Siapa yang tidak tahu speaker? Saya yakin semua tahu. Speaker dalam bahasa Indonesia disebut sebagai pengeras suara. Sesuai dengan fungsinya sebagai pengeras atau pembesar dari suara yang sebenarnya.
Karena itu, sesungguhnya, suara yang keluar dari speaker bukanlah otomatis berasal dari speaker itu sendiri. Suara itu berasal dari sesuatu sumber yang disampaikan melalui sebuah mikrofon.
Bisa jadi sumber suara yang keluar dari speaker tanpa speaker teramat sangatlah kecil kedengarannya. Bahkan, siapa yang menyampaikannya terkadang tidak jelas.
Bagi muslim, speaker bukanlah sesuatu yang asing. Sebab hampir setiap waktu sholat speaker itu berbunyi. Biasanya diawali dengan suara ayat-ayat Alquran lalu kemudian dilanjutkan dengan suara azan. Pada saat-saat tertentu digunakan untuk menyampaikan ceramah-ceramah agama.
Namun begitu, speaker tetaplah sebagai pembesar atau pengeras suara agar pesan-pesan yang ingin disampaikan jelas terdengar.
Ironinya, keberadaan speaker tidak seperti yang kita duga. Bila fungsinya sebagai pengeras suara tidak bisa dijalankannya lagi maka speaker-speaker itu pasti dibuang dalam tong sampah. Kemudian akan diganti dengan speaker-speaker baru yang lebih fresh.
Bahkan nasib speaker saat ini benar-benar apes. Keberadaan speaker berada dalam sorotan tajam.
Tidak tanggung-tanggung, seorang Jusuf Kalla yang notabenenya seorang Wapres ikut turut serta menyoroti speaker. Bahkan, konon, untuk menyoroti speaker Wapres membentuk tim khusus yang dibiayai oleh negara.
Bukan hanya itu, speaker bisa dijadikan alasan atau kambing hitam untuk sebuah kerusuhan.
Masih segar dalam ingatan kita pada saat hari raya idul fitri 1436 H beberapa bulan yang lalu di Taloka Papua (katanya) peristiwa itu gara-gara speaker.
Tentu speaker-speaker yang dipasang di mesjid-mesjid atau di mushalla atau di tempat-tempat strategis lain demi sebuah kemaslahatan sangat dibutuhkan. Karena di tempat seperti ini pesan-pesan yang disampaikan jelas. Meskipun tidak dikenal siapa yang menyampaikannya.