Mohon tunggu...
I Gede Sutarya
I Gede Sutarya Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan akademisi pada Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Lahir di Bangli, 8 November 1972 dari keluarga guru. Pendidikan SD sampai SMA di tempat kelahirannya Bangli. Menempuh Diploma 4 Pariwisata di Universitas Udayana selesai tahun 1997, S2 pada Teologi Hindu di IHDN Denpasar selesai tahun 2007, dan S3 (Doktor Pariwisata) di Universitas Udayana selesai tahun 2016.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Galungan, Krisis, dan Janji Pariwisata

9 November 2021   12:30 Diperbarui: 9 November 2021   15:18 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bhagavad Gita Adhyaya II, Seloka 62 dan 63 telah menjelaskan bahwa keinginan adalah sumber dari kekecewaan, yang akan melahirkan kebingungan dan kemudian akan menghancurkan sang diri.

 Hal ini telah menjadi jelas dari pelajaran pariwisata Bali bahwa keinginan terhadap kemewahan ekonomi pariwisata telah menimbulkan kekecewaan, kemarahan, dan kemudian akan menimbulkan kehancuran jika tidak dikendalikan. 

Karena itu, pada momentum Galungan dan Kuningan ini, masyarakat Bali sebaiknya untuk kembali menata ulang mimpi-mimpi kemewahannya pada bidang pariwisata menjadi rencana-rencana untuk membangun keberlangsungan Bali.

Keberlangsungan Bali, yang dalam istilah pembangunan modern disebut dengan sustainablity, adalah merupakan nilai amerta pada masyarakat Hindu.

 Amerta artinya kehidupan abadi, yang artinya adalah bagaimana menjaga dunia ini bisa berjalan terus menerus dengan harmoni. Perjuangan untuk mendapatkan amerta ini adalah sama seperti perjuangan untuk mendapatkan kemenangan dharma, yaitu harus berdasarkan disiplin dan kemampuan untuk hidup sederhana. 

Contoh dari perjuangan ini tampak dalam cerita Sang Garuda dalam Adiparwa, di mana untuk membebaskan ibunya dari perbudakan, Sang Garuda harus menempuh perjalanan sulit untuk mendapatkan amerta. 

Dalam perjalanan tersebut, ada beberapa disiplin yang harus dilakukan terutama dalam masalah makan memakan. Salah satunya, Sang Garuda tidak boleh memakan brahmana, yang merupakan guru, sumber ilmu pengetahuan.

Pada konteks ekonomi dari perjuangan untuk mencari amerta ini, pembangunan Bali harus kembali diarahkan kepada prinsip-prinsip kesederhanaan, di mana pembangunan pariwisata harus berlangsung sejalan dengan sektor-sektor lainnya, bahkan harus bisa saling mendukung. 

Keinginan terhadap kemewahan pariwisata, telah mendorong Bali untuk mengundang investasi asing sehingga mengesampingkan usaha-usaha lokal seperti homestay, warung dan rumah makan. 

Keinginan kemewahan ini, bahkan telah mengesampingkan pertanian lokal agar suguhan pariwisata berstandar internasional. Standar-standar internasional yang dibuat para kapitalis telah menekan produk-produk lokal kita menjadi terpinggirkan dan bahkan busuk.

Oleh karena itu, harus mulai dibangun keyakinan (penyajahan) untuk berani berperang (penampahan) untuk memenangkan produk-produk lokal, dengan komitmen kuat untuk membangun Bali secara berdisiplin dan sederhana. Pembangunan pariwisata Bali hendaknya tidak lagi mengikuti standar-standar pertumbuhan kunjungan wisman, pengeluaran wisman, dan pertumbuhan investasi asing yang dibangun intelektual organik kapitalis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun