Mohon tunggu...
Ian Kassa
Ian Kassa Mohon Tunggu... Freelancer - Merdeka dalam berpikir.

Percaya bahwa tak ada eksistensi tanpa perbedaan. Serta percaya pada proses, bukan pada mitos.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Duka dari Surabaya, Teroris Musuh Bersama

13 Mei 2018   13:33 Diperbarui: 13 Mei 2018   14:00 1011
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompas.com/PALUPI ANNISA AULIANI

Minggu, 13 Mei 2018.

Langit cerah menggantung di kota Makassar. Sambil menunggu seorang teman yang sedang memanaskan motornya, saya menyempatkan ngobrol santai dengan salah seorang teman yang lain. Kuajak teman itu ke warkop. Dia menolak dengan halus karena dia ada jadwal bermain futsal.

Motor kami melaju membelah jalan dengan kecepatan normal. Sesekali kuperhatikan pengendara motor yang lain. Nampak sepasang pengendara, seorang anak gadis menyetir. Seorang ibu duduk di belakangnya. Ibu tersebut menggenggam sesuatu, Alkitab. Besar kemungkinan mereka hendak ibadah ke gereja.

Tidak lebih dari 20 menit kami sudah tiba di warkop. Kami memilih meja, duduk lalu memesan kopi susu dan seporsi pisang goreng hangat. Saya memilih warkop pagi ini gegara kekeringan paket data. Secepat mungkin jaringan Wi-Fi saya aktifkan. Setelah tersambung, rentetan pesan WA masuk bagai berondongan senjata.

Sebuah pesan dalam bentuk vidio amatir datang dari seorang paman yang bertugas sebagai seorang Polisi. Ditambah dengan keterangan: "...barusan bom lagi di Surabaya pagi ini."

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Rasa terkejut tidak bisa saya sembunyikan. Darah saya mendidih, spontan saya melontarkan kata-kata kotor dalam bahasa Makassar. Teman saya yang duduk tepat di samping kanan ikut kaget, "Kamu kenapa?" kata dia heran. Segera kukirimkan vido tersebut kepadanya. Saat ia menyaksikan vidio tersebut, raut wajah mengguratkan rasa marah.

Di satu sisi saya bersyukur sebab bom itu tidak meledak di Makassar. Namun, pada sisi yang lebih dalam saya sedih, marah dan sangat berduka. Belum ada seminggu Indonesia diguncang dengan insiden pemberontakan narapidana teroris di Mako Brimob, kini serangan teror kembali mengambil momentum.

Seperti lagu lama yang diputar kembali, lagi dan lagi sasarannya adalah rumah ibadah ummat Kristiani. Saya bukanlah orang yang jago dalam memberikan analisis argumentatif, tapi entah kenapa, saya menduga bahwa sepertinya ada berbagai upaya untuk menyulap Indonesia layaknya Suriah. Ada upaya penggiringan opini untuk menciptakan rasa ketidak percayaan terhadap pemerintah dan Polri. Jika ini benar, maka perang saudara di ambang mata. Integritas bangsa menjadi taruhannya. Tetapi semoga saya salah. Saya tetap optimis Polri telah melakukan dan akan terus melakukan yang terbaik.

Walau pun demikian, perasaan geram saya belum juga padam. Bagaimana tidak, saat ada korban yang berjatuhan akibat ulah terorisme, masih saja ada ujaran-ujaran konspiratif yang tak berdasar. Kata mereka ini rekayasa pemerintahlah, ini pengalihan isulah, dan apalah-apalah itu. Mereka bilang ini pengalihan dari naiknya dollar ke angka Rp, 14.000/ 1 dollar. What?! Naikkan saja sampe ke taraf Rp, 15.000, saya yakin ekonomi Indonesia tidak akan kolaps. Dalam rentan 1-2 bulan pemerintah bisa mencarikan solusinya.

Saya terkadang merenung, apa mereka yang berujar pengalihan isu tidak sama sekali memiliki rasa empati ke keluarga korban? Percayalah, nada sumbang pengalihan isu sama sekali tidak bisa menyeka duka keluarga korban. Ketimbang berteriak pengalihan isu, sebaiknya mari sama-sama mempertegas bahwa teror dan teroris adalah musuh kita bersama.

Salam damai, mari kita jaga Indonesia dengan semangat toleransi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun