Mohon tunggu...
Anshor Kombor
Anshor Kombor Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang terus belajar

Menulis menulis dan menulis hehehe...

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

[RTC] Secarik Perca, Menyeka Sunyi

30 Juli 2018   13:45 Diperbarui: 30 Juli 2018   13:48 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: www.radiopanik.org

bahtera perlu jeda haluan, sejenak. di tengah hembusan angin kencang samudera. tiada bertepi. kau jangan terlalu banyak gerak dulu. luka itu belum pulih benar.

guratan kehilangan dahan kasih jiwa kemarin dan ranting azam. esok. tergurat pada lembaran risalah muka. sejak awal persuaan. berselimut hangat linangan duka, hembusan gigil sekujur diri. kau.

entah almanak sudah mencatat berapa malam berbilang hari dan bulan. di antara sesak jerit menggedor ruang hampa, menemani. ala kadarnya dari kejauhan. dalam gubuk lusuh, kau bisa mampir. sesukamu.

sekadar ulurkan secarik perca. kau menyeka cipratan sunyi. sebatas menikmati denting denting terhempas. sesekali berinai canda-tawa, soal beradu kata dari sedia kala. sembari kau mengusap luka.

tak pantas berharap kembali. aku. ego terkapar dini, ketika jingkat tergamit jejakmu. saat tatap sublim dalam kerlingmu. pedih terpagut perihmu. senyum terkulum semringah binarmu.

kau terus bergerak, purnama memerah darah. jemarimu meraih patahan kayu di persimpangan temaram. syahdan, lepasan genggam perempuan, menenggak pilu belakangan. seiring riuh berbuih para saru. buram. usai seorang lelaki malang tergeletak.

di kaki langit, aku mafhum bersama gerhana. tiada gemintang. barangkali kau berharap waktu kan menyembunyikan celekit luka itu. kemudian terobati oleh lupa yang membius. siapa tahu?

kicau kicau kedap suara menguar. dari balik jendela rumah pasirmu. tak tahulah. sliyut-sliyut menampol hakiki cinta. atas nama. peduli, mungkin setangkai bertumbuh di dahan cinta. tapi rumangsa keduanya identik, jauh panggang dari api.

sebentar bahtera perlu jeda haluan, dalam hempasan kencang angin samudera. tiada tepian. bukan hendak kian urung berlabuh ke dermaga. hanya demi tetap berlayar, tak terbuai deru ombak sebelum tiba. kau juga aku hanya biduk, apalagi.

lukamu belum pulih benar, jangan terlalu banyak gerak dulu. bila memang inginmu, terus saja rasai. aku tidak.

antara Paris van Java, 27.07.2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun