Mohon tunggu...
Bethesda Elizabeth Lumbantoruan
Bethesda Elizabeth Lumbantoruan Mohon Tunggu... Pekerja Sosial -

If you want it, you have to work for it suka menyanyi, naik gunung, senang ke tempat baru, dan lagi senang-senangnya "menggambar"

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Orang dengan pengguna Zat Adiktif Itu, Saudara Kita juga

28 September 2016   19:20 Diperbarui: 13 November 2016   00:44 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
saat diklat pekerja sosial adiksi | Dok Pri

Saya tak pernah berpikir bahwa Saya akan terjun ke suatu dunia yang sebelumnya tak pernah terpikirkan sebelumnya. Setelah lulus kuliah, mungkin mimpi untuk bekerja di perusahaan besar atau ternama itu adalah hal yang wajar bagi sebagian besar lulusan baru termasuk saya. Setelah akhirnya kesana kemari mencoba suatu pekerjaan, dan entah mengapa Tuhan kasih sesuatu yang ada di luar dugaan saya. 

Ya. Awal tahun 2015 saya bergabung menjadi salah satu tenaga kontrak kementerian sosial yang dipekerjakan di sebuah yayasan sosial rehabilitasi narkoba yang terletak di sumatera Utara. Setelah usut punya usut dan mencoba mencari informasi tentang bagaimana gambaran kondisi panti rehabilitasi di Indonesia, saya sedikit ciut setelah mendengar bahwa di panti tidak hanya mereka yang menjadi Gangguan Pengguna Zat (GPZ = sebutan untuk para pengguna zak adiktif) yang kita akan hadapi tetap para klien yang juga terkena gangguan jiwa. 

Keraguan muncul di dalam pikiran saya, apakah akan mengambil pekerjaan ini atau tidak ditambah lagi tawaran gaji yang bakalan pas-pasan kalau dipikir-pikir untuk tinggal di kota besar. Ah, akhirnya saya putuskan untuk mengikuti saja dulu gimana nantinya diurus nanti sajalah. Kebetulan juga waktu itu dikabarkan kami akan pelatihan diklat ke Kalimantan Selatan (hmm.dalam hati mikir lumayan bisa ke Kalimantan gratis. hehehe).

Ternyata setelah dibimbing di balai diklat Kementerian Sosial RI di Kalimantan Selatan, pikiran saya mulai dibayang-bayangi tentang tidak mudahnya pekerjaan ini karena materi diklat yang sejujurnya jauh dari jurusan saya. Gambaran buruk tentang para pengguna narkoba mulai terbersit dipikiran saya. Kegalauanpun mulai terjadi.

Di suatu sore, di sela-sela pelatihan saya berbincang dengan seorang teman yang berhasil membuka cara berpikir saya. ‘’mungkin Tuhan ingin memakaimu agar mau berbagi bagi sesama melalui bidang ini, berbagi bukan hanya perkara uang atau materi, pekerjaan yang berhubungan dengan sosial itu hasilnya baik asal tulus dan mengerjakannya seperti mengerjakan untuk Tuhan”. Kalimat itulah yang memotivasiku untuk tetap mau bergabung untuk menjadi mitra bagi saudara/i kami yang menjadi GPZ. Akhirnya saya memutuskan untuk ikut bergabung dan bekerja di bidang adiksi ini.

Menekuni pekerjaan yang bersingungan langsung dengan para GPZ menurut saya bukanlah hal yang mudah. Mereka awalnya menganggap kami para pekerja baru adalah ancaman, kami adalah musuh bagi mereka. Setidaknya itulah yang bisa kupikirkan pada saat itu. Puluhan klien yang kami hadapi di panti rehabilitasi berasal dari berbagai latar belakang keluarga yang berbeda baik dari keluarga yang mampu secara materi, berpendikan, kelas menengah dan kelas bawah. Ada yang dulunya pernah bertahun-tahun menjadi anak jalanan, ada yang terkekang di keluarga, berbagai alasan mereka akhirnya terjerumus dan kecanduan adiksi. Sehingga berbagai macam karakter juga mereka munculkan di hadapan kami.

Di Suatu sore sekitar pertengah bulan Oktober 2015 ada seorang klien wanita yang sudah bertahun-tahun terjerat narkoba dan dibawa di panti kami, untuk dipulihkan. Saya kebagian tugas untuk melakukan assessment dan konseling pada beliau. Bukan hal yang mudah membuatnya mau terbuka tentang latar belakang keluarganya, tentang bagaimana beliau terjerat ke dalam dunia narkoba. Sama seperti diawal saya dianggap sebagai ancaman. Tetapi setelah beberapa bulan beliau bercerita bahwa sudah lama terjerat narkoba dan awalnya hanya iseng selama masa sekolah. 

Beliau berkomitmen untuk pulih dan tidak akan terjerat narkoba lagi. Setelah beberapa bulan ada di panti, akhirnya beliau diizinkan untuk pulang ke rumah. Sebelum berangkat pulang, beliau bersyukur pernah bertemu dengan saya dan berterima kasih sudah berbagi semangat. Beliau berharap dilain waktu bisa bertemu kembali dengan kondisi yang lebih baik. Saya sangat bersyukur jika ada klien yang pulang ke rumah dengan kondisi yang lebih baik dibandingkan awal mereka datang ke panti rehabilitasi.

Saat kunjungan keluarga klien. NB: klien tidak bisa dipublikasikan demi kode etik
Saat kunjungan keluarga klien. NB: klien tidak bisa dipublikasikan demi kode etik
Seiring berjalannya waktu saya menarik kesimpulan mengapa mereka ada di panti rehabilitasi adalah mereka ingin pulih dan ingin diterima kembali di keluarga dan masyarakat. Tidak bisa dipungkiri bahwa mereka para GPZ mengalami penolakan di masyarakat termasuk di keluarga. Mereka dianggap orang-orang yang gagal. Stigma negatif masyarakat terhadap mereka masih sangat kuat.

Saya menemukan titik dimana kita tak perlu memiliki kelebihan kuhusus untuk berbagi, hanya memerlukan hati dan ketulusan. Saya tidak bilang bahwa saya sempurna tetapi saya yang awalnya ragu untuk berbagi semangat dan ragu untuk mau masuk ke dalam masalah mereka ternyata bisa dan dimampukan yang Kuasa. Saya mau teman-teman semuanya menerima mereka dengan tangan terbuka setelah mereka kembali dari rehabilitasi dan para pecandu GPZ yang masih ada di luar sana, mari kita bawa ke pantai rehabilitasi, rangkul mereka sebagai saudara karena mereka juga anak-anak bangsa Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun