Mohon tunggu...
Den Ciput
Den Ciput Mohon Tunggu... Penulis - I'm a writer...

Just Ordinary man, with the Xtra ordinary reason to life. And i'm noone without God.. http://www.youtube.com/c/ChannelMasCiput

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Balada si Karin

7 Oktober 2019   02:37 Diperbarui: 7 Oktober 2019   15:05 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber : vectorstock

" Kalau kamu nggak sanggup, nggak usah cerita nggak papa, " Alan pura-pura beranjak.
" wait!" Sergah Karin.

Alan duduk kembali.
" Aku akan menjadi pendengar yang baik, " Janji Alan.
" Aku dan mama punya hubungan yang tidak baik. Hampir tiap hari kami bertengkar. Ribut terus, " Karin meneguk kopinya.
" Papamu?" Alan menyelidik mata Karin.
" Aku harap setelah mendengar ini kamu tetap mau jadi sahabatku, tetap mau jadi pendengar ceritaku, " Karin meletakkan handphone yang sedari tadi dipegang.
" Aku janji. "
" Aku belum sempat bisa melihat papaku, ketika..." Air mata Karin meleleh tanpa bisa dibendung. Beberapa kali Karin mengatur nafasnya yang sesekali tersengal. Alan beranjak mengusap air mata Karin.
Setelah beberapa menit, " Papaku bandar Narkoba. Ketika aku baru tiga tahun, papaku ditagkap polisi. Aku belum sempat bisa mengenalinya kecuali dari foto. Papaku divonis penjara dua puluh tahun."

Alan tercekat. Beberapa kali berusaha menelan ludah, tapi seperti nyangkut di tenggorokan. Alan tak bisa berucap apapun melihat Karin sesenggukan menceritakan kondisinya.

" Dan mamaku, selalu melampiaskan kebenciannya padaku. Tiap kali lihat aku, selalu rasa benci kepada papa muncul. Aku selalu dijadikan pelampiasan kemarahan mama. Dulu aku anak yang patuh, setidaknya sampai kelas tiga SMP, aku anak yang penurut, walau bagaimana perlakuan mama terhadapku. Lama-lama aku nggak tahan, aku memberontak, pernah aku kabur dari rumah selama seminggu. Mama sibuk nyariin, pas ketemu aku di peluk sambil nangis-nagis, katanya hanya aku yang dimilikinya. Aku dibujuk pulang. Aku nurut, aku pikir perlakuan mama bakal berubah. Tapi tidak, mama tetap berlaku kasar. Tak jarang kami berantem dalam arti yang sebenernya. Saling pukul dan jambak, " Karin menghentikan kalimatnya, " Boleh aku merokok?" Karin bersiap mengeluarkan sebatang rokok dari bungkusnya.

" Tidak!" Tegas Alan. Matanya tajam menatap Karin.

" Kenapa tidak boleh? "
" Karena aku...ah, udahlah, pokoknya kamu gak boleh merokok. Karena kamu mesti sayangi dirimu sendiri. Merokok akan merugikan dirimu sendiri, " Hampir saja Alan tadi keceplosan nahwa dia peduli Karin, makanya Karin tidak boleh merokok. Tapi Alan kawatir Karin akan menafsirkan yang macam-macam. Alan takut memberi harapan. Belum waktunya.

Karin nurut dan menyimpan lagi bungkus rokoknya. Mungkin inilah untuk pertama kali Karin nurut pada kata-kata orang lain.
" And then..?" Alan mengingatkan Karin untuk nerusin cerita.
" Itulah yang menyebabkan hidupku kacau, kalau kamu tanya kenapa selama ini menjadi orang yang tidak bisa senyum, galak, dan kasar."

Alan tergugu
" Kapan papamu bebas?"
" Nurut hitungan minggu depan, aku tidak tahu bagaimana wajah papaku. Selama ini dilarang menjenguk ."
Air mata Karin meleleh lagi.

" Aku kangen papa, " Karin tak bisa menyembunyikan kesedihannya yang teramat sangat.
" Dimana papamu di penjara?"
" Penjara Tangerang."
" Aku ada teman sipir disana, nanti aku cari tahu tentang papamu. Siapa namanya?"
" Iwan. " Pungkas Karin.
Kini Karin sesenggukan. Alan membiarkan Karin menumpahkan segala kesedihannya.
" Kenapa kamu nggak berusaha menjenguk papamu?"
" Papaku menempati sel super maximum security, tak ada seorang pun boleh menjenguk. "

Sore itu menjadi sore paing bersejarah dalam hidup Karin.
Mereka pulang berdua, sepanjang perjalanan saling sibuk dengan pikiran masing-masing. Tak ada kata yang terlontar.

Alan menghubungi Andre, temannya yang kerja sebagai sipir di Lapas. Tanya perihal Pak Iwan, papa Karin.
" Ada hubungan apa kamu dengan pak Iwan?" Andre kaget, matanya menatap Alan.
" Dia papa temanku. Kasihan anaknya, nelum pernah melihat wajahnya. "
" iya, beliau bebas minggu depan. Kalau mau jemput, jemput aja jam 11 siang, nanti ketemu diruang bezuk," Saran Andre.
Alan pulang. Tapi sebelum sampai rumah, dia mengarahkan mobilnya ke rumah Karin. Dia mau kasih tahu perihal Pak Iwan. Sesampainya di depan rumah Karin, Alan melihat cewek itu lagi duduk-duduk di kursi teras.
" Rin..!" Panggil Alan dibalik pagar.
" Hey...Al, masuk gih, nggak dikunci kok, " Suara Karin ceria.
" Eh, mimggu depan ikutan aku yuk, " Ajak Alan setelah duduk.
" Kemana?"
" Pokoknya ikut aja deh. Aku bakal kasih surprise, " Alan merahasiakan tujuan ajakannya. Alan akan ajak Karin menjemput papa Karin yang akan bebas minggu depan.
" Tapi diajak ngopi lagi ngak nih? " Karin mendekatkan mukanya ke hadapan Alan. Alan gelagapan dibuatnya. Hanya beberapa centimeter aja jarak mereka.
" Pasti lahhh!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun