Mohon tunggu...
I Gede Sutarya
I Gede Sutarya Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan akademisi pada Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Lahir di Bangli, 8 November 1972 dari keluarga guru. Pendidikan SD sampai SMA di tempat kelahirannya Bangli. Menempuh Diploma 4 Pariwisata di Universitas Udayana selesai tahun 1997, S2 pada Teologi Hindu di IHDN Denpasar selesai tahun 2007, dan S3 (Doktor Pariwisata) di Universitas Udayana selesai tahun 2016.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Wisata Religi di Candi Prambanan

26 Juni 2022   15:25 Diperbarui: 26 Juni 2022   15:47 1392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Candi Prambanan (Sutarya, 2022)

Pemerintah telah menyepakati untuk menggunakan Candi Prambanan sebagai pusat ibadah Hindu dari seluruh dunia. Karena itu, candi ini akan menjelma menjadi destinasi wisata religi (Hindu), selain sebagai destinasi peninggalan budaya (heritage). Candi Prambanan ini menyimpan pesona sebagai destinasi wisata religi, karena merupakan Shivagraha (tempat suci untuk Dewa Shiva). 

Candi yang dibangun pada abad ke-9 Masehi ini termasuk candi tua di antara candi-candi Hindu di dunia. Susunan candi ini termasuk yang terluas karena diperkirakan memiliki seribu candi kecil sehingga disebut candi sewu (candi seribu), tetapi kenyataannya hanya ditemukan sekitar 240 candi yang terdiri dari tiga candi Tri Murti, tiga candi wahana, dua candi apit, empat candi kelir, empat candi patok, dan 224 candi perwara. 

Dari 240 candi ini, candi yang ditemukan utuh hanya 18 candi yaitu delapan candi utama, delapan candi kecil, dan dua candi perwara.

Pada kepercayaan Jawa, candi tersebut disebut candi sewu (seribu candi). Seribu candi ini mengingatkan orang-orang Hindu pada Shiva Sahasranama (seribu nama Shiva). Seribu nama Shiva (Tuhan) ini disebutkan dalam Anusasana Parva dalam Mahabharata. 

Pada Anusasana Parva, Shri Krishna mengajarkan Yudistira untuk mengulang-ulang seribu nama Shiva untuk mencapai pembebasan. Jika candi ini benar-benar seribu maka berkeliling (purwadaksina) pada candi ini dengan menyebutkan seribu nama Shiva akan memberikan pembebasan bagi yang melakukan wisata religi.

Akan tetapi, faktanya candi-candi ini hanya 240 candi, yang kemudian telah dikonstruk archeolog dengan petak-petak melingkar berjumlah 240. Catatan tentang 240 candi ini tidak disebutkan dalam prasasti Shivagraha. Dalam teologi Hindu, angka 240 menunjukkan kelipatan 24. 

Angka 24 menunjukkan esensi dunia (prakerti) yang terdiri dari 24 tatva menurut Samkya. Samkya menyatakan, 24 tatva tersebut adalah mahabhuta (5 elemen), tan matra (5 objek), karmendrya (5 alat bertindak), jnanendrya (5 alat merasakan), manas (1 pikiran), aham (1 ego), buddhi (1 kebijaksanaan) dan prakerti (1 sumber dari semuanya). Mengelilingi sepuluh kali dari 24 tatva tersebut akan memurnikan seluruh unsur badan ini, sehingga menyatu dengan Shiva pada candi utama.

Pada candi ini terdapat relief Ramayana dan Krishnayana. Relief ini mengisahkan perjalanan sempurna Sang Avatara (Rama dan Krishna) dalam memberikan contoh kepada manusia, bagaimana mencapai pembebasan dengan memuja Shiva. Relief ini bisa difilmkan dalam ruangan khusus sehingga menjadi jelas satu persatu. 

Cerita Ramayana dan Krishnayana memuat bagaimana seseorang memuja Shiva. Shri Rama memuja Shiva dengan mencintai negerinya, kemudian meminta berkat kepada Shiva di pantai selatan (Rameswaram). Kemudian dengan berkat itu, Shri Rama bisa mengalahkan musuh-musuhnya (sifat keraksasaan di dalam diri).

Jika memiliki waktu yang panjang (sekitar satu minggu), relief Shri Rama ini bisa ditapaktilas melalui mandi suci di hulu Sungai Serayu, yaitu di Patirtan Bhimalukar (Dieng). Serayu adalah nama sungai yang mengalir di tengah-tengah kota Ayodya. Setelah mandi suci di Bhimalukar, kemudian melakukan mandi suci di pantai selatan Yogyakarta (Pura Gunung Kidul). Setelah itu, pergi ke Prambanan untuk purwadaksina untuk mendapatkan pembebasan dari Shiva. 

Setelah itu, kota suci yang bernama Ayodya akan terbangun di dalam diri dan di luar diri. Setelah purwadaksina ini bisa dilanjutkan dengan menonton pementasan Ramayana yang merupakan penjabaran dari kitab suci Hindu (itihasa). 

Dalam pementasan ini, ajaran-ajaran Shri Rama seperti Asta Brata (filsafat kepemimpinan) dan nitisasana (kewajiban pemimpin) bisa dijelaskan, tentang bagaimana pemimpin harus berpihak kepada orang-orang miskin atau wong cilik, seperti yang dinyatakan dalam Kakawin Ramayana yaitu ksayanikang papa nahan prayojana (melenyapkan penderitaan masyarakat).

Setelah itu, kunjungan ke desa-desa asli Jawa bisa dilakukan di sekitar candi. Desa-desa ini menyimpan ajaran-ajaran leluhur bagaimana hidup bahagia. Desa-desa itu adalah bagian dari konsep kota Mataram. Mataram berasal dari Bahasa Sanskerta yang berarti ibu yang suci (tanah pusaka). 

Mataram adalah sebutan untuk Ayodya, sebagai tanah air Shri Rama. Konsep kota Mataram dari Raja Sanjaya tentu masih ada peninggalannya di sekitar candi ini, untuk ditelusuri sambil menikmati indahnya kota tua Mataram.

Konsep kota Mataram ini, juga dilanjutkan raja-raja Jawa pada abad pertengahan (sekitar abad ke-16 Masehi), dari Panembahan Senopati. Panembahan Senopati merupakan keturunan pemimpin pasukan dari Bali yang bernama Kyai Soma Pamacekan. Kyayi Soma Pamacekan dan Arya Yasan diutus Raja Bali untuk melindungi Majapahit. Kyayi Soma Pamacekan tidak kembali ke Bali, tetapi terus mengembara di tanah Jawa. 

Kyayi Soma Pamacekan ini yang memiliki keturunan bernama Ki Gede Pemanahan, yang merupakan ayah biologis dari Panembahan Senopati, pendiri dinasti Mataram. Karena itu, konsep kota-kota di sekitar candi, masih berhubungan dengan konsep kota Mataram, era Hindu kuno, mulai dari pemakaman raja-raja Jawa sampai keraton. 

Kesederhanaan masyarakat kota Yogyakarta dan sekitarnya, juga mencerminkan prilaku masyarakat kota Ayodya yang selalu berempati kepada semua orang, apalagi kepada tamu.

Desa-desa sekitar candi menyimpan masakan-masakan tradisional dan hasil-hasil kerajinan, seperti patung Shiva dan juga keris. Keris adalah senjata asli Nusantara yang berbentuk naga (dewa ular). Naga ini merupakan senjata dari Shiva dalam nama Mahadeva. 

Senjata ini bila dimasukkan ke sarungnya merupakan lambang Lingga dan Yoni, yang merupakan simbol keharmonisan. Setiap keluarga di Jawa dan Bali menyimpan keris di rumahnya masing-masing, sebagai lambang keharmonisan keluarga. 

Keris ini bisa dibeli di sekitar candi, kemudian bisa diabhiseka (disucikan) dengan air suci dari Prambanan, sehingga bisa diletakkan di tempat pemujaan. Demikian juga Archa Shiva bisa diabhiseka dengan air suci dari Prambanan sehingga bisa menjadi sarana pemujaan. Demikian Prambanan, kota Shiva yang mengundang siapa saja untuk berkunjung. Selamat berwisata religi di Candi Prambanan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun