Mohon tunggu...
Rio Estetika
Rio Estetika Mohon Tunggu... Freelancer - Dengan menulis maka aku Ada

Freelancer, Teacher, Content Writer. Instagram @rioestetika

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Harmoni Iman dan Imun di Tengah Badai Covid-19

21 Maret 2020   08:54 Diperbarui: 21 Maret 2020   11:04 1018
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Humaniora Aesthetic-- Masa inkubasi 14 hari yang ditetapkan pemerintah atas pandemi Covid-19 telah berlangsung separuhnya. Tetapi, bukan berarti kewaspadaan kendor dan melemah. 

Justru saat ini tingkat kewaspadaan terhadap pandemi tersebut harus semakin ditingkatkan dan di disiplinkan. Rutin menjalankan prosedur pencegahan yang telah dianjurkan oleh medis. Dan yang paling penting setelah semua ikhtiar itu adalah bertawakal kepada Allah Swt. Iman dan imun menjadi pijakan penting untuk berhadapan dengan wabah saat ini. Mengapa demikian?

Sebelum menjawab tuntas pertanyaan di atas, mari simak  mutiara hikmah  yang disampaikan Ibnu Athailah as-Sakandari dalam kitabnya Al-Hikam tentang dua kondisi hati, yaitu syukur dan sabar. 

Jikalau manusia lupa bersyukur atau tidak tahu cara bersyukur, maka beriaplah menghadapi berbagai peristiwa dan ujian dengan bersabar. Bersyukur terbaik adalah menjaga hubungan baik dengan Allah, menjaga hubungan dengan alam, dan menjaga hubungan dengan sesama makhluk. 

Covid-19 yang melanda bumi ini, mungkin saja disebabkan hubungan kita dengan Allah Swt tidak baik dengan banyak maksiat dan dosa.Dalam hal ini Allah telah memberikan peringatan, "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS Ar-Ruum: 41). 

Peringatan jelas dan gamblang di atas sedikit banyak menyadarkan manusia untuk memperbaiki diri agar terhindar dari wabah dan bencana. Namun, ada pula yang menempatkan iman dalam merespon wabah dengan mengatakan, "Takutlah kepada Allah, bukan takut kepada virus Corona". 

Sekilas pernyataan itu benar namun tidaklah tepat. Faturrahman, Lc, MSi., Ketua Majlis Tabligh PP Muhammadiyah menegaskan, "pernyataan tersebut sekilas benar namun ditujukan untuk suatu kebatilan (qawlu haqqin urida bihi al-bathil). 

Ini teologi yang sesat dalam meletakkan dalil dan keliru memahami makna secara komprehensif, disamping fragmantatif, dan miskin wawasan serta buta al maqhasid syariah." Fakta demikian banyak timbul di kalangan masyarakat. Penerapan iman yang "cethek" sehingga menafikan penjagaan imun yang semestinya untuk mengurai wabah Covid-19. 

Broadcast tentang tetap meramaikan masjid ditengah wabah ini. Bahkan ada yang bilang kalau anjuran untuk tidak datang ke masjid adalah upaya untuk menjauhkan dan mengalahkan umat Islam. Argumennya adalah solat itu wajib dan lebih baik dilakukan dengan berjamaah. 

Orang dengan semangat beragama tinggi akan terpancing dengan argumen ini dan terburu-buru untuk menyebarkan pesan tersebut melalui jejaring sosial media mereka. B

ahkan obrolan di angkringan pun gurih bahwa mati adalah takdir Allah. Entah ada corona atau tidak jika waktunya mati ya mati. Hal tersebut seolah membenarkan sikap "santuy" berlebih  dan tak mau melakukan pencegahan dini pada virus ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun