Mohon tunggu...
Djamaluddin Husita
Djamaluddin Husita Mohon Tunggu... Lainnya - Memahami

Blogger, Ayah 3 Putra dan 1 Putri. Ingin menyekolahkan anak-anak setinggi yang mereka mau. Mendorong mereka suka membaca dan menulis (Generasi muda harus diarahkan untuk jadi diri sendiri yang berkarakter).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Etiskah Seorang Profesor "Menghina"?

16 Januari 2021   23:27 Diperbarui: 16 Januari 2021   23:43 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: https://srisugiastuti.gurusiana.id

Tulisan ini tidak bermaksud membahas secara khusus tentang seorang oknum guru besar USU  yang dalam berita di media online dan medsos disebut menyerang atau ada yang menyebutnya menghina mantan Presiden dan anaknya. 

Namun, pertanyaan yang muncul, apakah seorang professor etis atau tidak, menghina atau menyerang orang lain dengan sesuatu yang tidak pantas atau sebagai contoh adalah seperti yang diberitakan seorang oknum Profesor USU menyerang mantan Presiden dengan kata-kata?

Meskipun, di Indonesia Profesor bukanlah gelar akademik tetapi hanya gelar fungsional dalam klasifikasi kepangkatan. Profesor merupakan jabatan fungsional dengan golongan IV/d dengan pangkat Pembina Utama Madya.

Tetapi, orang memandang professor sebagai gelar akademik karena keilmuan dan sumbangan pemikirannya yang luar biasa di bidangnya. Apalagi saat penobatan Profesor dilakukan lewat sidang senat terbuka dan presentasi karya ilmiah. Tak berlebihan, bila porang yang dipanggil Prof., sangat dihormati, dikagumi bahkan sangat dimuliakan.

Saya yakin, memperoleh sebutan profesor bukanlah hal yang mudah. Pasti, pihak pendidikan tinggi tidak semberangan begitu saja memberi "gelar" profesor kepada seseorang. Tentu sudah melalui proses dan penyelidikan yang cermat. Termasuk rekam jejaknya.

Artinya, seseorang yang dinobatkan gelar profesor betul-betul tingkat kesempurnaan lebih tinggi termasuk karakter dan akhlaknya.

Ketika seorang Profesor berbuat, pasti perbuatannya baik dan kemungkinan kesalahannya kecil, karena sudah dipikirkan secara matang. 

Begitu pula ketika bertutur kata. Pasti memilih kata-kata yang baik. Lisannya tetap terjaga. Setiap perkataan menjadi pedoman bagi kebanyakan orang.  Sebab perkataan dan lisan menjadi pembeda antara orang berpendidikan (tinggi) dengan orang-orang yang tak pernah mengecam pendidikan sama sekali. 

Bagi seorang profesor, bagaimanapun "bobrok" yang dia rasakan terhadap keadaan atau seseorang harus mampu menahan diri. Tidak lantas mengubar kata-kata dengan interprestasi menyerang, menghina dan seterusnya.

Bila sekelas Profesor masih menggunakan term yang dinilai orang menyerang (jika tak boleh disebut menghina) orang lain, apalagi langsung "menusuk" pribadi seseorang dan keluarganya. Secara etis, kapasitasnya perlu dipertanyakan. Apalagi itu hanya untuk diviralkan di media sosial. #djhst

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun