Pelaksanaan turnamen sepak bola berskala internasional di Aceh yang diberi tajuk "Aceh World Solidarity Cup" telah berakhir pada Rabu (6/12/2017). Pada laga penutup berhadapan antara Timnas Indonesia dengan Tim dari Negara Republik Kirgizstan, sementara pertandingan antara Tim Brunei Darussalam dengan Mongolia dibatalkan. Karena apapun hasilnya kedua tim tersebut sudah tidak mungkin lagi memperoleh poin untuk peringkat 1 dan 2. Sayangnya, Timnas U-23 tidak mampu meraih ambisinya setelah kalah 0-1 dari Tim Republik Kirgizstan.
Karena turnamen ini merupakan turnamen berskala internasional yang dilaksanakan pertama kalinya setelah Aceh diguncang musibah Tsunami, maka banyak hal-hal yang perlu menjadi catatan selama turnamen berlangsung.
- Kondisi Lapangan
Barangkali hampir semua warga Indonesia menyaksikan kondisi Stadion Harapan Bangsa Aceh pada saat berlangsungnya turnamen karena disiarkan langsung oleh salah satu stasiun televisi swasta. Kondisi lapangan sangat becek dan berlumpur.Terlepas dari cuaca yang tidak mendukung karena selama turnamen berlangsung Aceh diguyur hujan terus menerus dan sangat deras. Sampai-sampai beberapa daerah di Aceh dilanda banjir seperti di Lhoksukon, dll. Tetapi, ini menjadi catatan bagi panitia di Aceh selanjutnya atau di daerah lain bahwa bila ingin mengadakan turnamen berskala internasional (mengundang negara luar) yang notabenenya membawa nama negara. Maka apapun alasanannya, perlu ada pertimbangan yang mantang tentang kondisi lapangan.
Sebab, semua kita sering menonton pertandingan bola yang dilakukan di Eropa atau benua maju lainnya. Meskipun hujan sederas apapun, lapangan tetap tidak becek dan berlumpur. Memang, pasti ada yang berpikir, tidak boleh dibandingkan dengan negara Eropa dan yang lainnya. Karena memang di sana bola sudah menjadi industri. Namun, yang ingin saya sampaikan adalah bahwa lapangan itu bisa direkayasa sehingga tidak terlalu berlumpur.
Memang akan membutuhkan dana banyak. Tetapi itu penting dilakukan karena menyangkut nama baik negara di mata Internasional. Apalagi, bila kita melihat tidak seluruhnya bagian lapangan atau ada sisi-sisi yang tidak berlumpur dan becek, ini membuktikan bahwa lapangan tersebut bisa dikondisikan untuk tidak berlumpur dan becek. Bukan berarti karena bagian tersebut tidak sering terjadi "perebutan bola" tetapi saya melihat memang gestur tanah di bagian yang tidak berlumpur dan becek itu memang bagus.
Bila memang itu tidak bisa diantisipasi, paling kurang panitia jauh-jauh hari berkoordinasi dengan BMKG tentang cuaca. Apa salahnya, bila cuaca buruk, jauh-jauh hari jadwalnya digeser sesuai dengan kondisi cuaca. Namun, kita maklumi, karena turnamen Aceh World Solidatity Cup menggunakan APBA maka harus dilakukan sebelum pertangan bulan Desember. Sebab, paling kurang tanggal 17 Desember harus menyerahkan laporan penggunaan dana.
- Parkiran
Masalah parkir di setiap tempat menjadi permasalahan tersendiri. Menurut saya, areal parkir stadion harapan bangsa lumayan luas. Namun selama ini, saat habis pertandingan, semuanya harus tertahan karena macet. Hal ini disebabkan karena pintu keluar tidak mencukupi volume penonton yang keluar.Pada saat pertandingan final antara Timnas U-23 dengan Tim Republik Kirgizstan, mobil dan motor tidak diperbolehkan masuk ke lokasi stadion kecuali mereka yang memiliki badge panitia. Jadi, areal parkir dibuat di jalan di depan stadion. Memang, terasa waktu meninggalkan stadion tidak berdesak-desakan di pintu. Sebab, semuanya jalan kaki menuju tempat kenderaan yang diparkir.
Menurut saya, apa yang dilakukan itu adalah sebuah alternatif. Tetapi hal itu akan menganggu pengguna jalan.
Solusinya, barangkali harus dibuat beberapa jalur jalan keluar. Sebab, bila kita lihat letak stadion memiliki beberapa akses keluar. Pengelola hanya mengusulkan beberapa pintu lagi yang memang memungkin untuk dibuat dan memiliki akses langsung ke jalan. Sehingga tidak berdesak-desakan seperti dulu lagi.
- Antusisme masyarakat
Bila dibandingkan dengan turnamen-turnamen sebelumnya yang digelar di Stadion Harapan Bangsa Lhoong Raya Aceh agaknya antusiasme masyarakat agak menurun. Terbukti stadion tidak penuh. Pernah pada pertandingan piala Gubernur Aceh, yang diikuti beberapa tim terbaik Liga Indonesia, Brunei, dan Malaysia, stadion penuh dan sesak. Bisa jadi karena pada saat itu turun tim kesayangan masyarakat Aceh (Tim Aceh Colection).
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!