Mohon tunggu...
I Gede Sutarya
I Gede Sutarya Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan akademisi pada Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Lahir di Bangli, 8 November 1972 dari keluarga guru. Pendidikan SD sampai SMA di tempat kelahirannya Bangli. Menempuh Diploma 4 Pariwisata di Universitas Udayana selesai tahun 1997, S2 pada Teologi Hindu di IHDN Denpasar selesai tahun 2007, dan S3 (Doktor Pariwisata) di Universitas Udayana selesai tahun 2016.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pariwisata Bali, Sebuah Harapan dan Kenyataan

27 September 2022   08:42 Diperbarui: 28 September 2022   14:00 1264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pariwisata Bali, Desa Penglipuran di Kabupaten Bangli, Bali.  (sumber: SHUTTERSTOCK / GODILA via kompas.com)

Pariwisata Bali juga belum bisa melestarikan lingkungan Bali. Isu-isu kerusakan hutan mangrove, terumbu karang, dan sampah masih mewarnai pariwisata Bali.

Ancaman krisis air juga mengancam Bali karena penggunaan air bawah tanah. Hutan-hutan Bali juga terus berkurang karena berbagai aktivitas yang diakibatkan pariwisata, baik langsung maupun tidak langsung. 

Bali Post (19/4/2017) memberitakan, hutan di Bali menghadapi tekanan besar karena berkurang sekitar 600 hektar setahun. Tekanan ini terutama dihadapi hutan mangrove yang melindungi abrasi di pantai selatan Bali.

Isu-isu kesejahteraan masyarakat lokal masih mewarnai prestasi pariwisata Bali. Pariwisata Bali belum bisa menampung ribuan tenaga kerja Bali. 

Isu pemutusan hubungan kerja (PHK) mewarnai pariwisata Bali. Berita terkini adalah isu PHK karyawan hotel tua di Bali yaitu Hotel Grand Bali Beach. 

Hotel Grand Bali Beach mem-PHK-kan sekitar 381 karyawannya karena terdampak covid 19 (CNN Indonesia, 29/7/2022). Pekerja-pekerja Bali juga masih sekitar 20 ribu jiwa mencari pekerjaan di luar negeri, karena tidak mendapatkan pekerjaan yang memadai di Bali. 

Pekerja Migran Indonesia (PMI) Bali ini menyisakan berbagai masalah di luar negeri, seperti penelantaran. Contohnya kasus 29 pekerja Bali yang terkatung-katung di Turki sehingga dievakuasi kedutaan Indonesia (Kompas.com, 16/3/2022). 

Isu-isu ini menunjukkan pariwisata Bali belum mampu memenuhi harapan masyarakat Bali. Apalagi memenuhi harapan konstitusional pariwisata budaya Bali yaitu pariwisata Bali yang berbasis Tri Hita Karana. 

Tri Hita Karana adalah kebijakan lokal Bali yang menjadi standar pembangunan Bali. Standar tersebut secara normatif dirumuskan sebagai hubungan harmoni dengan Tuhan, sesama manusia, dan lingkungan.

Standar-standar ini sangat jauh dari realitas pariwisata Bali yang mengganggu keharmonisan dengan Tuhan melalui pengancaman terhadap kawasan suci karena perkembangan investasi. 

Contoh kasus BNR Tanah Lot tahun 1994 yang digugat karena mengganggu kawasan suci. Contoh lainnya adalah pembangunan LNG Sanur yang mengganggu enam pura suci di Sanur (Radar Bali, 22/5/2022).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun