Mohon tunggu...
I Gede Sutarya
I Gede Sutarya Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan akademisi pada Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Lahir di Bangli, 8 November 1972 dari keluarga guru. Pendidikan SD sampai SMA di tempat kelahirannya Bangli. Menempuh Diploma 4 Pariwisata di Universitas Udayana selesai tahun 1997, S2 pada Teologi Hindu di IHDN Denpasar selesai tahun 2007, dan S3 (Doktor Pariwisata) di Universitas Udayana selesai tahun 2016.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bali "Homestay", Pariwisata Pasca Pandemi Covid 19

29 November 2021   19:47 Diperbarui: 29 November 2021   19:49 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama dua tahun (2020 dan 2021), Pariwisata Bali menghadapi pandemi covid 19 dengan sepinya kunjunganwisman. Kunjungan wisman tahun 2020, hanya sekitar satu juta wisman di mana sebelumnya (2019) sempat mencapai enam juta wisman. 

Pada tahun 2021, kunjungan wisman dipastikan turun drastis dari satu juta wisman, dengan melihat perkembangan kunjungan wisman yang tidak mencapai 100 wisman perbulannya. 

Pada situasi seperti itu, pegiat pariwisata Bali tetap semangat melakukan sentuhan dengan calon-calon wisatawan melalui wisata virtual. Pada kasus pariwisata spiritual (yoga), pengelola hotel khusus yoga dan retreat melakukan pelayanan secara virtual. 

Pelatih yoga melakukan siaran langsung di hotel dengan calon wisatawan di negaranya masing-masing. Tetapi perbedaan waktu menjadi kendala utama sebab waktu pagi dan sore di Bali berbeda dengan di negara asal wisatawan, sehingga hanya beberapa negara yang bisa menjadi target wisata virtual ini.

Pengalaman covid 19 ini memberikan pengetahuan dan ketrampilan baru bagi pegiat pariwisata Bali. Mereka mulai terampil menggunakan komunikasi virtual. 

Keterampilan ini sampai kepada usaha-usaha mikro di bidang pariwisata misalnya homestay. Mereka mulai rajin memasarkan kamar-kamarnya melalui promosi virtual (internet, media sosial dst). Promosi-promosi virtual mereka menyaingi promosi-promosi hotel-hotel berbintang. 

Dengan promosi virtual ini, wisatawan sangat mudah mengakses ketersediaan kamar-kamar homestay di Bali, dengan berbagai variasi harganya.

Di daerah asal wisatawan, penduduk setempat mulai terbiasa mencari destinasi wisata dengan berbagai pendukungnya seperti atraksi, hotel dan restoran melalui promosi virtual. Karena itu, usaha mikro dan makro memiliki peluang yang sama dalam mengakses pasar. 

Pilihan tergantung kepada calon wisatawan tersebut, untuk memililih destinasi beserta perlengkapannya. Pada situasi seperti ini, home stay memiliki peluang yang besar untuk mendapatkan wisatawan dalam persaingan dengan hotel-hotel berbintang.

Pada 10 tahun yang lalu, hotel-hotel berbintang ini menggeser homestay di Bali. Contohnya adalah Ubud, yang sebelumnya hanya memiliki homestay berikutnya disaingi hotel-hotel berbintang, sehingga homestay mulai terpinggirkan. Apalagi setelah hotel-hotel berbintang menurunkan harga kamar. Kondisi ini akan berubah pada 10 tahun mendatang pada pasca pandemi covid 19. Homestay akan mulai menggeser hotel-hotel berbintang. 

Hal itu terjadi karena homestay (usaha kecil) ini lebih bertahan dalam menghadapi pandemi yang panjang ini. Usaha kecil ini hanya memiliki karyawan yang berasal dari keluarga sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun