Mohon tunggu...
Ian Hidayat
Ian Hidayat Mohon Tunggu... Lainnya - Guru

Praktisi Pendidikan, Editor Lepas dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Investasi Minuman Alkohol: Awas Salah Mabok!

2 Maret 2021   14:45 Diperbarui: 2 Maret 2021   15:27 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://cdn.ayobandung.com

Dasar karoban pawarta,
bebaratan ujar lamis,
pinudya dadya pangarsa.
Wekasan malah kawuri.
Yen pinikir sayekti,
mundhak apa aneng ngayun,
Andhedher kaluputan.
Siniram ing banyu lali.
Lamun tuwuh dadi kekembenging beka.

Artinya :

Pokok persoalannya adalah mendapat berita,
kabar angin yang seolah-olah,
akan ditunjuk sebagai pemuka.
Akhirnya malah tersingkir.
Kalau direnungkan dengan sungguh-sungguh,
bertambah apa sih menjadi pemuka itu?
Hanya menebarkan kesalahan.
Seperti tenggelam dalam kealpaan.
Jika membesar menjadi penuh dengan kesusahan.

***

Penulis sengaja memuat Bait ke-4, tembang Sinom dari serat Kalatidha karya pujangga agung Raden Ngabehi Ranggawarsita III sebagai pembuka dalam tulisan ini.

Serat ini masih menceritakan zaman dimana kerusakan demi kerusakan timbul di satu negara, seperti tulisan sebelumnya yang berjudul "Zaman Edan: Omnibus Law dan Kelaliman Pejabat", penulis kembali mengutip dari salah satu bait dalam serat kalatidha. Karena menurut penulis masih sangat relevan sampai hari ini sebagai bahan kajian, baik dalam permasalahan politik, sosial budaya maupun agama.

Beberapa hari ini, Indonesia kembali diramaikan setelah Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken pada tanggal 2 Februari 2021.

Penyebabnya antara lain adalah terdapat aturan tentang minuman alkohol, dijelaskan bahwa minuman alkohol masuk ke dalam daftar positif investasi (DPI) dan terdapat dalam lampiran III nomor 31, 32, dan 33. Hal tersebut barang tentu mendapatkan penolakan secara tegas oleh beberapa kalangan.

Ditambah lagi dalam lampiran III nomor 44 dan 45 termuat aturan tentang perdagangan dan pendistribusian minuman alkohol. Sehingga tidak salah akan banyaknya penolakan dari beberapa kalangan.

Di sinilah permasalahannya, mungkin ini kebodohan saya sebagai penulis. Dalam lampiran Perpres tersebut dijelaskan bahwa terdapat persyaratan, bahwa hal tersebut boleh dilakukan pada 4 (empat) Provinsi saja, diantaranya Provinsi Bali; Provinsi Nusa Tenggara Timur; Provinsi Sulawesi Utara; dan, Provinsi Papua.

Dan ternyata pemerintah daerah tersebut menyambut baik. Seperti Provinsi Bali contohnya, dengan melansir dari www.jpnn.com Gubernur Bali Wayan Koster, mengungkapkan "Masyarakat Bali memberi apresiasi dan menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Pusat.

Sejumlah wilayah di Bali secara alamiah dianugerahi dengan tumbuhnya pohon kelapa, enau (jaka), dan rontal (ental) yang secara tradisional dapat menghasilkan Tuak sebagai sumber penghidupan bagi masyarakat setempat.". Hal tersebut dikarenakan Bali biasa mengonsumsi arak dalam aktifitas sehari-harinya.

Begitupula dengan NTT yang memiliki minuman Sophia yaitu minuman beralkohol asli NTT, lalu ada Sulawesi Utara yang memiliki Cap Tikus dan sudah tembus pasar Global. Walaupun Gubernur dan DPRD Papua menolak minuman alkohol, dikarenakan tidak terkendalinya peredaran minuman alkohol di masyarakat.

Sebenarnya penulis malas membahas minuman alkohol ini, sudah bertahun-tahun menjadi permasalahan tapi tak pernah kunjung selesai. Dimulai dari penertiban penjual minuman alkohol sampai pabrik-pabrik minuman alkohol oplosan.

Anehnya kenapa masih tetap banyak, bak rerumputan di musim penghujan, mereka begitu subur. Ya tentu saja karena mereka dilindungi oleh beking sebagian aparat, penulis sengaja tidak menulis oknum, karena oknum jika diartikan dalam KBBI adalah orang seorang; perseorangan. Sehingga wajar saja minuman alkohol bebas beredar dimana-mana.

Jika memang serius memberantas minuman alkohol atau minuman beralkohol, kenapa ada pabrikan yang dilegalkan untuk memproduksi. Contohnya anggur merah yang diproduksi perusahaan besar, mengapa ini tidak ditindak, atau karena mereka melebelkannya sebagai JAMU, padahal sudah sangat jelas terdapat kadar alkohol di dalamnya.

Lalu, bagaimana dengan salah satu perusahaan besar yang memiliki kantor di Sudirman Plaza, Jakarta dan bergerak di bidang distributor minuman alkohol dengan brand-brand Internasional. Sehingga perederannya sangat bebas, baik diperjualbelikan di toko, warung-warung kecil bahkan dijual bebas di web penjualan online.

Mengapa semuanya diam-diam saja, tidak ada penolakan sama sekali. Sungguh aneh sekali menurut penulis. Dan, bagaimana dengan Pemprov DKI Jakarta yang sampai hari ini masih terikat dengan produksi minuman alkohol, tercatat bahwa Pemprov DKI Jakarta menguasai 26,25 persen saham pada PT Delta Djakarta Tbk. yaitu perusahaan produsen bir Angker.

Dari permasalahan ini, penulis mendapatkan kesimpulan bahwa dalam mengatasi minuman alkohol, membutuhkan sinergitas dari pemerintah pusat hingga daerah, dan bukan hanya pemerintah tapi juga seluruh elemen masyarakat harus turut andil dalam pemberantasan minuman alkohol. Semuanya harus berkonsisten dalam mengatasi permasalahan ini.

Dan untuk Provinsi yang disebutkan diatas, bisa saja tetap melanjutkan produksinya, selama hanya diedarkan dan dikonsumsi ditempat khusus, sehingga tidak diperjualbelikan secara bebas.

Kata-kata penutup "Waspadalah!!! Yang memabukan bukan hanya alkohol" hehehe....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun