Mohon tunggu...
Hudaya GaluhPermana
Hudaya GaluhPermana Mohon Tunggu... Dosen

Saya Seorang Profesional dan Seorang Dosen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Munculnya Masyarakat Narsistik dan Haus Achievment

26 Februari 2025   12:14 Diperbarui: 26 Februari 2025   21:53 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hudaya Galuh.P, S.Hut.,M.M.,CHRM. (Wirausahawan, Dosen, dan Profesional)/Dokumentasi pribadi

Munculnya Masyarakat Narsistik dan Haus Achievment (Era Digital: Ketika Pengakuan Menjadi Kebutuhan)

Di masa lalu, jika seseorang lahir dari keluarga petani, maka hampir dapat dipastikan bahwa ia akan menjalani hidupnya sebagai petani juga. Sistem sosial yang kaku dan minimnya akses terhadap pendidikan membuat perubahan status sosial menjadi sesuatu yang sangat sulit, bahkan hampir mustahil. Profesi sering kali diwariskan dari generasi ke generasi, dan seseorang menjalani hidupnya sesuai dengan peran yang telah ditentukan sejak lahir.

Namun, di era modern, pendidikan dan teknologi telah membuka begitu banyak peluang bagi individu untuk menentukan jalan hidup mereka sendiri. Kini, seseorang tidak lagi terikat pada latar belakang keluarganya. Seorang anak petani bisa menjadi dokter, insinyur, pengusaha, atau bahkan ilmuwan, asalkan ia memiliki akses ke pendidikan yang baik dan kemauan untuk bekerja keras.

Perkembangan teknologi juga mempercepat proses ini. Dengan internet, kursus online, dan informasi yang mudah diakses, seseorang dapat belajar keterampilan baru kapan saja dan di mana saja. Dunia kerja pun semakin fleksibel, memungkinkan orang untuk berpindah karier atau bahkan menciptakan profesi baru yang sebelumnya tidak pernah ada. Dengan kombinasi pendidikan, kerja keras, dan tekad yang kuat, batasan sosial yang dulu begitu membatasi kini perlahan menghilang, memberi kesempatan bagi setiap individu untuk meraih masa depan yang mereka inginkan.

Pergeseran Masarakat di era serba digital

Pergeseran dari masyarakat disiplin ke masyarakat prestasi berarti perubahan dari yang dulu lebih fokus pada kepatuhan dan keteraturan, jadi lebih menekankan pencapaian individu. Kalau dulu orang dihargai karena taat aturan dan kerja kerasnya, sekarang lebih dilihat dari seberapa banyak prestasi yang bisa ditunjukkan.

Di satu sisi, ini bikin orang lebih bebas berkembang dan berinovasi, tapi di sisi lain juga bisa jadi tekanan karena harus terus sukses dan diakui. Apalagi di era digital, di mana banyak orang berlomba-lomba membangun citra diri dan mencari validasi di media sosial.

Tirani Positivitas dan Obsesi Prestasi

Di zaman yang menuntut pencapaian, sikap positif jadi semacam keharusan---seolah-olah setiap orang harus selalu berkembang, lebih bahagia, dan makin sukses. Individu yang terjebak dalam pola ini terus merasa harus produktif dan mencari cara baru untuk mencapai lebih banyak hal. Lama-kelamaan, dorongan ini makin mengakar dan menguasai diri, sampai akhirnya justru menguras energi dan jiwa. Saat ambisi jadi terlalu besar, ada hal berharga yang tanpa sadar hilang---entah itu ketenangan, makna hidup, atau bahkan kebahagiaan yang sebenarnya.

Depresi---yang sering kali berujung pada kelelahan---muncul karena terlalu bersemangat, terlalu ambisius, dan terlalu fokus pada diri sendiri hingga akhirnya menjadi sesuatu yang merusak. Orang yang terjebak dalam tekanan prestasi terus-menerus memaksa dirinya untuk mencapai lebih banyak hal, sampai akhirnya kelelahan secara fisik dan mental. Ia merasa lelah dengan dirinya sendiri, berjuang melawan dirinya sendiri, namun tidak mampu keluar dari lingkaran itu. Ia tidak bisa berhenti sejenak, meminta bantuan, atau melihat dunia di luar dirinya. Justru karena terus mengunci diri dalam tekanan ini, ia semakin merasa kosong dan kehilangan makna. Tanpa sadar, ia kehabisan tenaga dalam perlombaan tanpa akhir melawan dirinya sendiri". Byung-Chul Han, Mdigkeitsgesellschaft

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun