Mohon tunggu...
Den Ciput
Den Ciput Mohon Tunggu... Penulis - I'm a writer...

Just Ordinary man, with the Xtra ordinary reason to life. And i'm noone without God.. http://www.youtube.com/c/ChannelMasCiput

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Balada si Karin

7 Oktober 2019   02:37 Diperbarui: 7 Oktober 2019   15:05 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber : vectorstock

Seminggu kemudia, mereka sudah meluncur kearah Tangerang.
" Kita mau kemana sih? " Karin penasaran.
" Kita akan cari Laksa. Makanan khas Tangerang. Loe udah pernah makan Laksa?" Alan boong.
" Pernah doong. Tapi yang di Tangerang belum pernah. Di daerah mana di Tangerangnya?" Mata Karin berbinar.
" Jalan Veteran."
" Lho, emang disitu ada warung Laksa ya? Bukannya itu penjara? "
" hhm...itu penjara. Dan kita jemput papamu."
" Maksud loe apa?? Hah? " Nada suara Karin berubah dingin.
Alan hampir menghentikan laju mobil. Tapi itu gak akan merubah keadaan. Lebih baik, apapun yang terjad, Alan harus tetap melaju ke arah Lembaga pemasyarakatan. Apapun yang terjadi. Iya, Karin harus ketemu papanya.
" Rin, bagaimanapun, pak Iwan tuh papa loe. Dan hari ini hari kebebasannya. Loe musti jemput pak Iwan. Kalau bukan loe, siapa lagi?" Nasihat Alan.

" Jangan nasihatin gue, tau apa loe tentang gue?!" Amarah Karin memuncak.
" Fine, gue gak tau banyak tentang loe! Tapi yang loe mesti tahu, papa loe sangat berharap dihari pertama menghirup udara bebas ketemu loe, anak semata wayangnya. Loe tuh harapan satu-satunya buat papa loe! Loe mesti bersyukur masih punya orang tua, bagaimana pun keadaannya. Sedangkan gue.." Alan tak sanggup meneruskan kalimatnya, airmataya hampir jatuh.
Kini Karin yang kaget.

Karin menoleh kearah Alan.
" Selama beberapa hari ini gue sibuk menyembuhkan luka hati loe. Tanpa gue mau cerita tentang luka hati gue ke loe, kan? Gue berusaha loe bisa ketemu bokap loe biar kalian bisa ngumpul lagi, seperti saat loe kecil. Asal loe tahu, papa loe jadi bandar juga mungkin salah satunya untuk ngebahagiain loe. Walau dengan cara yang tak terpuji, " Kini Alan sudah tidak mampu membendung air mata.

Karin terkesiap, mata alan yang berlinangan airmata menatap jalanan sambil melajukan mobil. Karin jadi merasa bersalah. Sebegitu baik ternyata orang yang sering dijutekin selama ini.


Tangan Karin memberanikan diri menggengam jemari alan yang memegang lingkar kemudi.

Jam 10.45 mereka tiba dihalaman lapas.
Setelah memarkir mobil mereka menuju ruang registrasi. Ruang registrasi dalam Lapas adalah ruang pendataan. Disana data para narapidana dicatat. Baik yang masuk atau keluar.
Andre menyeruak.

" Eh, Al, jadi juga loe datang. Mana putri pak Iwan?"
" O ya, ini nih putri pak Iwan, Karin namanya. Rin, ini teman gue waktu SMP. Andre namanya, " Alan memperkenalkan keduanya.

Sejenak Andre memandang kagum kearah Karin. Tak tampak Karin sebagai anak seorang bandar besar narkoba yang bahkan di bui pun masih disegani.
" Mbak Karin, kelakuan bapak sebenernya selama saya tugas disini baik-baik saja. Tapi standar prosedur keamanan memang tidak boleh dijenguk. Karena bapak termasuk warga binaan dengan pengamanan khusus, " Jelas Andre.
Karin Cuma mengangguk-angguk, bisa mengerti alasan kenapa papanya tak boleh dijenguk.

Selanjutnya angan Karin melayang jauh, jauhhh. Semasa kecilnya. Karin mencoba mengingat-ingat bagaimana tampang papanya. Maklum, waktu itu Karin masih berumur tiga tahun ketika papanya ditangkap. Dan sekarang, sudah menjalani hukuman selama tujuh belas tahun dari yang seharusnya dua puluh tahun.

Pak Iwan bebas bersyarat karena kelakukan baik selama menghuni lembaga pemasyarakatan. Tiba-tiba rasa rindu itu membuncah. Tiba-tiba pengin banget Karin memeluk papanya erat-erat dan mengucap, " Pa, karin sayang papa. Karin tidak mau kehilangan papa lagi. Karin berjanji untuk menjaga hari tua papa. "
Air mata Karin menetes.

Alan menggenggam jemari Karin.
" Rin, sebentar lagi loe bakal ketemu papa. Loe harusnya gembira. Ayo senyum..." Hibur Alan.
Karin Cuma bisa menatap Alan nanar. Bibirnya berusaha menyungging senyuman. Tapi gagal. Malah makin deras air matanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun