Selasa (9/6) yang lalu, ratusan ribu lulusan SMTA seluruh Indonesia mengikuti Seleksi Bersama masuk perguruan tinggi negeri (SBMPTN) tahun 2015. Mereka akan memperebutkan 99 ribu kursi di 74 PTN yang ada di Indonesia. Bila melihat daya tampung PTN tersebut jelas banyak calon-calon mahasiswa baru yang tidak tertampung di PTN.
Saya kira para calon mahasiswa tersebut juga telah mempersiapkan diri  sedini mungkin untuk mengantispasi kemungkinan tidak lulus SBMPTN. Salah satu alternatif adalah memilih perguruan tinggi swasta (PTS) untuk melanjutkan studi mereka.
Sebenarnya kuliah di  PTN dan PTS sama saja alias tidak ada bedanya. Bahkan ada PTS yang kualitasnya lebih baik dari PTN atau paling kurang setara.  Ada juga justru kualitas PTN berada di bawah PTS. Indikatornya, pengajar tidak cukup dan kurang sesuai dengan bidang ilmu yang diampuh. Belum lagi sarana dan prasarana yang kurang memadai. Meskipun PTS yang morat marit juga tidak sedikit. Kita tahulah, banyak PTS dibagun atas dasar bisnis sehingga bila ada indikasi merugikan, barangkali kualitas tidak begitu diperhatikan.
Hanya saja, dari segi legalitas PTN Â lebih terjamin dibandingkan sebagian (baca: beberapa) PTS yang ada. Karenanya, kuliah di PTN tidak harus was-was. Namun, bila tidak hati-hati dalam memilih PTS, Â tahu-tahu kuliah di perguruan tinggi bodong.
Karena itu, bagi para lulusan SMTA yang gagal di SBMPTN jangan terburu-terburu memilih PTS. Biasanya, yang sering terkecoh dengan perguruan tinggi bodong adalah mereka pada calon mahasiswa yang berasal dari daerah. Mereka ini paling mudah dimanfaatkan oleh mereka yang menargetkan calon mahasiswa ini sebagai mangsa. Â
Faktor kenapa mereka menjadi mangsa, pertama malu pulang kampung atau kedaerah karena tidak lulus SBMPTN. Kedua, kurang mengetahui apakah Perguruan Tinggi yang menawarkan diri untuk menampung kuliah bodong atau tidak. Ketiga, memang tidak mau pulang kampung jadi tanpa pikir panjang memilih PTS tanpa pikir panjang atau menyelidikan terlebih dahulu. Namun, bukan berarti yang tinggal di-kota-pun tidak ada yang termakan iming-iming yang diberikan.
Begitupun, ada juga PTS memiliki legalitas, namun tidak memenuhi syarat-syarat sebagai sebuah perguruan tinggi yang. Misalnya akreditasi tidak mencapai standar yang ditetap akhirnya  ijazah yang diraih  tidak dapat dipergunakan. Atau membuka kelas jauh yang sekarang diberi batas jarak yang masuk akal.
Mengantispasi hal-hal yang tidak diinginkan, sebaiknya para calon mahasiswa baru perlu mengetahui kriteria PTS yang sehat.
Dari berbagai sumber disebutkan, PTS yang memiliki kriteria sehat dianataranya memiliki legalitas hukum yang disahkan Menkumham RI, terkreditas BAN-PT minimal C (meskipun PTN bilai nilai dibawah C juga jangan dipilih), tidak melakukan sistem belajar jarak jauh. Selain itu, proses belajar mengajar langsung tiga hari dalam satu minggu. Kemudian memiliki standar visi dan misi kampus.
Bila legalitas dan syarat PTS yang dipilih lengkap, pada akhirnya IZAJAH PALSU seperti yang sedang heboh-hebohnya saat ini tidak akan terjadi.