Mohon tunggu...
Hugo Indratno
Hugo Indratno Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk kebahagiaan

pemerhati pendidikan, budaya, dan kuliner

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kepercayaan Rakyat: Masihkah?

6 Juli 2012   10:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:14 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jumat 06 Juli 2012

Sore hari, setelah pulang kerja, saya biasa duduk di depan televisi barang sejenak. Sore hari ini, lain daripada sore-sore sebelumnya. Telinga dan mata saya takzim melihat berita yang ditayangkan satu stasiun televisi.

Dua telinga dan dua mata anugerah Yang Maha Kuasa ini, tidak habis-habisnya mengirimkan pesan kepada otak yang begitu sibuk mencerna kiriman pesan tersebut. Berita yang saya lihat dan dengar begitu menghentak alam sadar saya. Berita seorang tersangka korupsi ditangkap kemudian disusul seorang politisi yang membantah keterlibatannya, lalu disusul lagi dengan seorang tersangka korupsi lagi yang menutupi wajahnya. Setelah iklan menjelang, berita yang lain tentang tuding menuding antar politisi muncul. Kasus A, B, C,dan seterusnya saling tumpang tindih.

Istri saya yang sore itu masih menikmati libur sekolah dan sedang sibuk memasak, tidak saya hiraukan lagi. Berita - berita dahsyat yang datang silih berganti tadi membuat saya bertanya-tanya,"Apa yang terjadi di negara ini?".

Sebagai 'wong cilik' alias rakyat jelata yang bekerja demi gaji setiap bulan yang masih saja kurang, saya terheran-heran dengan nilai korupsi yang disangkakan pada para tersangka. Selain terheran-heran dengan nilai rupiah yang dikorupsi, saya juga minder mengingat gaji yang saya dapat. Saya lalu membayangkan, dari mana mereka bisa mendapatkan ide untuk mengambil uang sebanyak itu? Buat saya 'wong cilik', saya pernah mendapatkan uang sekian puluh juta hasil penjualan rumah yang kemudian bersama isteri, saya pergunakan sebagai uang muka untuk membeli rumah lain - dengan kata lain untuk terlilit hutang lebih banyak dan lama lagi. Nah, ini, mereka mendapatkan uang sekian milyar bahkan trilyun! Duh, Gusti!

Saya ingat ketika saya beberapa tahun yang lalu mencontreng atau mencoblos (saya sudah lupa) partai dan calon presiden dan wapres. Begitu bangganya saya bisa memilih partai A atau capres wapres, sampai saya foto dengan telepon genggam berkamera hasil 'nyicil' selama 12 bulan. Kemudian ketika tahu bahwa bapak saya adalah salah satu anggota partai besar di daerah asal kami, lebih bangga lagi. Tapi apa yang terjadi? Alhasil, kok sekarang partai yang saya pilih dan juga partai-partai lainnya, anggota-anggotanya 'berenang' di uang milyaran bahkan triliunan. Kok, nggak ajak-ajak? Trembelane! Untung iman ini masih berpikir tentang akherat, kalau diajak, saya nggak mau ah!

Sebagai 'wong cilik', saya merasa ada sesuatu yang mereka ambil dari diri saya yang bodoh dan lugu ini. Kepercayaan! Saya 'wong cilik' yang bodoh dan lugu ini, tidak tahu menahu apakah saya masih mempunyai teman-teman yang berpikir dan merasakan hal yang sama.

Sebentar lagi pemilu di negeri ini menjelang. Terus terang saya menjadi gamang untuk menyongsong pemilu tersebut. Apabila saya golput, hati nurani saya juga tidak mengatakan itu benar. Lalu, apakah saya masih percaya bahwa semua penyelenggaraan pemerintahan di negara ini akan berjalan seperti yang kami harapkan? Apakah masyarakat gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerta raharja alias masyarakat adil dan makmur dan sejahtera bakal terwujud?

salam,

h

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun