KokoTalks Series : Ketika Bisnismu Saling Membutuhkan
Saya bukan seorang chef, juga bukan orang yang bisa masak. Sebagai penikmat makanan, saya pun juga membatasi jenis makanan yang masuk ke dalam perut saya untuk saya cicip dan makan. Tidak semua jenis makanan yang saya makan karena saya belum tahu aman tidaknya bahan makanan. Selain itu agar saya tahu rasa makanan dan gastronomi.
Rasa Makanan yang Utama
Keseharian tukang masak atau chef. Hari ini dipuji besok dicaci. Rasa makanan dibilang enak besok menjadi tidak enak. Ada konsumen terlihat OK dan besok dia pulang dengan wajah tidak enak. Kadang masakannya keasinan, hambar, kemanisan, dan berasa biasa saja. Semua itu sudah bagian dari tukang masak. Mereka hanya masa sebaik-baik mungkin. Soal rasa sangat mustahil bisa membuat seluruh orang merasakan kepuasan dari apa yang disajikan.
Perkataan itu saya dapatkan dari beberapa pelaku bisnis dan tukang masak kelas kaki lima sampai bintang lima.
Kekhawatiran mereka adalah apakah masakan mereka sesuai dengan lidah konsumen. Mereka butuh masukan dari orang lain. Lalu, datanglah foodies sebagai orang yang gemar makan dan memberi masukan. Salah satu orang yang disenangi namun juga tidak disukai oleh tukang masak dan pemilik restoran. Sebab, masukan dari foodies dapat menjadi sarana perbaikan bersama untuk menjaga kualitas atau sebaliknya.
Jenis-jenis Foodies
Di sini, kekuatan media menjadi penentu kelayakan restoran dan kinerja chef di dalamnya. Tulisan dari media bisa menentukan tingkatan bintang restoran seperti Michelin Star, mendapat kunjungan dari chef ternama seperti (alm) Pak Bondan atau om William Wongso. Google Map juga bisa memberikan review bagi para pemburu kuliner. Inilah menjadi alasan mengapa media cukup disegani oleh pemilik restoran.
Setiap orang yang berkecimpung di dalamnya ada tingkat keahliannya sendiri. Ada beberapa jenis yang bisa kita kelompokkan :
a) Foodies level biasa
Biasanya foodies ini adalah para penggemar makanan yang mereka cuma motret apa yang mereka makan lalu dibagikan ke media sosial.