Mohon tunggu...
Husnil Kirom
Husnil Kirom Mohon Tunggu... Guru - Pejuang Pendidikan

Asesor GTK Kemdikbudristek RI

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mendobrak Mental Block

14 April 2020   07:00 Diperbarui: 14 April 2020   07:30 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dadapayu-semanu.desa.id

Tulisan ini membahas wacana penyempurnaan substansi dan pemberlakuan kembali mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) menjadi Pendidikan Moral dan Pendidikan Kewarganegaraan (PMPKn) dengan tujuan membumikan kembali pendidikan moral dan nilai Pancasila bagi lintas generasi (milenial, z, alpha) di bumi pertiwi. Hal ini sebagaimana informasi yang dirilis oleh Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) melalui laman www.kemdikbud.go.id dalam Siaran Pers Nomor: 294/Sipres/A5.3/IX/2019 tanggal 14 September 2019 lalu Simposium Nasional Penanaman Nilai Pancasila oleh Kemdikbud di Kota Malang Provinsi Jawa Timur. Kegiatan simposium telah menghasilkan empat rumusan rekomendasi untuk memperkuat kembali mata pelajaran PPKn menjadi PMPKn di persekolahan.

Adapun empat rekomendasi yang dihasilkan dalam kegiatan ini adalah (1) Intensitas penanaman dan pemantapan nilai Pancasila sebagai wahana pembangunan watak bangsa perlu dilakukan di semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan; (2) Implementasi penanaman dan pemantapan nilai Pancasila dapat dilakukan melalui peningkatan pemahaman, penghayatan, penciptaan suasana, pembiasaan, apresiasi dan keteladanan; (3) Pemantapan mata pelajaran PPKn dapat dilakukan melalui penguatan pembelajaran yang lebih menekankan pada aspek nilai, sikap, dan perilaku; (4) Pendidikan dan pelatihan guru lebih menekankan pada pengembangan kiat-kiat dan praktik baik internalisasi nilai Pancasila pada semua mata pelajaran.

Sebagaimana disampaikan langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Bapak Muhadjir Effendy saat menutup Simposium Nasional secara resmi di Kota Malang Provinsi Jawa Timur, pada hari Sabtu tanggal 14 September 2019 bahwa “Penanaman nilai Pancasila sebagai wahana pembangunan watak atau karakter bangsa adalah penting. Oleh karena itu, seluruh satuan pendidikan mempunyai tanggung jawab moral dalam penanaman nilai Pancasila sedini mungkin”. Masih menurut Mendikbud, Mata pelajaran PPKn belum memiliki dampak besar terhadap pembentukan karakter siswa. Hal ini disebabkan belum adanya implementasi penanaman nilai-nilai Pancasila secara konkret di sekolah, melainkan hanya sebatas pengetahuan semata. 

Beliau berpendapat “Oleh karena itu, dibutuhkan mata pelajaran yang memiliki posisi sebagai pemandu terhadap proses kegiatan belajar mengajar yang ada di satuan pendidikan, termasuk pembelajaran yang ada di masyarakat maupun keluarga”. Strategi pembelajaran Pancasila tersebut akan diarahkan untuk lebih banyak memberikan contoh mengenai penanaman nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Dari informasi yang disampaikan Mendikbud pada acara tersebut bahwa “Kemdikbud telah melatih sebanyak 1.028 guru pendidikan dasar dari 514 kabupaten/kota di Indonesia. Saya harap guru-guru itu bisa, metode pengajarannya dari sebelumnya berorientasi pada pengetahuan pada jenjang pendidikan dasar menjadi penerapan nilai Pancasila,” ujar Mendikbud. Lebih lanjut Mendikbud mengatakan bahwa akan melakukan pengkajian mendalam mengenai kemungkinan terjadinya pemisahan mata pelajaran Pancasila dengan Kewarganegaraan. “Judul mata pelajaran kita sekarang itu PPKn dan ada di dalam Peraturan Pemerintah. 

Setelah kita evaluasi ketika materi Pancasila itu dijadikan satu dengan Kewarganegaraan, maka kemudian pembobotan Pancasila itu lebih kepada pengetahuan. Padahal maksud dari mata pelajaran atau tema Pancasila bukan pengetahuan melainkan penanaman nilai. Ini sedang kita kaji lebih dalam lagi”, terang Mendikbud. Pada kesempatan ini, Mendikbud juga menitipkan kepada para pendidik dan tenaga kependidikan yang mengikuti kegiatan tersebut untuk memperhatikan penggunaan alat komunikasi untuk mengakses dunia maya. “Guru juga harus berperan sebagai penjaga gawang, sebagai penyaring informasi mana yang harus dia pakai dan mana yang harus dijauhi. Jadi intinya di era digital ini, guru dituntut untuk terampil menggunakan teknologi informasi sebagai wahana pembelajaran, tetapi juga harus pandai betul memilih dan memilah konten-konten yang ada di dalam berbagai macam sumber informasi terutama yang berasal dari dunia maya”, demikian pesan Mendikbud. 

Masih dalam kegiatan yang sama, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemdikbud, Bapak Supriano menambahkan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) Kemendikbud sudah menyiapkan 1.200 guru yang sudah diberikan Training of Trainers (ToT) yang diintegrasikan dengan kebijakan Kemendikbud di mana pelatihan ini akan berbasis zona. Pembantu Rektor IV Universitas Negeri Malang, Bapak Ibrahim Bafadal secara langsung menyambut baik kegiatan diselenggarakan Kemdikbud ini. Hal tersebut penting dilakukan, karena menurutnya pada hakikat pendidikan adalah untuk menumbuhkembangkan watak, intelektualitas, jasmani sehingga tidak ada pendidikan tanpa pembentukan watak di dalamnya. Saat ini terjadi pertengkaran antarsuku, perundungan antarsiswa, geng motor. Hal ini menunjukkan ada sesuatu dengan karakter anak kita. Padahal karakter anak kita akan menentukan watak bangsa di masa mendatang.

Bongkar Pasang Kurikulum PPKn

Menurut Al-Atok (2019) berpendapat bahwa “jalur pendidikan adalah jalur utama yang strategis untuk memperkuat penanaman nilai Pancasila kepada para siswa. Karena itu Pendidikan Pancasila menjadi matapelajaran wajib bagi seluruh jenjang pendidikan mulai pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi”. 

Keberadaan Pendidikan Pancasila dalam sistem pendidikan nasional memang mengalami dinamika dengan nama dan muatan materi yang dinamis dari kurikulum ke kurikulum sesuai dengan perkembangan dan perubahan kehidupan masyarakat dan negara. Kemudian pada tahun 2004 saat Kurikulum Berbasis Kompetensi diberlakukan nama mata pelajaran ini pun berganti menjadi Pendidikan Kewarganegaraan. Saat KBK disempurnakan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tahun 2006 mata pelajaran ini ikut disempurnakan dengan nama yang sama Pendidikan Kewarganegaraan namun ditambahkan Paradigma Baru berdasarkan KTSP. 

Sepuluh tahun kemudian di tahun 2013 mata pelajaran ini kembali ke nama sebelumnya, yakni PPKn sesuai dengan Kurikulum 2013 dengan ciri Saintifik. Sempat diusulkan menjadi Kurikulum Nasional di tahun 2016, namun sampai dengan saat ini nama mata pelajaran belum berganti dalam kurikulum masih dinamakan PPKn berbasis karakter. Dalam Kurikulum 2013 yang kemudian disempurnakan tahun 2016 porsi itu berusaha dikembalikan dalam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dengan muatan materi pokok “empat pilar” kehidupan berbangsa bernegara yang meliputi Pancasila, UUD Negara RI Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI, namun dirasa masih belum memenuhi harapan. 

Masih terdapat kesan yang  kuat bahwa nilai-nilai dan moral Pancasila sudah tidak lagi diajarkan di sekolah atau tersirat saja. Sedemikian panjang sejarah perjalanan mapel ini dari awal kemerdekaan sampai dengan sekarang ini. Bahkan bisa dikatakan substansi dan nama mapel PPKn selalu identik dengan masa pemerintahan yang sedang berkuasa. Tujuan akhir mapel ini sama untuk mewujudkan peserta didik menjadi warga negara baik dan cerdas (good and smart citizenship). Suatu keharusan menanamkan kompetensi civic knowledge, skill,  responsibility, dan dispositions kepada peserta didik. Secara teknis dan praktis sebagai pendidik profesional, apapun, siapapun, dimanapun, kapanpun PMPKn diberlakukan, kita siap asalkan bermanfaat sebagai pembangunan watak bangsa dan kebaikan generasi muda.

Pengarusutamaan Moral dan Nilai Pancasila Melalui PMPKn

Hasil penelitian yang dipaparkan dalam Simposium (Untari, 2019) diperoleh data tentang perilaku kekerasan terhadap pelajar, yaitu siswa mengalami kekerasan di sekolah (84%), siswa mengakui pernah melakukan kekerasan di sekolah (75%), siswa laki-laki menyebutkan guru atau petugas sekolah merupakan pelaku kekerasan (45%), siswa perempuan  menyebutkan bahwa guru atau petugas sekolah merupakan pelaku kekerasan (22%), dan siswa usia 13-15 tahun melaporkan pernah mengalami kekerasan fisik oleh teman (40%). 

Praktik-praktik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilakukan mengarah kepada ketidakjujuran, tidak memegang etika dan moral, tidak bertanggung jawab, tidak dapat diandalkan, dan tidak bisa dipercaya, serta sebagian bangsa kita sedang mengalami krisis identitas karakter” (Sartono, 2019). Hal ini mengindikasikan terjadinya degradasi nilai dan moral Pancasila yang dialami bangsa Indonesia. Dari hasil penelitian di Harvard University  menyimpulkan “kesuksesan seseorang itu disumbang 20% oleh hard skill  berupa pengetahuan dan kemampuan teknis, sedangkan 80% adalah soft skill berupa kepribadian, watak, tabiat, ahlak, sikap, perilaku” (Ibrahim Akbar dalam Al-Atok, 2019). Nilai Karakter tidak diajarkan tapi dikembangkan. Dengan kata lain value is neither cought nor taught, it is learned. Membangun karakter membutuhkan proses yang panjang dan tidak mengenal kata akhir atau never ending process. 

Membanggun karakter ibarat melukis di atas batu bukan melukis di atas air. Menanamkan pendidikan moral dan nilai Pancasila adalah sebuah upaya membangun karakter bangsa Indonesia. Sebagaimana menanam sesuatu, maka langkah pertama adalah memilih benih yang baik untuk ditanam. Nilai-nilai utama Pancasila yang mau ditanamkan kepada siswa haruslah dielaborasi terlebih dahulu untuk kemudian dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Nilai-nilai Pancasila apasaja yang ditanamkan, semisal beragama secara beradab, menegakkan HAM konteks lokal, menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa dalam konteks Bhinneka Tunggal Ika, bedemokrasi secara hikmat dan bijaksana, serta menjunjung tinggi keadilan dengan tetap bertumpu pada kesejahteraan bersama. Ibarat menanam sesuatu, harus dilakukan pembersihan terhadap rumput-rumput liar yang mengganggu dan hama yang mengancam. 

Pancasila sebagai karakter dan kepribadian bangsa Indonesia harus terus dilakukan. Rendahnya pemahaman terhadap Pancasila di kalangan siswa perlu mendapatkan penanganan serius. Meskipun melekat dalam kepribadian, nilai-nilai karakter bangsa yang telah diformulasikan dalam Pancasila perlu dikalukan reinternalisasi dan reaktulasisasi secara terus menerus agar terus menjadi energi kehidupan yang larut dalam keyakinan, watak, dan kepribadian bangsa. Penanaman nilai Pancasila yang kuat pada kalangan siswa harus dapat menghindari terjadinya “salah paham” terhadap Pancasila. 

Kesalahpahaman terhadap Pancasila berakibat kesalahan aktualisasi, bahkan resistensi. Upaya memperkuat penanaman nilai Pancasila haruslah diarahkan untuk menghilangkan berbagai kesalahpahaman di atas. Adanya pemahaman yang benar terhadap Pancasila akan memperkuat komitmen generasi muda terhadap Pancasila. Jika kesalahpahaman terhadap Pancasila masih menghantui generasi muda bisa jadi akan berujung melunturnya komitmen, bahkan resistensi masif di kalangan generasi muda terhadap Pancasila.

Melalui jalur pendidikan sebagai jalur utama yang strategis untuk memperkuat penanaman nilai Pancasila kepada para siswa. Karena itu Pendidikan Pancasila menjadi matapelajaran wajib bagi seluruh jenjang pendidikan mulai pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi. Penanaman nilai-nilai Pancasila menuntut adanya pendekatan dengan melakukan penggalian dan elaborasi terhadap praktek-praktek kehidupan dalam masyarakat yang merupakan aktualisasi dari nilai-nilai Pancasila. Sehingga Pancasila tidak lagi diajarkan sebagai konsep dan norma, melainkan sebagai perilaku nyata sehari-hari. Pancasila in action. 

Dalam hal ini guru dituntut untuk membimbing para siswa melakukan penggalian ulang nilai-nilai Pancasila yang hidup dan berkembang dalam praktek kehidupan nyata sehari-hari. Hasil penggalian ulang itu selanjutnya diinfuskan kembali sehingga menjadi energi positif yang larut dan mengalir dalam darah kehidupan siswa sehari-hari. 

Penggalian ulang itu tentu dilakukan secara konstekstual terhadap perilaku-perilaku positif yang betul-betul menggambarkan aktulaisasi nilai-nilai Pancasila. Pancasila in action dengan pendekatan kontekstual positif tersebut akan mampu memperkuat pemahaman Pancasila bagi siswa. Model penanaman nilai-nilai Pancasila demikian itu amat tepat digunakan dalam berbagai program pendidikan dan latihan bertujuan memperkuat pemahaman Pancasila di luar persekolahan, seperti Proyek Kewarganegaraan dan Jambore Kebangsaan.

Upaya untuk memperkuat pemahaman Pancasila generasi muda tidak cukup hanya dilakukan melalui jalur pendidikan. Upaya itu harus dilakukan secara simultan melalui berbagai jalur. Upaya memperkuat pemahaman Pancasila generasi muda harus menjadi program dari semua instansi atau lembaga pemerintah yang terkait. Sebab de-Pancasilaisasi itu lebih banyak terjadi diluar dunia pendidikan. Perlu ada kebijakan dengan regulasi yang kuat dan mengikat yang mendukung diadakannya program “penguatan pemahaman Pancasila dan karakter kebangsaan” bagi generasi muda pada umumnya. Upaya pembangunan karakter bangsa melalui  penanaman nilai Pancasila perlu dilakukan secara simultan melalui berbagai jalur selain jalur pendidikan, sebab fenomena sosial yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila itu sebagian besar terjadi di luar lingkungan sekolah. 

Jika di luar sekolah tidak dilakukan pembenahan secara serius, maka ibarat menebar benih yang unggul di ladang yang tandus, meskipun disertai pupuk yang baik dan obat hama yang mujarab tentu tidak banyak yang bisa diharapkan. Pengarusutamaan pendidikan moral dan nilai Pancasila lintas generasi melalui wacana pemberlakuan mapel lama dengan nama baru “PMPKn” memisahkan substansi Pendidikan Pancasila dengan Pendidikan Kewarganegaraan ini diharapkan dapat membongkar mental block dan membangun watak generasi penerus bangsa lebih baik. Bersama kita menanti tuah (kebaikan) pemberlakuan PMPKn kembali untuk membumikan pendidikan moral dan nilai Pancasila sebagai upaya penyelamatan falsafah Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun