Mohon tunggu...
Ian Hidayat
Ian Hidayat Mohon Tunggu... Lainnya - Guru

Praktisi Pendidikan, Editor Lepas dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Konsistensi Perlawanan Nahdlatul Ulama: Jaringan Terorisme Masih Hidup

3 Maret 2021   22:31 Diperbarui: 3 Maret 2021   23:16 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia kembali dibuat geger setelah ditangkapnya sembilan orang terduga teroris, di empat daerah di Jawa Timur yang menjadi lokasi penangkapan yakni Surabaya, Malang, Kediri dan Bojonegoro. Di Surabaya, dua orang terduga teroris diamankan. Di hari yang sama, Densus 88 juga menangkap seorang terduga teroris di kawasan Tanjungsari. Di Bojonegoro, tim Densus 88 menangkap empat orang terduga teroris, diantaranya di Kecamatan Padangan; Kecamatan Kasiman; Kecamatan Padangan; Dan yang Keempat, di Kecamatan Kepohbaru. Di Malang, Densus 88 mengamankan seorang terduga teroris. Dan di Kediri, Densus 88 mengamankan dua orang terduga teroris. Mereka dari Kecamatan Gurah, serta satu orang lagi yang belum diketahui identitasnya. Keduanya ditangkap saat akan keluar rumah menggunakan mobil.

Fenomena ini terjadi disebabkan oleh hilir mudiknya ideologi-ideologi transnasional yang dibawa oleh kelompok-kelompok dari negara Barat maupun Timur, yang dalam kebiasaanya sangat berbeda dengan Indonesia. Selanjutnya, menjadikan Indonesia sebagai negara ketiga dalam ajang kontestasi negera-negara tersebut, yang pada akhirnya menciptakan berbagai konflik sosial salah satunya didasari oleh agama, dikarenakan ideologi atau paham-paham yang dibawa dalam asasnya sangat bertentangan dengan Pancasila.

Seperti yang ramai diberitakan, mereka adalah jaringan Usman bin Sef alias Fahim. Dulu Fahim pernah jadi Ketua Jamaah Islamiyah Jawa Timur. Fahim ditangkap tahun 2004, setelah bebas dari tahanan, Fahim sempat terdeteksi aktif di Jamaah Ansharu Daulah dan mendukung ISIS. ISIS (Islamic State of Iraq and Shiria) yang digagas oleh Abu Mushab Al-Zarqawi yang awalnya menamai kelompoknya Tauhid wal Jihad, yang akhirnya menyatakan sumpah setia kepada Al-Qaeda dan mengganti nama kelompoknya menjadi ISI (Islamic State in Iraq).

Penulis berpendapat bahwa Indonesia yang memiliki bentuk negara Republik dengan sistem Demokrasi dan berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dan Bhineeka Tunggal Ika sebagai pemersatu diantara beribu perbedaan dianggap oleh mereka sebagai Thogut. Tindakan ekstrim seperti itu hanya membuat nama baik Islam tercoreng di mata dunia, Terorisme menampilkan wajah muslim yang menakutkan, pada akhirnya melahirkan kontradiksi dari ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah dengan konsep Rahmatan Lil ‘Alamin. Rasulullah membawa Islam di tanah arab dengan cara Perdamaian, walaupun sebagian dalam perjalanan syiarnya Rasulullah sering dihadapkan oleh peperangan, tetapi dalam peperangan ini Rasulullah lakukan sebagai upaya mempertahankan Islam dari serangan-serangan yang ingin menghancurkan Islam. Karena itulah, Rasulullah selalu menyampaikan risalah dengan Ramah.

Pancasila yang di dalamnya menerima segala macam suku, agama, ras dan antar golongan (SARA), dicabik-cabik oleh kelompok-kelompok Teroris dengan berpendapat bahwa orang-orang di negara ini sebagai perusak ajaran agama dikarenakan tidak berdasarkan kepada aturan yang sudah ditetapkan oleh Allah swt. Sehingga mereka berani untuk menyakiti seseorang dengan menyebut orang tersebut Kafir yang tidak satu pemikiran dan pemahaman dengan mereka, dan bahkan mereka berpikiran bahwa darah orang-orang tersebut halal untuk dibunuh.

Rangkaian fenomena yang saat ini sedang terjadi di Indonesia, membuat para pewaris ajaran Islam yang dibawa oleh Walisongo bergerak untuk membentengi dari kelompok pemecah kesatuan dan persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia, salah satunya adalah Nahdlatul Ulama’ dengan Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah, masih tetap konsisten menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berdakwah dengan menebar Islam damai. Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah inilah yang menjadi antitesis dari kelompok Teroris maupun kelompok lainnya yang bertentangan dengan Pancasila. Karena itulah, Nahdlatul Ulama’ menjadi garda terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan pemikirannya yang moderat (Tawasuth) dan toleransi (Tasamuh).

Menurut KH. Said Aqil Siraj, “pemikiran NU dalam mengembangkan nasionalisme berasal pemikiran KH. Hasyim Asy’ari yang menyatukan antara konsep Islam dan nasionalisme”. Tradisi amaliyah dalam Nahdlatul Ulama’ sejalan dengan nilai nasionalisme yaitu menjaga tradisi, menjaga jati diri bangsa Indonesia, kepribadian yang langsung ke masyarakat. Selanjutnya, Menurut Habib Luthfi : “Nasionalisme Indonesia timbul sebagai rasa syukur kita kepada Allah. Allah menciptakan manusia bersuku-suku berbangsa supaya saling mengenal (lita’arofu). Ketika sudah saling mengenal, maka akan tumbuh menjadi bangsa, cinta tanah air.”

Oleh Karena itulah, Ahlussunnah Wal Jama’ah khususnya Nahdlatul Ulama’ An-Nahdliyah harus menjadi lokomotif utama di dalam melawan aksi-aksi teror dan tindakan-tindakan kekerasan atas nama agama. Apapun alasannya, gerakan-gerakan radikal harus di sikapi dengan kerjasama-sosial seluruh komponen masyarakat dunia. Bahwa, gerakan sosial yang muncul akhir-akhir ini menjadi anti-tesis dari gerakan yang marak muncul dipermukaan atas nama agama tertentu. Tentu hal itu sah-sah saja, sepanjang gerakan tersebut memposisikan diri di dalam pembangunan suatu negara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun