Mohon tunggu...
Nurul Huda
Nurul Huda Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Saya Nurul Huda salah satu mahasiswa prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat, Kalimantan Selatan. Mahasiswa yang memiliki andil besar di era 5.0 mahasiswa yang sadar akan keberagaman budaya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Museum Konferensi Asia-Afrika Saksi Bisu Persatuan Bangsa

18 September 2022   11:23 Diperbarui: 18 September 2022   11:23 886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Museum Konferensi Asia-Afrika Saksi Bisu Persatuan Bangsa

Pada Minggu, 17 September 2022. Dilaksanakan kembali perkuliahan Modul Nusantara yang ke-3, dengan 92 orang pertukaran mahasiswa Inbound  Universitas Pendidikan Indonesia, beserta para dosen dan mentor Modul Nusantara. Mengunjungi Museum Koferensi Asia-Afrika, mengenal sejarah Konferensi Asia-Afrika mulai sebelum dibentuk hingga masih berdiri sampai sekarang. 

Konferensi Asia Afrika diadakan di Bandung pada 18-24 April 1955. Gerakan Non-Blok pertama ini menjadi peristiwa yang sangat penting bagi sejarah politik luar negeri Indonesia. Terjadi di Gedung Merdeka. Bangunan tersebut sekarang digunakan sebagai Museum Konferensi Asia-Afrika yang terletak di Jalan Asia Afrika Nomor 65 di Bandung, Jawa Barat. Sebelum menjadi Gedung Merdeka, gedung ini dibangun sebagai tempat berkumpulnya para elite Eropa yang disebut Societeit Concordia. Gedung di persimpangan Jalan Braga dan Jalan Asia Afrika ini dibangun pada 29 Juni 1879. Tujuan dari bangunan ini adalah "de bevordering van gezellig verkeer". Yakni, untuk meningkatkan hubungan antar bangsa Eropa di Bandung. Bangunan untuk penggunaan masyarakat dari kelompok  khusus mencakup 7983 meter persegi.

Pada awalnya museum tersebut hanya bangunan biasa, sebagian dindingnya terbuat dari papan kayu dan penerangannya hanya lentera minyak tanah. Bangunan ini terletak di sudut jalan "Groote Postweg" (Jalan Afrika) dan "Bragaweg" (Jalan Braga). Di sebelah kanan bangunan adalah Tjikapoendoeng (Cikapundung), daerah sungai yang ditumbuhi pepohonan. Societeit Concordia adalah tempat untuk ruang dansa, tempat hiburan dan sosialita didalam serta sekitar Bandung. Pengunjung termasuk pemilik atau karyawan perkebunan, pejabat dan pengusaha kaya. Pada akhir pekan, gedung ini dipenuhi orang-orang yang menikmati pertunjukan seni, tarian sosial, dan makan malam.

Lalu pada 1926, gedung ini didesain ulang dengan gaya Art Deco oleh Van Galen dan C.P. Wolff Schoemaker. Keduanya adalah arsitek dan profesor ternama di Technische Hogeschool (sekarang Institut Teknologi Bandung). Bangunan seluas 7.500 meter persegi ini memiliki lantai marmer Italia, kayu Cikenhout di kamar tamu, dan lampu kristal di langit-langit. Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, bangunan ini berganti nama menjadi Dai Toa Kaman dan dijadikan sebagai pusat kebudayaan. Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, gedung ini digunakan sebagai markas para pejuang kemerdekaan Indonesia melawan tentara Jepang.

Museum Konferensi Asia-Afrika Saksi Bisu Persatuan Bangsa
Museum Konferensi Asia-Afrika Saksi Bisu Persatuan Bangsa

Setelah Indonesia merdeka pada 1949, Belanda mengakui bahwa gedung Concorde kembali digunakan untuk ruang pertemuan umum, pertunjukan seni, pesta, tarian dan makan malam. Pada 1954, pemerintah Indonesia menetapkan Bandung sebagai tuan rumah Konferensi Asia-Afrika, dan Gedung Concord dipilih sebagai tempat konferensi internasional ini. Gedung tersebut merupakan aula terbesar dan termegah di Bandung saat itu. Berlokasi ideal di dekat Savoy Homann Hotel dan Preanger Hotel di pusat kota. Pada awal tahun 1955, gedung ini direnovasi untuk memenuhi persyaratan konferensi internasional yang diselenggarakan oleh Ir. R. Srigati Santoso, dan berganti nama menjadi Gedung Merdeka. Bangunan itu sekarang menjadi Museum Konferensi Asia-Afrika.

Pada 1955, sepuluh tahun setelah Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya, rakyat Indonesia secara sukarela menjadi tuan rumah konferensi internasional yang disebut Konferensi Asia-Afrika. 29 negara, yang menyumbang lebih dari setengah jumlah penduduk dunia saat itu, mengirimkan perwakilannya. Konferensi Asia-Afrika mencakup berbagai diskusi tentang keputusan yang mempengaruhi Asia selama Perang Dingin. Konferensi tersebut melahirkan Sepuluh Prinsip Bandung, yang menjadi pedoman bagi negara-negara jajahan untuk memperjuangkan kemerdekaan. Ini juga merupakan prinsip dasar untuk mempromosikan perdamaian dunia dan kerjasama internasional. Selain itu, memiliki fungsi pernyataan politik yang berisi prinsip-prinsip dasar untuk mempromosikan perdamaian dan kerja sama dunia.

Museum Konferensi Asia-Afrika Saksi Bisu Persatuan Bangsa
Museum Konferensi Asia-Afrika Saksi Bisu Persatuan Bangsa

Pada 1955, sepuluh tahun setelah Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya, rakyat Indonesia secara sukarela menjadi tuan rumah konferensi internasional yang disebut Konferensi Asia-Afrika. 29 negara, yang menyumbang lebih dari setengah jumlah penduduk dunia saat itu, mengirimkan perwakilannya. Konferensi Asia-Afrika mencakup berbagai diskusi tentang keputusan yang mempengaruhi Asia selama Perang Dingin. Konferensi tersebut melahirkan Sepuluh Prinsip Bandung, yang menjadi pedoman bagi negara-negara jajahan untuk memperjuangkan kemerdekaan. Ini juga merupakan prinsip dasar untuk mempromosikan perdamaian dunia dan kerjasama internasional. Selain itu, memiliki fungsi pernyataan politik yang berisi prinsip-prinsip dasar untuk mempromosikan perdamaian dan kerja sama dunia.

Museum Konferensi Asia-Afrika memiliki ruang pameran permanen dengan koleksi benda-benda dan foto-foto dokumenter dari Konferensi Peringatan, Konferensi Kolombo, dan Konferensi Asia-Afrika 1955. -Konferensi Afrika. Dampak Konferensi Asia-Afrika terhadap masyarakat internasional. Kadang Gedung Merdeka. Profil multimedia negara-negara peserta Konferensi Asia-Afrika. Diorama Pembukaan Perpustakaan Konferensi Asia Afrika 1955 Untuk mendukung kegiatan Museum Konferensi Asia Afrika 1985, Abdullah Kamil (Duta Besar Indonesia di London) memiliki ide untuk mendirikan perpustakaan. Perpustakaan memiliki banyak buku tentang sejarah, masalah sosial, politik dan budaya Asia, Afrika dan negara-negara lain. Perpustakaan juga berisi dokumen dan pra-diskusi, jurnal dan surat kabar yang disumbangkan atau dibeli dari lembaga lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun