Mohon tunggu...
I Ketut Suar Adnyana
I Ketut Suar Adnyana Mohon Tunggu... Dosen - Dosen pada Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah, FKIP Universitas Dwijendra Denpasar

Lahir pda tanggal 15 Mei 1967 Menamatkan S1 Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia, Tahun 1992 pada FKIP Universitas Udayana Menyelesaikan S2 bidang Linguistik di Universitas Udayana pada tahun 2008 Menyelesaikan S3 bidang Linguistik di Universitas Udayana tahun 2012

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Merdeka Belajar: Memerdekakan Siswa dalam Pembelajaran

6 Februari 2021   16:59 Diperbarui: 6 Februari 2021   17:11 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Paradigma pembelajaran yang mengarah pada pembelajaran yang berpusat pada siswa (Student Centered Learning) memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif terlibat dalam pembelajaran. Perubahan paradigma ini hendaknya diikuti oleh langkah konkret guru dalam pembelajaran. Kenyataannya dalam proses pembelajaran guru masih mendominasi dalam pembelajaran.  Hal ini dapat dibuktikan dari  aktivitas   guru terlalu fokus pada rancangan kegiatan pembelajaran yang sangat detil. Guru terlalu berpatokan pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan tidak melakukan inovasi dalam pembelajaran.

Pembuatan RPP membuat guru terlalu fokus dalam penyelesaian administrasi..   Guru lupa memberikan pengalaman kepada siswa dalam pembelajaran. Guru terkesan hanya mengejar tercapainya penyelesaian materi. Padahal dalam Kurikulum 2013 sudah sangat jelas ada empat kompetensi yang harus dimiliki siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Kompetensi itu adalah Kompetensi Inti (KI)  I sikap spiritual, K II sikap sosial, KI 3 pengetahuan, dan KI 4 keterampilan.

RPP yang dibuat detil justru mengekang inovasi guru dalam pembelajaran. Guru dalam proses pembelajaran hanya berpatokan pada RPP. Kalau kita analisis RPP untuk Kurikulum 2013 telah mengalami sekian kali revisi. Perubahan tersebut tidak esensial. Dalam pelaksanaan pembelajaran tetap mengacu pada RPP yang disusun dengan kaku. Ukuran keberhasilan sebuah pembelajaran hanya diukur dari ketuntasan pokok bahasan dalam pembelajaran.

Paradigma pendidikan yang mengarah pada pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered learning) masih didominasi oleh guru. Guru tetap memberikan tugas-tugas dan pekerjaan rumah yang begitu banyak kepada siswa. Hal tersebut dapat menyebabkan siswa menjadi pasif dalam pembelajaran. Guru sebagai fasilitator hendaknya memberikan kesempatan kepada murid untuk   mengembangkan  kemampuannya dalam pembelajaran. 

Inti dari sebuah pembelajaran adalah memberikan siswa pengalaman dalam pembelajaran. Kurikulum 2013 diberlakukan dengan mengimplementasikan pendekatan saintifik. Dalam pendekatan saintifik ada beberapa tahap/ kegiatan, yaitu: Observing, Questioning, Associating, Experimenting, Processing, Conclusing, Presenting. Observing adalah proses mengamati suatu fakta. Questioning adalah proses menanyakan atau membuat hipotesis segala sesuatu seputar fakta yang diamati. Associating adalah menalar atau melakukan asosiasi antara yang diketahui sebelumnya dengan apa yang baru diketahui. Experimenting adalah menguji pertanyaan-pertanyaan atau hipotesis yang muncul dalam questioning. Processing adalah kegiatan yang dilakukan untuk merumuskan pengetahuan yang diperoleh dari empat proses sebelumnya. Conclusing adalah merumuskan atau menyimpulkan pengetahuan yang diperoleh dan Presenting siswa dapat menyampaikan informasi yang telah diperoleh dalam pembelajaran (Susilana dan Ihsan, 2014:4).

Apabila pendekatan saintifik diimplementasikan dengan baik, dalam proses pembelajaran maka   siswa akan menjadi aktif dalam proses pembelajaran. Akan tetapi, penerapan pendekatan ini diterapkan secara kaku dan tertulis baku dalam RPP. Hal ini membuat pembelajaran tidak fleksibel.

Penilaian yang berdasar pada penilaian otentik belum berjalan maksimal dan cenderung menyimpang dari esensi penilaian otentik. Penilaian yang dilakukan selama proses pembelajaran dan pada akhir pembelajaran seolah tidak berguna karena penentu kelulusan siswa adalah ujian nasional(UN). Hal ini  merupakan sebuah kontradiktif. Siswa setelah sekian lama menempuh pendidikan pada satuan pendidikan kelulusannya hanya ditentukan oleh UN. Hal ini merupakan sebuah ironi pendidikan di Indonesia. UN dijadikan tolak ukur kualitas pendidikan.

Hasil kajian berkaitan dengan fenomena tersebut pemerintah telah telah menerbitkan surat edaran berkaitan dengan merdeka belajar. Merdeka belajar memberikan kesempatan kepada siswa dan guru lebih leluasa untuk mengembangkan kreativitas pembelajaran. Merdeka belajar tidak dimaknai sebagai kebebasan tanpa aturan.

  • Kiat Memerdekakan Guru dan Siswa dalam Pembelajaran
  • Memerdekakan guru dan siswa dalam pembelajaran bukan berarti memberikan keleluasaan tanpa batas kepada guru dan siswa dalam pembelajaran. Adapun kiat untuk memerdekakan guru dan siswa dalam pembelajaran seperti 1) memposisikan guru sebagai learning manager dalam pembelajaran, 2) Sekolah diberi kewenangan dalam menentukan kelulusan siswa, 3) Guru diberikan berkreasi dalam mengembangkan rencana pembelajaran, dan 4) Sistem Zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) lebih fleksibel.

  • Guru sebagai Learning Manager dalam Pembelajaran                   

Perkembangan teknologi memberikan kemudahan untuk mengakses informasi dari berbagai sumber. Dunia ibarat tidak bersekat dan tak terpisah oleh waktu. Kemajuan teknologi komunikasi selain berdampak positif tentu juga mempunyai dampak negatif. Kemampuan mengakses internet bukan merupakan kebutuhan orang dewasa tetapi juga merupakan kebutuhan bagi siswa.

Siswa tidak dapat dilepaskan dari penggunaan handphone. Handphone tidak hanya digunakan untuk bermain game tetapi juga digunakan mencari jawaban Pekerjaan Rumah (PR) yang diberikan oleh guru.  Tanpa bertanya pada google, PR tidak dapat diselesaikan. Yang menjadi permasalahan, siswa hanya mencari materi dengan melakukan brosing. Setelah mendapat jawaban dari google, siswa hanya melakukan salin dan rekat (copy paste). Apa isi hasil perburuannya dari google tidak dipahami siswa.

Yang lebih memprihatinkan, siswa tidak mau membaca teks yang berhubungan dengan PR. Seharusnya siswa membaca teks dalam buku teks siswa, setelah itu siswa mencari   jawaban jawabannya dalam teks tersebut. Siswa dibuat malas membaca buku teks. Siswa menginginkan jawaban instan tanpa mau memahami jawaban yang diperoleh dari google.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun