Mohon tunggu...
Ian Hidayat
Ian Hidayat Mohon Tunggu... Penulis - Sedang bercanda cita

Menempuh pendidikan di UIN Alauddin Makassar dengan beasiswa dari orang tua

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tentang Hutan di Era Penggusuran

4 Juni 2022   20:05 Diperbarui: 4 Juni 2022   20:08 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hutan sebagai bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia sepertinya perlu dievaluasi keberadaannya. Baik melalui data dan penangangannya maupun konsepnya dalam kehidupan bermasyarakat. Hutan merupakan sumberdaya alam yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan baik secara langsung (tangible) maupun tidak langsung (intangible), peranan hutan secara langsung dapat terlihat dengan bukti adanya keberadaan hutan sebagai sumber pemenuhan bahan baku kayu serta berbagai keanekaragaman hayati lainnya yang dapat langsung kita manfaatakan. Peranan hutan secara tidak langsung dapat kita rasakan dengan bukti bahwa hutan merupakan penyedia oksigen, pengatur tata air, berperan sebagai pengatur tata air, penyedia oksigen, sumber pemenuhan.

Lebih lanjut lagi, hutan juga menjadi selipan, kisah kisah metaphor dalam kisah sastrawi, kisah kisah itu selalu menggambarkan hutan sebagai tempat pencaharian jati diri manusia. Nicholas Carr memberikan contoh melalui catatan harian Hawthorne. Hawthorne, novelis kondang Amerika ini, suatu kali di musim panas sedang duduk di lahan terbuka tengah hutan, tempat indah bernama Sleepy Hollow. Hawthorne merasakan bagaimana sinar matahari, desah halus angin, keharuman pohon memberikan kegembiraan dan perenungan kekuatan spiritualitas. Tapi tiba-tiba terdengar lokomotif, suaranya melengking mengubah harmoni alam.

Hawthorne menganggap lengkingan itu menggambarkan kisah manusia sibuk, sibuk dengan bisnis dan membawa dunianya yang gaduh ke kedamaian kita. Hutan sebagai sebuah tempat tenang untuk merenung dan menciptakan kedamaian, digaduhkan oleh hasrat rakus manusia. Keberisikan yang mengganggu perenungan.

Atau dalam kisah kisah mitologi nusantara misalnya, masyarakat bugis yang mempercayai eksistensi makhluk mitologi bertubuh besar yang tinggal di hutan. Dalam masyarakat bugis pada umumnya dikenal "kalumba" di beberapa daerah. Makhluk yang digambarkan tinggi besar, sekali melangkah dapat memperok porandakan suatu desa. Memang sastra dalam masyarakat Nusantara menjadi tameng dalam kearifan lokal untuk menjaga keberadaan hutan.

Sastra dalam bentuk hikayat telah berkembang selama ratusan bahkan ribuan tahun untuk menjaga kelestarian hutan. Walaupun dalam beberapa masyarakat beragama Nusantara hal tersebut menjadi pertentangan dengan alasan moril dan sebagainya.

Jika menggunakan landasan dalil Quran sebagai bagian dari landasan berargumen umat beragama mayoritas. Maka kita dapat merujuk pada Q.S. Al Baqarah:25  

"Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk Mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukaikebinasaan."

Prinsip kehutanan pada dasarnya perlu direkonstruk agar nantinya tidak terjadi penggusuran dan pembabatan hutan secara semena mena. Kita juga tidak mungkin berpatokan pada hikayat dalam menjaga kehutanan, karena bisa menjadi mitos. Pada akhirnya kita berbicara tentang hutan bukan sekedar menjaga lingkungan maupun keasrian. Namun, bagian dari metode mitigasi bencana.

Masyarakat Indonesia sendiri umumnya masih memandang keberadaan hutan sebagai lahan kosong tidak terawat. Sehingga seringkali merelakan hutannya diganti beton dan semen. Memang cara paling sering digunakan yaitu metode pencegahan secara mitos. Mitos sesuai yang dimaksud Harari, Harari memandang mitos sebagai bagian dari revolusi kognitif manusia. Revolusi itu melahirkan kemampuan komunikasi lebih dari binatang lain. Pada akhirnya komunikasi itu menjadikan manusia mampu menyusun cerita yang mencegah manusia melakukan suatu hal secara imajinatif.

Agama seharusnya bisa hadir mencegah kerusakan hutan tersebut. Namun, sayangnya dalam eksistensi agama mayoritas di Indonesia, Islam. Gagal memberikan solusi di ranah tersebut. Tafsir ayat kontemporer masih mengamini manusia sebagai subjek tertinggi dari sifat kemuliaan Tuhan. Hari ini para pemikir Islam khususnya di Indonesia gagal memberikan implementasi terhadap kesetaraan antara manusia dengan alam.

Kegagalan tersebut terpampang jelas melalui aturan perundangan yang ada. Secara yuridis normative, definisi hutan dimaksudkan dalam UU No 4 tahun 1999 tentang kehutanan. "Hutan dalam undang undang tersebut berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohona dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun