Mohon tunggu...
Humari Hidayat
Humari Hidayat Mohon Tunggu... -

Kita semua punya tugas di dunia. Salah satu tugas saya adalah: menuliskan tentang PJTKI dan TKI serta yang berkaitan dengan keduanya. Karena saya berada di tengah-tengah mereka.

Selanjutnya

Tutup

Money

PJTKI & TKW Buta Huruf: antara pragmatisme & ketaatan pada aturan

24 Juni 2012   06:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:36 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang pernah saya tulis sebelumnya bahwa meski kami pemodal terbesar dalam menempatkan TKI ke negara-negara Arab, kami bukanlah penguasa mutlak dalam industri ini.

Tulisan ini adalah tanggapan terhadap posting salah satu kompasioner (maksud saya Neng Moona) yang menyalahkan PJTKI mengenai masih ditemukannya TKW buta huruf di Arab Saudi.

Tentu saja PJTKI menyumbang kesalahan dalam hal ini. Bagi masyarakat awam, PJTKI hanya mengejar keuntungan saja dengan memberangkatkan TKW buta huruf. Namun yang terjadi sebenarnya lebih rumit dari yang selama ini diketahui publik.

Kami pada dasarnya jengah menempatkan TKI/TKW buta huruf. Sebab kalau ada permasalahan bakal rumit dan banyak sekali memakan biaya meski tak selalu TKW dari kategori ini memberi masalah. Bahkan bila anda cermati sebagian besar TKW yang tersandung masalah saat ini adalah mereka yang melek huruf.

Namun langkah pragmatis tetap kami tempuh karena tekanan dari pihak sponsor dan calon TKW sendiri. Sponsor yang menjadi ujung tombak perekrutan akan meradang dan akan menarik semua calon TKW yang mereka bawa jika suatu PJTKI menolak memproses TKW buta huruf! Satu orang TKW buta huruf, cacat dokumen, di bawah umur yang ditolak mereka akan menarik semua calon TKW yang memenuhi persyaratan dan berpindah ke PJTKI yang akomodatif. Hanya karena satu orang ditolak, semua pelamar yang lain ditarik.

Kami terpaksa bermain pragmatis karena keadaan ini. Dan setelah dihitung-hitung berdasarkan pengalaman, TKW buta huruf secara prosentase tak selalu mendatangkan masalah sebab mereka cenderung punya kesiapan mental untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga sebuah profesi yang sama sekali tak ideal, yang kerap jadi bahan olok-olok di sinetron-sinetron kita yang bahkan kaum intelektual juga kerap mengartikan bahwa pekerjaan satu ini sama dengan kerendahan martabat. Selain itu kesempatan mereka bekerja dengan gaji layak juga sulit dicari di negeri kita.

Sebenarnya ada satu cara ampuh untuk mencegah calon TKW buta huruf bekerja ke luar negeri: perketat proses pembuatan paspor. Dal am hal ini instansi pemerintah yang turut melakukan penyaringan. Sudah pernah diterapkan saat pembuatan paspor TKI ke negara-negara Arab dipusatkan di Imigrasi Khusus Tangerang. Proses ini lumayan membantu kami.

Namun karena desakan berbagai kalangan Imigrasi khusus itu dibubarkan dan diserahkan ke daerah. Secara teori kedengarannya memang ideal; tak ada diskriminasi bagi calon TKI/TKW informal untuk membuat paspor. Namun secara praktek, pengawasan akan sangat sulit dan biaya yang dikeluarkan PJTKI berkali-kali lipat lebih besar. Karena oknum di imigrasi di daerah-daerah tertentu memanfaatkan betul 'panen' ini.

Karenanya sulit berharap untuk mencegah calon TKW buta huruf untuk tidak bekerja di luar negeri. Selain itu pada dasarnya TKI/TKW kategori ini paling hanya terdapat di Malaysia dan Arab Saudi mengingat hanya majikan dari dua negara itu yang mau memperkerjakan TKW yang bahkan di negara asal mereka sangat sulit mendapatkan akses kerja.

Dan layaknya orang swasta di belahan bumi manapun, PJTKI/PPTKI akan selalu pragmatis. Sebab itulah salah satu cara utama untuk hidup. Tak bisa ditinggal seratus persen. Seperti kata Ciputra pada saat para pengusaha dihujat sebab berkolaborasi dengan penguasa Orde Baru “Bila pengusaha idealis, maka ia tak akan berhasil menjadi pengusaha”

Ingin tahu tentang peluang buat TKI formal? Klik kalimat ini.



Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun