Mohon tunggu...
Mahéng
Mahéng Mohon Tunggu... Penulis - Freelance Writer

Saat ini, selain tertarik mengikuti kegiatan pengabdian masyarakat, ia terus belajar menulis serta sangat terpikat pada jurnalisme dan sastra. Perspektifnya sangat dipengaruhi oleh agama dan filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Transformasi Sistem Pembayaran ASEAN: Mempercepat Pertumbuhan Ekonomi melalui Konektivitas Sistem yang Efektif

22 Mei 2023   21:18 Diperbarui: 22 Mei 2023   21:19 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Deshanda Craft tampilkan kerajinan dari lidi pohon nipah di acara Karya Kreatif Indonesia, Transmart Pangkalpinang (26/3/2021). Foto: Dok Pribadi. 


Bayangkan saat liburan di Singapura, kamu bisa berbelanja dengan mudah tanpa repot menukarkan uang di money changer. Cukup dengan scan QR Code seperti saat membayar makan di Warteg!

Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN 2023 yang baru saja berlangsung di Labuan Bajo beberapa waktu lalu, Indonesia membawa 11 isu menarik yang dibahas dalam ASEAN Summit ke-42 itu. Salah satu isu yang menonjol adalah pembayaran yang saling terhubung antarnegara ASEAN berbasis Quick Response (QR) Code. Sistem pembayaran yang efektif dan terkoneksi ini memiliki peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah Asia Tenggara.

Dalam artikel ini, kita akan membahas pentingnya konektivitas sistem pembayaran ASEAN, manfaatnya, serta tantangan dan langkah-langkah yang harus diambil untuk mewujudkannya.

Sistem pembayaran di negara-negara ASEAN sebelumnya masih konvensional dan kurang terkoneksi dengan baik. Para pelancong harus menukarkan uang dua kali: pertama, dari rupiah ke dolar sebelum berangkat, dan kedua, dari dolar ke mata uang lokal saat tiba di negara tujuan.

Masalahnya adalah jika uang yang ditukarkan tidak habis di negara tujuan, sulit untuk menukarkannya kembali di dalam negeri. Money changer di Indonesia biasanya hanya menerima mata uang USD dan tidak menerima kebanyakan mata uang negara ASEAN lainnya. Akibatnya, uang yang tersisa hanya menjadi suvenir di Indonesia karena tidak dapat digunakan di pasar dalam negeri. Meskipun pelancong dapat menggunakan kartu kredit untuk menarik uang di negara tujuan, akan tetapi dikenakan biaya admin sebesar USD 5 per transaksi penarikan.

Pada ASEAN Summit ke-42 yang diadakan baru-baru ini, dilakukan upaya untuk memperbaiki masalah tersebut. Selain membahas isu-isu penting seperti penguatan kapasitas ASEAN, keanggotaan Timor Leste, krisis Myanmar, pencegahan perdagangan orang, pekerja migran, pekerja perikanan, sektor kesehatan, jejaring desa, dan kendaraan listrik, salah satu hal menarik yang dibahas adalah implementasi sistem pembayaran terhubung melalui QR Code antarnegara di ASEAN.

Diharapkan bahwa dengan adanya konektivitas ini, sistem pembayaran di ASEAN dapat terintegrasi dengan lebih baik, sehingga memudahkan transaksi bagi wisatawan dan mempercepat pertumbuhan ekonomi di seluruh kawasan ASEAN. Saat ini, kebijakan ini terlebih dahulu diterapkan dalam sektor pariwisata dan UMKM di lima negara bank sentral ASEAN, yaitu Filipina, Malaysia, Indonesia, Singapura, dan Thailand, sebelum akhirnya diterapkan di seluruh negara-negara ASEAN.

Konektivitas sistem pembayaran ASEAN memiliki potensi besar. Dengan populasi lebih dari 670 juta jiwa dan PDB gabungan lebih dari 3 triliun dollar AS, ASEAN memiliki potensi untuk menjadi pemain utama dalam ekonomi global.

Sehingga sejak 2019, para pemimpi negara ASEAN telah menginisiasi perubahan besar dalam sistem pembayaran dengan hadirnya ASEAN Payment Connectivity Initiative (APCI). Inisiatif ini diluncurkan pada bulan November 2019 dan merupakan hasil kerjasama antara Bank Indonesia, Bank of Thailand, Bank Negara Malaysia, Monetary Authority of Singapore, dan Bank Sentral Filipina. APCI bertujuan untuk membuat transaksi menjadi lebih mudah dan efisien di negara-negara ASEAN, mirip dengan Single Euro Payments Area (SEPA) di Eropa.

Bedanya, APCI mencakup berbagai mata uang yang digunakan di wilayah ASEAN, sedangkan SEPA hanya berfokus pada euro. SEPA telah berjalan sejak 2008 dan memiliki regulasi serta infrastruktur pembayaran yang kuat, sedangkan APCI masih dalam proses pengembangan dan masih tertinggal sekitar 11 tahun.

Meskipun demikian, dengan adanya dukungan dari asosiasi industri dan perusahaan seperti ASPI, AFTECH, KADIN Indonesia, PERBANAS, Gopay, dan DANA, Indonesia akan menjadi kunci dalam mewujudkan interkoneksi ekonomi lintas batas di wilayah ASEAN (Departemen Komunikasi Bank Indonesia, 2023).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun