Mohon tunggu...
Ian Hidayat
Ian Hidayat Mohon Tunggu... Penulis - Sedang bercanda cita

Menempuh pendidikan di UIN Alauddin Makassar dengan beasiswa dari orang tua

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Banjir di Negri Hujan

28 Februari 2021   14:04 Diperbarui: 28 Februari 2021   14:18 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kisah Kasih di Negri Hujan

Di awal tahun ini kita disambut dengan berbagai suguhan fenomena alam rutin yang terjadi seperti curah hujan yang cukup tinggi. BMKG memperkirakan musim hujan akan berlangsung hingga April nanti. Sejalan dengan itu fenomena bencana alam seperti banjir mulai bermunculan di berbagai judul pemberitaan media massa.


Untuk memberikan efek ketenangan pada masyarakatnya seorang raja di suatu kerajaan bagian Asia sebelah tenggara menyampaikan keterangan bahwa memang wajar terjadi dan itu murni akibat curah hujan yang tingg sehingga mengakibatkan banjir. Keterangan tersebut di lain waktu dan lain tempat menjadi bahan obrolan bapak bapak berkumis di warung kopi, sembari mengisap tembakau lokal salah seorang dari mereka menuduh bahwa ini merupakan efek eksploitasi terhadap hutan hutan yang seharusnya menjadi daerah resapan air.


Di negri lain dengan kerajaan yang sama salah seorang priayi ditangkap oleh panglima utusan raja dengan tuduhan atas monopoli persaingan usaha. Usut punya usut sang priayi sedang bersekongkol dengan pedagang dari negri nun jauh disana untuk membangun sebuah proyek raksasa yang letaknya di ujung negri. Letaknya berada di ujung pandang mata. Proyek raksasa tersebut memakan biaya yang besar serta meminta tumbal nelayan nelayan yang berada di sekitarnya.


Tak luput dari keganasan, laut dan pantai dirusak dan dikeruk pasirnya demi kepentingan proyek raksasa sang priayi dan koleganya.
Kabar ditangkapnya priayi menjadi berita menggemberikan bagi ibu bapak nelayan di negri ujung pandang. Pesta perayaan pun diadakan besar besaran menyambut kabar tersebut. Tak lupa bapak bapak berkumis di warung kopi turut diundang merayakan suka cita, dengan gembira mereka ngobrol santai dengan kopi juga sajian makanan yang bahan bakunya dari laut tersaji menemani obrolan sampai larut malam, juga ayat ayat peringatan oleh bapak berkumis yang menuduh eksploitasi terhadap alam disenangdungkan malam itu walau dengan ekspresi dan bentuk penyampaian wajah gembira.


Sayangnya, kegembiraan hanya berjalan sehari semalam. Bapak ibu nelayan mulai sadar walau Tuan Priayi ditangkap, laut tetap rusak. Laut terlanjur marah dan enggan membagikan ikan ikan yang dikandungnya. Siapa hendak disalahkan?
Bapak ibu nelayan mengadu pada bapak bapak berkumis di warung kopi, bapak bapak disana hanya bercerita bahwa ini semua akibat eksploitasi alam.


Bapak ibu nelayan pun pergi tanpa meraih solusi. Di perjalanan pulang bapak ibu nelayan bertemu bapak tidak bercelana tapi bersarung, ditanya kenapa tidak memakai celana jawabnya ia korban banjir. Ketika banjir datang ia tidak repot menggulung celananya untuk menghindari air yang membasahi cukup mengangkat sarungnya walau tidak menutup kemungkinan akan kebasahan juga.
Bapak ibu nelayan dan bapak sarungan hanya dapat pasrah menunggu sembari berdoa pada Tuhan semesta.


Tidak mau pasrah sekelompok muda mudi menuntut perbaikan dan anti rugi. Sayang raja tak rela keluar biaya untuk mengganti rugi semuanya, sebagai solusi raja menghadiahi para para pemuda dengan jabatan dan harta yang menggiurkan. Sebagian pemuda menerima dengan gembira, sebagian lagi menolak mentah mentah. Entah apa yang terjadi, Raja seperti kemasukan anak baru gede atau ABeGe yang labil menjadi marah ketika ditolak cewek gebetannya. Raja pun penjarakan mereka yang menolak dan biarkan mereka yang menerima harta dan jabatan hidup bahagia.
Sang Raja dan bawahannya pun hidup bahagia, sementara sebagian rakyatnya hanya dapat bersyukur atas kebahagiaan Sang Raja semabari meratapi nasib.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun