Mohon tunggu...
Rio Estetika
Rio Estetika Mohon Tunggu... Freelancer - Dengan menulis maka aku Ada

Freelancer, Teacher, Content Writer. Instagram @rioestetika

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menyoal 3 Definisi Radikalisme Menurut Menkopolhukam

20 November 2019   06:12 Diperbarui: 20 November 2019   06:22 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Negeriku sedang semangat-semangatnya berantas virus yang bernama radikalisme. Saking semangatnya, 11 kementerian/lembaga ikut menandatangani SKB penanganan paham radikalisme, antara lain Kemenko Polhukam, Kemendagri, Kemendag, Kemenkominfo, Kemendikbud, Kemenkumham, BIN, BNPT, BIPP, BKN, KASN. Tulisan ini nanti akan menjadi kritik dan auto kritik jadi, negara jangan sampe baper terus saya ditangkap dan dikenai pasal UU ITE, jangan ya...please kumohon! Kembali pada akar pembahasan kita soal radikalisme. Sadar atau tidak sadar bahwa isu-isu radikalisme menjadi renyah gurih di negeri Indonesia ini.

Radikalisme banyak dimanfaatkan untuk beragam kepentingan. Ada yang untuk menjatuhkan lawan politik. Untuk adu domba umat agama. Atau bahkan  untuk sekedar lawakan yang dilakukan beberapa oknum "kurang gawean" karena mungkin kehidupannya yang ambyar mirip Cidro, lagunya Mas Didi Kempot.

Radikalisme kok jadi serem ya? Monster apa ya? Apa karena definisi yang diberikan KBBI ya? Radikalisme menurut KBBI, yaitu: (1) paham atau aliran yang radikal dalam politik; (2)paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; (3) sikap ekstrem dalam aliran politik 

Permasalahan definisi  radikal sendiri masih semu bagi kita semuanya, karena berkembang dilapisan masyarakat isu radikalisme jadi labelling terhadap gerakan tertentu. Misal, ada kelompok yang ingin menerapkan syariat Islam langsung jadi bulan-bulanan di media ia "dituduhi" radikal. Atau misal, ada orang yang kepengen mengekspresikan jati diri agamanya dengan simbol-simbol agama langsung juga ia "dituduhi" radikal bahkan sampai berujuang sebutan bibit teroris.

Lho kayak ginikan serem, negara bisa ribut terus dan kita gak maju-maju. Amerika udah ngopi di planet Mars kita masih "tuduh-menuding" kaya anak TK karena persoalan definitif. Jadi, negara ini perlu membuat definisi radikal/ radikalisme itu jelas supaya nggak dipakai seenak udelnya oknum untuk kepentingan-kepentingan yang justru merugikan.

Ada kabar menggembirakan, Menkopolhukam Mahfud MD baru-baru ini melontarkan tiga definisi radikalisme.Semoga dengan definisi ini masyarakat kita tercerahkan tentang radikalisme yang sebenarnya dan bagaimana penempatannya dalam kehidupan bernegara. Dilansir dari beritasatu.com (19/11/19), Mahfud MD mengemukakan ada definisi radikalisme dalam pengertian umum dan pengertian stipulatif. Dalam arti umum, radikalisme didefenisikan bermacam-macam, ada sisi negatif tapi ada juga sisi positif.

Perubahan besar itu dimulai dengan radikalisme. Sebagaimana halnya kita merdeka juga karena radikal. Pengertian radikal secara umum bisa bagus dan positif, bisa juga negatif. Karena radikal sejatinya mencari kebenaran subtantif sampai pada akar-akarnya. Lebih lanjut Mahfud MD memaparkan bahwa dalam pengertian stipulatif, radikal adalah setiap upaya membongkar sistem yang sudah mapan yang sudah ada dalam kehidupan bernegara dengan cara kekerasan. Radikal dalam arti stipulatif adalah cara melawan orang lain yang berbeda dengan pandangannya.

Dengan dasar itu maka ada tiga definisi radikal. Pertama, bentuknya takfiri dan ini dikaitan dengan agama. Dalam model ini, selalu mengatakan ke orang yang berbeda adalah kafir. Kedua adalah jihadi. Radikal dalam pengertian ini adalah yang suka membunuh dan mengebom orang lain."Itu orang yang membunuh mengebom itu bagian dari radikal," ungkap Mahfud. Definisi ketiga terkait ideologis atau pemikiran. Dalam pengertian, radikal berarti selalu bergerak.

Nah, bagaimana menurut kalian sahabat kompasiana tentang definisi yang diberikan Prof. Mahfud  di atas? Di lapangan pemerintah dan media begitu mesra ketika menyoal radikal stipulatif, jihadi, dan ideologis. Radikal stipulatif dan jihadi kadang menjadi sangat sulit dipahami manakala aturan negara yang timpang sebelah ketika menangani soal ujaran kebencian.

Begitu gesitnya aparat menindak "terduga teroris" dari pada "angkatan bersenjata" di Papua sana yang di depan mata mengibarkan simbol makar pada negara. Kemudian, soal takfiri (menyebut non-Islam adalah kafir) katanya ini ujaran kebencian. Lho kok bisa? Padahal sebutan itu Allah yang buat lho. Tuhan Maha Kuasa. Dan tau nggak sebenarnya terminologi kafir itu sopan banget lho ya.  Nih simak definisi wikipedia. com, Kfir berasal dari kata kufur yang berarti ingkar, menolak atau menutup.

Pada zaman sebelum Agama Islam, istilah tersebut digunakan untuk para petani yang sedang menanam benih di ladang, menutup/mengubur dengan tanah. Sehingga kalimat kfir bisa dimplikasikan menjadi "seseorang yang bersembunyi atau menutup diri". Realitanya orang yang disebut kafir itukan menutup diri dari ajaran Allah dan Rasul. Jadi kalo saya sebut ada orang beragama lain dengan sebutan kafir, seharusnya nggak kesinggung lah ya? Wong dia kan menutup diri dari ajran Allah dan Rasulnya, sesuai realitasnya dan itu sopan. Beda kan klo saya sebut "domba tersesat" atau yang lainnya, lha  kalo seperti itu dimana sopannya menyamakan manusia dengan domba. Maaf lho ya jangan kesinggung.

suara.com
suara.com
Sekarang soal radikal yang ideologis. Contohnya soal cadar dan celana cingkrang yang kemaren itu heboh. Keduanya simbol ekspresi ideologis lha kok kenapa dilarang?. Padahal, negara sendiri menjamin warganya untuk menjalankan syariat agamanya secara total. Bentuk pelarangan cadar dan celana cingkrang itu berarti negara terlalu jauh masuk pada ranah privat warga negaranya.

Mbok ya dibuat aja regulasi tersendiri yang mengatur tentang seragam ASN bagi yang ingin mengekspresikan simbol ideologisnya, kan begitu negara lebih berwibawa dan mengayomi masyarakat dalam beragama daripada gebyah uyah buat pelarangan sana-sini.

Kesimpulannya, definisi radikalisme oleh Prof.Mahfud MD seharusnya menjadi pertimbangan bagi negara untuk membuat definisi yang pas dan konsisten tentang radikalisme. Sejak dari awal bahwa radikal itu, proses pencarian kebenaran subtantif hingga ke akar-akarnya. Implikasinya adalah menghasilkan pola-pola perilaku manusia.

Lha kalo perilakunya itu berujung pada kekerasan dan teroris, ada hukum yang akan bertindak. Kalo radikal itu kemudian berimplikasi pada sikap kesungguhan manusia untuk belajar lebih giat pada agamanya, lebih sungguh-sungguh menjalankan syariat agamanya, dan berusaha membawa aturan agama kepada praktik kehidupannya, ya jangan lantas itu disebut radikal yang mengancam. Akhirnya, soal radikalisme itu penanganannya jangan berujung pada meng-kambing hitamkan kelompok atau individu tertentu. Soalnya kan kemaren-kemaren itu banyak berita yang menjurus ke situ. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun