yang bisa dipastikan adalah Ibn Khaldun merupakan cendikiawan Muslim yang taat dan mempengaruhi peradaban Islam setelahnya, terutama pasca era kolonialisme.

Kembali ke Mark Zuckerberg, sekalipun tidak ada statement pasti soal motivasi Mark dalam membaca Muqaddimah, tetapi hal yang paling mungkin menjadi motif Mark adalah teori ekonomi, politik dan sosiologinya Ibn Khaldun. Syed Farid Al-Attas menulis sebuah biografi ringkas tentang Ibn Khaldun dan menyebutkan bahwa Ibn Khaldun bukan hanya bapak sosiologi tetapi juga tokoh ekonomi, politik, syari'at, hukum, tata negara yang mempengaruhi kondisi modern secara jelas. Walaupun tidak muncul secara eksplisit, kemungkinan besar inspirasi sistem federal (dimana sebuah negara terdiri dari negara bagian yang punya otoritas masing-masing) yang pernah digunakan oleh Daulah Abbasiah dan periode Muluk Tawaif di Andalus, muncul dari Kitab Al-'ibar yang merupakan lanjutan dari Muqaddimah Ibn Khaldun.

Dapat disimpulkan, bahwa Ibn Khaldun merupakan definisi dari multi-tafsir dan influencer skala masif untuk kondisi masa modern. Tidak hanya punya posisi signifikan dalam tradisi keilmuan Islam (kecuali mereka yang tidak menganggap kealiman Ibn Khaldun), posisi yang sama juga eksis dikalangan non-muslim modern (diluar para Islamophobes dan pergerakan sayap kanan).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun