Mohon tunggu...
I Gede Sutarya
I Gede Sutarya Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan akademisi pada Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Lahir di Bangli, 8 November 1972 dari keluarga guru. Pendidikan SD sampai SMA di tempat kelahirannya Bangli. Menempuh Diploma 4 Pariwisata di Universitas Udayana selesai tahun 1997, S2 pada Teologi Hindu di IHDN Denpasar selesai tahun 2007, dan S3 (Doktor Pariwisata) di Universitas Udayana selesai tahun 2016.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menata Monumen Hidup Besakih sebagai Pariwisata Budaya

10 November 2021   07:02 Diperbarui: 10 November 2021   07:06 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemprov Bali telah meletakkan batu pertama pembangunan berbagai fasilitas di Besakih, Bali. Salah satunya adalah tempat parkir bertingkat yang diprediksikan akan mengatasi masalah kemacetan di Besakih, Bali pada saat upacara keagamaan dan aktivitas wisata sehari-hari. Fasilitas-fasilitas lain juga akan dibangun untuk menata Besakih sebagai pusat keagamaan (Hindu) dan pariwisata. Bagaimanakah penataan ini dilihat dari pembangunan Besakih sebagai ikon dari pariwisata budaya?

Secara teori, pembangunan destinasi merupakan pembangunan empat elemen destinasi. Empat elemen tersebut adalah atraksi, akses, akomodasi dan pengelola destinasi tersebut. 

Pembangunan atrasi tersebut meliputi pelestarian budaya, konservasi alam, dan pembangunan atraksi buatan. Pembangunan akses meliputi pembangunan jalan dan alat transportasi menuju destinasi. Pembangunan akomodasi meliputi pembangunan penghinapan, restoran, fasilitas lainnya, dan tempat-tempat peristirahatan. Pembangunan pengelola meliputi pemberdayaan organisasi pengelola dan pendukung.

Pembangunan elemen-elemen destinasi tersebut merupakan pembangunan destinasi wisata di mana destinasi tersebut hanya menjadi tontonan. Menjadi tontonan artinya wisatawan hanya tinggal untuk mengagumi keindahan alam dan budaya, kemudian pergi. Tetapi perkembangan pariwisata belakangan ini, mengharuskan suatu destinasi memberikan sesuatu yang lebih dari sekedar tontonan. Kelebihan itu yang akan menjadi penarik minat wisatawan untuk melakukan kunjungan kembali. Kelebihan itu dirumuskan sebagai pengalaman pribadi yang menyentuh pribadi setiap wisatawan.

Setiap destinasi di dunia sekarang ini berlomba-lomba memberikan pengalaman pribadi ini. Thailand misalnya menawarkan pengalaman untuk melakukan latihan-latihan meditasi pada monestry-monestry Buddha. 

Kamboja juga menawarkan berbagai bentuk ritual-ritual Buddha Kamboja pada candi-candi peninggalan lama. India juga menawarkan berbagai ashram untuk belajar kehidupan spiritual di sekitar situs-situs keagamaan. Pengalaman-pengalaman ini menjadi kelebihan dari destinasi tersebut, dari sekedar menikmati peninggalan masa lalu.

Pembangunan kelebihan ini mengingatkan kembali terhadap sejarah pariwisata dunia di mana pada abad ke-16 Masehi, pariwisata adalah perjalanan untuk belajar terhadap peradaban masa lalu. Fenomena ini disebut dengan grand tour, yang dilakukan elite-elite terdidik Eropa. Grand tour ini berkembang menjadi pariwisata massal sejalan dengan perkembangan alat-alat transportasi massal dan fasilitas lainnya. Pariwisata massal ini menggeser fenomena pariwisata dari belajar ke hiburan semata.

Pada melenial kedua ini, pariwisata kembali mengalami fenomena berwisata secara mandiri, karena berbagai kemudahan dalam pemesanan tiket dan fasilitas lainnya akibat kemajuan teknologi informasi. 

Banyak wisatawan sekarang ini melakukan perjalanan secara mandiri sehingga biro-biro perjalanan mengalami kebangkrutan seperti fenomena yang berlangsung dalam lima tahun belakangan ini. 

Perjalanan secara mandiri, akan lebih kepada pencarian pengalaman terlebih tingkat pendidikan masyarakat dunia yang sudah semakin maju, sehingga akan mendekati fenomena grand tour. Fenomena ini harus dilihat secara baik dalam penataan destinasi di mana perlu disediakan tempat-tempat untuk pencarian yang lebih dalam lagi.

Pencarian yang lebih dalam lagi bagi wisatawan, hanya bisa dilakukan dengan membangun masyarakat lokal secara non-fisik. Pembangunan non-fisik itu adalah pembangunan budaya masyarakat setempat. Pembangunan budaya setempat artinya bahwa masyarakat setempat harus dibangun untuk memberikan makna terhadap budayanya. Perubahan pasti terjadi dalam dinamika masyarakat tetapi bagaimana membangun perubahan tersebut dalam keunikan makna masyarakat lokal. Dalam konteks Besakih, masyarakat lokal harus ditempatkan dalam pemberi makna yang utuh terhadap monumen tersebut.

Sebagai pemberi makna, maka masyarakat lokal harus mendapatkan ruang yang seluas-luasnya untuk memberikan makna terhadap situs Besakih. Makna tersebut bisa ritual (acara), etika (susila) dan makna kehidupan (tatwa). 

Dalam pembangunan masyarakat lokal ini, ada tiga lapis yang harus dibangun. Lapis terdalam adalah Desa Adat Besakih yang warganya adalah penanggungjawab sehari-hari di Besakih. Lapis dalam kedua adalah pragunung Besakih, yang memiliki kewajiban untuk melakukan ritual pada waktu-waktu tertentu. Lapis ketiga (luar) adalah masyarakat Bali yang memiliki kewajiban untuk melakukan ritual pada siklus waktu tertentu, selain sehari-hari yang tidak wajib.

Pembangunan budaya yang baru dilakukan adalah ritual. 

Pemerintah telah memberikan banyak bantuan untuk membangun ritual di Besakih, tetapi ritual saja tidak cukup. Ritual ini harus mendorong masyarakat untuk menjadi masyarakat yang beretika (susila) di mana mereka harus memiliki kebajikan dan kesopanan. Dengan kebajikan dan kesopanan ini, diharapkan terbangun makna hidup yang baik yaitu makna hidup yang dikagumi masyarakat dunia, karena mewujud dalam realitas solidaritas sosial yang baik, pengorbanan kepentingan pribadi, dan berkomitmen terhadap tujuan-tujuan mulia.

Makna hidup ini merupakan tujuan dari pencarian masyarakat dunia yang cenderung individualistik. Di depan mata kita, ada jutaan orang belajar untuk berlatih melakukan pengabdian sosial agar hidupnya bermakna. 

Itu adalah pelajaran yang dilakukan sehari-hari dalam masyarakat kita, tetapi itu perlu dibiasakan dalam kultur masyarakat yang berbeda. Hal-hal seperti ini merupakan inspirasi bagaimana membangun masyarakat lokal Bali sebagai tempat belajar untuk mencari makna hidup yang lebih dalam. Karena itu, Besakih hanya monumen yang menjadi orientasi bagi pencarian makna hidup. Makna hidup yang sesungguhnya ada di tengah-tengah masyarakat Bali.

Persoalan terbesar pembangunan pariwisata Bali adalah menjaga pemaknaan hidup masyarakat lokalnya. Ahli-ahli budaya dunia telah banyak menulis buku bahwa masyarakat Bali sudah mulai touristik, tidak asli lagi dalam keramahtamahan dan sejenisnya. 

Jika itu benar maka orientasi masyarakat Bali telah bergeser pada tujuan-tujuan ekonomi pragmatis, bukan tujuan-tujuan mulia yang dikagumi dunia. 

Pergeseran ini harus dicermati sebagai kritik terhadap masyarakat Bali, sebab jika tak waspada, Bali akan menghadapi persaingan pariwisata yang tidak ringan ke depan dengan Thailand dan Kamboja, di mana Kamboja akan menampilkan sesuatu yang lebih asli daripada Bali dan Thailand.

Persaingan ini hanya akan menyisakan keunggulan Bali kepada fasilitas wisata yang lebih mewah karena investasi asing dan masyarakatnya yang touristik. Keunggulan Bali ini akan segera hilang sejalan dengan pertumbuhan investasi pariwisata di Kamboja yang akan segera terjadi karena faktor keamanan negara tersebut yang semakin baik. 

Bali harus menghadapi persaingan ini dengan kembali melestarikan nilai-nilai orisinal pada masyarakat Bali, yaitu solidaritas sosial. Pada nilai-nilai seperti ini, masyarakat Bali menjadi tempat belajar yang baik. Hal seperti ini harus lebih mendapatkan fasilitas dukungan untuk membangun monumen hidup Besakih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun