Mohon tunggu...
Hyasint Asalang
Hyasint Asalang Mohon Tunggu... Human Resources - Pergo et Perago

Bisnis itu harus menyenangkan!!!!!

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Indonesia: Negara Garam yang "Mengemis" Garam

28 Juni 2019   10:55 Diperbarui: 28 Juni 2019   11:17 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Akibat dari semuanya itu, indikasi langsungnya ialah para petani garam masih sulit mengembangkan ekonominya sendiri. Di samping harus "mengemis" soal cuaca yang tidak menentu, mereka juga harus "mengemis" pada para tengkulak karena persoalan harga. 

Mereka ingin mandiri dengan menentukan harganya sendiri tapi keadaan mendesak mereka untuk bertahan dalam keadaan yang sama. Para petani garam belum cukup "makan garam" pada persoalan demikian. Para petani garam yang sedang terhimpit itulah Indonesia.

"Cuci Tangan" ala Tengkulak Garam 

Pada dasarnya semua perdagangan termasuk garam tidak bisa terlepas dari peran pedagang perantara terutama tengkulak untuk memudahkan tukar menukar barang. Sebagai pelaku pasar, tengkulak mempunyai peran yang sangat penting mengenai keadaan pasar yang sebenarnya. Sehingga akhirnya tengkulaklah yang menentukan harga garam kepada petani.

Permasalahan pemasaran pun masih saja menjadi momok utama karena adanya dominansi tengkulak dalam saluran pemasaran garam. Peranan tengkulak begitu besar sehingga petani tidak mampu meningkatkan posisi tawarnya. 

Dampaknya, petani garam harus kembali mengandalkan tengkulak dalam hal penyediaan modal. Begitu seterusnya perputaran ini. Antara petani garam dan pedagang pengumpul atau tengkulak seolah menjadi lingkaran setan yang tidak dapat lagi diputus mata rantainya. 

Di sisi lain, pelaksanaan impor garam dijadikan sebagai ladang keuntungan bagi para mafia garam. Adanya problematika distribusi yang ditandai dengan terjadinya persaingan pasar yang tidak seimbang antara petani garam dengan tengkulak dan adanya indikasi kartel pembelian merupakan persoalan riskan dalam perekonomian. Inilah tujuan kartel yang terlihat ke arah monopoli untuk meniadakan persaingan. 

Jika hal ini terjadi maka pelaku usaha bebas menentukan harga. Harus diakui bahwa terpenuhinya beberapa indikator kartel yang menyebabkan ketidakadilan dalam distribusi garam lokal terjadi tidak semata-mata karena tindakan rasional -- tujuan dari tengkulak dan pemilik tambak ataupun tindakan tradisionalis petani -- tetapi juga lemahnya peran pemerintah sebagai institusi distribusi yang terlihat pada revisi peraturan menteri perdagangan No. 125/M-DAG/PER/12/2015.

Secara kasat mata, sistem ekonomi kapitalis telah menjerat kehidupan petani garam. Adanya penetrasi sistem ekonomi kapitalis tercermin dari moda produksi kapitalis diekspresikan dalam proses produksi yang dikendalikan oleh pabrikan, agen, tengkulak dan petani besar. 

Hubungan produksi yang terbangun pun berstruktur buruh-majikan. Maka hubungan produksi yang terbangun lebih bercorak komunal dan egaliter, tidak ada kompetisi dan eksploitasi. Margin pemasaran dikuasai oleh tengkulak dan pabrik. 

Keuntungan yang seharusnya diterima oleh petani justru diterima oleh mereka. Maka peta pasar persaingan di tingkat petani garam adalah pasar persaingan monopolistik dan struktur pasar persaingan tingkat pedagang tengkulak adalah pasar persaingan oligopsoni dimana pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas garam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun