Mohon tunggu...
K Catur Marbawa
K Catur Marbawa Mohon Tunggu... Insinyur - I will be back

Berusaha tulus. Tidak ada niat tidak baik

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Kokokan Petulu, Konservasi Tradisional Berspirit Ritual

30 November 2020   14:40 Diperbarui: 30 November 2020   21:29 688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika kita menyebut nama Ubud di kalangan wisatawan baik nusantara maupun mancanegara, nama daerah tidaklah asing lagi. Ya..Ubud itu sebenarnya nama sebuah Kecamatan di Kabupaten Gianyar Bali.

Ubud ini mendiami sebuah hamparan sawah, hutan, jurang, dan bukit dan menjadi satu kesatuan yang sangat indah. Geliat seni berbalut tradisi Bali yang kental dengan naunsa alam yang indah menjadi daya tarik wisatawan. Bahkan juga seniman.

Tetapi saya tidak akan membahas Ubud dari sisi sebagi obyek wisata seni dan keindahan alam. Sebagai orang konservasi saya lebih tertarik menulis salah satu sudut Ubud yang lain yang berhubungan dengan jiwa saya. 

Obyek wisata juga, obyek wisata konservasi satwa. Saya mengulas konservasi satwa burung Kokokan di Desa Petulu. Desa ini tidak begitu jauh dari pusat kota Ubud, tidak sampai 5 km.

Ketertarikan saya mengulas konservasi Kokokan di Desa Petulu bermula dari sebuah lomba video yang diadakan oleh BKSDA Bali. Video tentang konservasi Kokokan di Desa Petulu ini memenangkan lomba. Saya kemudian mendatangi desa ini, di akhir November 2020 di sore hari yang gerimis. Sekalian berwisata.

Sebelum ke desa ini, research kecil saya lakukan. Saya coba mencari tahu tentang spesies burung Kokokan ini. 

Kokokan ini adalah nama lokal Bali. Nama umum di Indonesia untuk jenis nurung ini adalah Burung Kuntul Kerbau. Nama latinnya Bubulcus ibis. Dikenal dengan sebutan Kuntul Kerbau atau ternak (cattle egret) karena mereka sering berada bersama-sama dengan ternak sapi atau kerbau, memangsa serangga atau vertebrata kecil lainnya yang menghinggapi tubuh ternak tersebut.

Kuntul Kerbau adalah spesies terkecil burung dalam family Ardeidae atau Kuntul-kuntulan. Cangak dan Kowak juga termasuk keluarga Kuntul. Ukuran Kuntul Kerbau ini hanya sekitar 48--53 cm saja.

Bulu burung berwarna putih dengan sapuan jingga pada dahi. Burung ini tinggal berkoloni, berkumpul dan membangun sarangnya di dahan pohon-pohon lebat.

Kuntul Kerbau statusnya tercatat sebagai spesies dengan risiko rendah (least concern) dalam daftar IUCN. Sesuai Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun 1999 burung ini statusnya dilindungi.

Kuntul Kerbau merupakan burung penghuni lahan basah yang bersifat kosmopolitan, umum dijumpai hampir diseluruh dunia, termasuk di wilayah Asia Tenggara.

Burung ini memangsa serangga serta binatang-binatang kecil di areal persawahan. Cacing tanah, keong, ular, kodok, juga ikan. Kuntul Kerbau memiliki fungsi penyeimbang, pengendali hama alami baik serangga maupun hewan kecil lainnya pada area persawahan dan lahan basah.

Kembali ke Kokokan, si Kuntul Kerbau yang saya lihat di Desa Petulu ini. Menuju Desa Petulu kita harus keluar dari ruas jalan utama Ubud -- Kintamani. Terdapat sebuah pertigaan menuju Desa Petulu ini.

Desa ini dibelah oleh jalan desa, tidak begitu lebar, tapi cukup untuk lalu-lalang kendaraan. Memasuki Desa Petulu kita tidak menemukan tanda-tanda di mana koloni Burung Kokokan ini. Tetapi begitu kita memasuki Banjar Petulu Gunung, barulah kita melihat gerombolan burung ini di kiri kanan jalan.

Hinggap di atas pohon juga di atap rumah penduduk juga di pematang sawah. Bahkan kadang berkeliaran di jalanan. Saran saya, kurangi kecepatan kendaraan Anda. Tentu anda tidak ingin menabrak burung-burung itu bukan.

Kalau kita berhenti di salah satu pohon, burung-burung ini diam saja. Pun kalau kita memarkir kendaraan di bawahnya misalnya. Tapi hati-hati, bisa-bisa kita dikasi "hadiah" sama burungnya.

Suara burung bising, kebanyakan suara anakan. Semerbak bau khas menyergap kita. Seperti aroma kandang bebek, begitulah kira-kira. Apalagi saya datang saat gerimis hujan.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Sepintas nampak dari jauh pohon-pohon itu seperti sedang musim berbunga, dan bunganya putih serta banyak. Ruas jalan desa dengan pohon-pohon di kiri kanan jalan yang menjadi tempat burung ini, panjangnya tidak lebih dari 2 kilometer. 

Yang menjadi pertanyaan saya, kenapa burung-burung ini tidak memilih pohon-pohon di belakang perkampungan penduduk yang lebih sepi, tetapi justru memilih pohon yang ada jalan utama desa. Seperti sengaja memamerkan diri.

Bagi yang pertama kali datang ke tempat ini, memang agak membingungkan di mana spot terbaik untuk melihat burung ini. Petunjuk masih minim. Kalaupun kita berinisiatif untuk memarkir kendaraan di pinggir jalan, sedikit berisiko. 

Ruas jalan desa ini terlalu kecil. Setelah kita telusuri sampai ujung desa barulah kita melihat sentral parkir di depan sebuah Balai Banjar. Di Balai Banjar Petulu Gunung inilah sepertinya pusat pengunjung. 

Mungkin karena saya berkunjung saat musim pandemi aktivitas di sini sangat sepi. Toilet umum di sebelah parkir pun terilhat sangat kotor. Di seberang parkir ada tempat seperti penjual loket karcis. Tidak ada penjaga. Menghilangkan rasa penasaran, saya memilih mengobrol dengan salah seorang penduduk.

Namanya I Wayan Sirig. Dia asli penduduk sini. Sudah tua, umurnya sekitar 75 Tahun. Masih lancar bercerita. Keberadaan Burung Kokokan di Desa Petulu mulai sekitar tahun 1965.

Mulanya sedikit, hanya sekitar 7 ekor. Kedatangan burung ini beberapa saat setelah penduduk desa melaksanakan upacara tahunan di Pura Desa. Sesuatu yang tidak lazim ini kemudian mendorong penduduk menanyakan ke orang pintar juga meminta petunjuk ke pendeta Hindu. Kesimpulan, burung-burung ini dianggap "utusan" Ida Bethara/Tuhan.

Penduduk sangat meyakini itu. Semenjak itu pula semakin banyak Burung Kokokan mendatangi desa ini. Bersarang dan beranak pianak. Penduduk dalam keseharian berdampingan dengan burung ini, tidak saling mengganggu. Jangan coba-coba untuk menangkap apalagi membunuh burung ini.

Bapak Wayan Sirig menuturkan, dulu ada sekelompok tentara menembaki burung-burung ini. Beberapa saat setelah tentara meninggalkan desa, mobil yang membawa sekelompok tentara ini kecelakaan, terbalik. 

Ada juga seseorang dari luar desa yang pernah membawa burung ini untuk dirawat. Hanya karena memakan koleksi ikan mahal si perawat burung, Burung Kokokan ini dibunuh. Orang ini lama-kelamaan sakit keras, dari petunjuk orang pintar, dia harus minta maaf dengan cara menghaturkan sesajen ke Pura Desa Petulu.

Kejadian-kejadian seperti ini banyak. Bapak Wayan Sirig pun pernah mengalami. Hanya karena mengkonsumsi telur-telur Burung Kokokan yang dia ambil dari sarang, dia sakit. 

Dia pun kemudian meminta maaf sesuai tradisi di desa ini. "Saya pun menghaturkan sesajen ke Pura Desa saat itu, sebagai bentuk permohonan maaf," ujar Bapak Wayan Sirig.

Saking percayanya dengan kekuatan magis burung ini, penduduk membuatkan Pelinggih (tempat pemujaan) khusus Burung Kokokan di dalam Pura Desa Petulu. 

Setiap 7 bulan sekali, pada saat Hari Raya Kuningan mereka melakukan persembahyangan. Pada saat itu khusus dilakukan persembahan, pemujaan, dan pemuliaan bagi Burung Kokokan. Seluruh penduduk desa meyakini dan khidmat merayakan serta memujanya.

"Burung seperti bisa merasakan kalau jiwanya dikasihi di sini," kata Bapak Wayan Sirig.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Imbal dari penduduk melindungi burung ini, penduduk mendapat keberkahan. Desa Petulu semakin terkenal. Letaknya yang tidak begitu jauh dari sentral aktivitas wisata Ubud, menjadikan desa ini ramai pengunjung. Domestik maupun mancanegara. Tentulah untuk melihat keunikan burung ini.

Desa ini memang tidak menerapkan tarif khusus kepada pengunjung. Sifatnya sukarela, berupa donasi. Sebelum masa pandemi Covid-19, dari pengunjung rata-rata sebulan desa ini mendapat pemasukan kotor 50 jutaan tiap bulannya. 

Dampak lainnya juga nampak. Penduduk bisa berjualan makanan dan minuman, juga cinderamata. Penduduk bisa menjadi pemandu wisata. Potensi desa pun kemudian banyak dilihat pengunjung. Ada perajin seni ukir, patung, lukisan pun akhirnya berkembang. 

Disamping untuk tambahan program pembangunan desa dan juga operasioanal pengelola wisata burung, pemasukan dana dari pengunjung juga untuk membangun kandang-kandang perawatan serta operasionalnya. 

Dari ribuan sarang burung, kadang ada memang beberapa anakan yang jatuh. Dan burung-burung seperti inilah kemudian dirawat di kandang ini.

Saya memasuki desa ini di sore hari menjelang matahari terbenam. Waktu yang tepat sebenarnya. Saya melihat semakin-sore semakin banyak burung yang datang. Mereka hinggap dan menghabiskan malam di pohonpohon disepanjang jalan utama di Desa Petulu. Keesokan harinya terbang lagi untuk mencari makan.

Jadi berapa sebenarnya populasi Burung Kokokan di Desa Petulu ini? Jawabannya tergantung musim, tergantung juga dengan waktu. Mereka tidak sepanjang tahun ada di desa, dan juga tidak sepanjang hari. 

Burung tertentu biasanya sering melakukan pergerakan atau berpindah tempat. Pergerakan yang terjadi biasanya berhubungan dengan pakan. Ini salah satu strategi tetap bertahan hidup, beradaptasi, dan mengurangi kematian yang tinggi dalam menghadapi musim dingin atau berkurangnya pakan di suatu lokasi. 

Pergerakan dari daerah dingin (utara) ke daerah panas (selatan) disebut migrasi musiman. Terjadi pada setiap tahun pada bulan Oktober hingga April. Ribuan burung, seperti burung pantai, burung elang, hingga burung kecil menuju ke negara tropis untuk mencari makan.

Apakah fenomena ini terjadi untuk Kuntul Kerbau atau Kokokan ini? Mungkin saja demikian, namun sepertinya belum ada penelitian untuk itu. Yang jelas saat-saat bulan Oktober -- April adalah puncaknya Burung Kokokan ada di desa ini. Saat inilah Burung Kokokan melakukan aktivitas roosting (bertengger) maupun untuk aktivitas reproduksi. 

Terhadap jumlah populasi Burung Kokokan di Desa Petulu, Universitas Udayana pernah melakukan penelitian. Pada Bulan Desember 2017, Dra. Luh Putu Eswaryanti Kusuma Yuni., M.Sc. Ph.D. dan tim melakukan penelitian dengan metode pencacahan langsung. 

Dalam pencacahan, burung yang tercatat dikelompokkan kedalam tiga kategori yaitu individu dewasa, anakan diluar sarang (fledgling), dan anakan yang masih berada didalam sarang (nestling). Pencacahan dilakukan pada pohon pohon di sepanjang jalan utama (sekitar 2 kilometer) di Banjar Petulu Gunung.

Hasilnya: total populasi Burung Kokokan pada saat musim berbiak di Desa Petulu sejumlah 4.319 individu. Rincianya anakan yang masih berada di dalam sarang (nestling) sejumlah 957 individu, anakan yang sudah berada di luar sarang (fledgling) sejumlah 588 individu, dan individu dewasa sejumlah 2.774 individu. 

Selain itu didapat hasil di sepanjang jalan utama Desa Petulu, terdapat 144 pohon yang digunakan untuk bersarang. Jumlah total sarang aktif yang ditemui pada pohonpohon tersebut sejumlah 1241 sarang.

Sesuai dengan fenomena umumnya, mulai bulan Mei burung migran dewasa yang berada di daerah selatan akan kembali ke negara asal untuk berkembang biak. 

Sedangkan burung yang masih muda masih menghabiskan waktu hingga dewasa di negara tropis. Apakah Burung Kokokan ini juga begitu? Atau mereka hanya bermigrasi di lokal Bali saja. 

Bisa saja mereka pindah ke daerah-daerah lain di Bali yang aktivitas sawahnya sedang berlangsung. Yang jelas mulai sekitar Bulan Mei Burung Kokokan jarang nampak di Desa Petulu. Hanya burung anakan yang masih muda yang nampak.

Selain pergerakan musiman, pergerakan harian juga terjadi. Perpindahan yang dilakukan setiap hari juga dilakukan pada Burung Kokokan. 

Burung akan melakukan perpindahan pagi hari untuk mencari makan, dan kembali menjelang matahari terbenam. Umumnya tidak semua burung melakukan pergerakan harian. Burung yang masih anakan biasanya tetap di sekitar sarang.

Bagaimana kaitannya dengan pengunjung? Sebagai antisipasi atas kecewanya pengunjung akibat salah waktu berkunjung, program penangkaran dibuat.

Penangkaran ini dibuat bukan untuk perbanyakan individu. Tujuan utamanya menyelamatkan anakan-anakan yang jatuh dari sarang. Tujuan lainnya sebagai obyek yang bisa dilihat pengunjung ketika tiba saatnya waktu atau musim tidak ada Burung Kokokan secara alami di Desa Petulu.

Di sore itu saya beruntung melihat ribuan Burung Kokokan itu. Sebagai orang konservasi, saya tentu mengerti tentang apa dan bagaimana seharusnya memperlakukan spesies dilindungi ini. Tetapi bagaimana dengan pengunjung umum?

Idealnya di Desa Petulu dilengkapi dengan information center tentang Burung Kokokan untuk mengedukasi pengunjung. Information center bisa berisi taksonomi, morfologi, jalur migrasi dst. Penting juga disampaikan tentang status perlindungan burung ini. Saya kira BKSDA Bali bisa mengambil peran untuk menginisiasi ini. 

Saya kira juga tidaklah perlu sampai membuat papan-papan imbauan atau larangan untuk Burung Kokokan di sini. Toh juga penduduk setempat sudah sangat melindunginya. Yang utama sebenarnya bagaimana mengedukasi pengunjung.

Harapannya mereka bisa menerapkan di tempat lain, bahwa betapa pentingnya peran burung ini terhadap ekosistem. Terlebih-lebih dengan status dilindungi, tentu akan ada konsekuensi hukum apabila masyarakat memanfaatkannya secara ilegal.

Satu hal yang mengganggu pemikiran saya adalah mulai terdesaknya areal persawahan sebagai tempat bermain Burung Kokokan ini. Di ujung Desa Petulu saya lihat sudah mulai marak pembangunan villa-villa yang mengorbankan aeral sawah.

Mungkin ini adalah dampak dari wisata yang semakin berkembang. Seyogianya penduduk dan pemerintah daerah setempat sudah mulai memikirkan anstisipasinya.

Secara umum Burung Kokokan di Desa Petulu sungguh beruntung nasibnya. Di sini dia dilindungi, dikonservasi bahkan dipuja. Hidupnya rukun dan harmoni dengan penduduk. 

Sunggung beda nasibnya dengan saudara-saudara mereka yang sejenis di Sumatra Barat, di Kabupaten Tanah Datar dulu. Hanya karena dianggap hama, mereka ditembak dan dibunuh. Semoga ke depan tidak ada lagi hal-hal seperti ini.

Salam Konservasi.

30/11/2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun