Mohon tunggu...
Deddy Huang
Deddy Huang Mohon Tunggu... Freelancer - Digital Marketing Enthusiast | Blogger | Food and Product Photographer

Memiliki minat di bidang digital marketing, traveling, dan kuliner. Selain itu dia juga menekuni bidang fotografi sebagai fotografer produk dan makanan. Saya juga menulis di https://www.deddyhuang.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

(Kompal Cemara) Keluarga Cemara Kini Milennial

6 Januari 2019   08:39 Diperbarui: 6 Januari 2019   09:17 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

** Spoiler Alert **

"Kamu mau nonton film Keluarga Cemara atau mau kita bangun keluarga bersama?"

Dari tahun lalu trailer film ini sudah ditayangkan sewaktu tengah menantikan film bioskop di putar. Mencoba bernostalgia dengan film yang pernah ada sewaktu saya kecil hingga dewasa. Pastinya saya termasuk orang yang menantikan kehadiran film ini. Sebelumnya, saya bukanlah penggemar film yang tahu betul. Sehingga tidak jadi masalah buatku untuk bertanya ke orang yang sudah menonton terlebih dahulu. Mereka bebas memberikan saya spoiler sebab bagi saya nikmatnya juga tetap sama.

Film ini dibuka dengan adegan ketika Abah, pemeran si ayah yang mengantar anak-anaknya ke sekolah. Kemudian si Emak menjadi sosok ibu rumah tangga yang selalu sabar dan memaklumi kondisi si suaminya. Satu ciri keluarga yang harmonis ketika anak-anaknya melemparkan ciuman bertubi-tubi. Bagi saya yang jomblo, scene ini sudah berhasil membuat saya penasaran untuk cerita selanjutnya.

Sampai akhirnya si abah menjadi bangkrut karena ulah iparnya yang menggadaikan surat rumah si Abah. Selama film diputar, saya punya dugaan-dugaan merangkai apa yang akan terjadi selanjutnya. Anak si Abah, Euis yang sedang ulang tahun dibuat menantikan kehadiran sosok ayahnya yang tak kunjung datang. Alur film seolah berjalan cepat sampai keluarga ini bangkrut tiba-tiba karena iparnya menggadaikan sertifikat rumah Abah. Ya, resiko bisnis sulit dihindari memang.

Keluarga Abah mengungsi sebentar di sebuah kontainer tempat si abah kerja di proyek. Dalam situasi bangkrut tiba-tiba saya bisa ikut merasakan ketika harta benda hilang sekejap. Seolah mimpi. Lalu keluarga Abah ini pindah semua ke satu rumah dengan pemandangan asri, tanpa sinyal. Kalau mereka mau cari sinyal harus naik ke pohon. Rumah bekas peninggalan keluarga Abah ini bagus, instagramable dan klasik. Hidup keluarga Abah mulai dari emak, Euis dan Ara diajak untuk menerima keadaan. Namun, saya merasa kurang nendang dan dramatis.

Euis dan Ara akhirnya dipindahkan ke sekolah lain. Sekolah baru Euis yang mayoritas anak-anaknya baik, bahkan saya awalnya mengira Euis akan mendapat bully seperti kasus anak-anak sekolah sekarang kalau tidak ada bully di sekolah sepertinya tidak kekinian. Bayang-bayang pemeran Euis ini selalu membuat saya teringat pemeran Euis yang lama yang lebih nyablak dan luwes. Pemeran sekarang lebih diam dan cantik.

Romantika anak SMP bisa kita rasakan dalam film ini ketika Euis dan teman cowoknya saling ciye ciye an.

Sosok Ara juga lebih baik, dia kalau saya bilang sebagai ice breaker. Kepolosan anak ini memang menjadi nilai tambah dari sepanjang film. Bagaimana dia meredakan marah si abah, dia bermain seolah tanpa script.

Ketika muncul sosok si ceu ceu sebagai Loan Woman, memang seperti cameo yang membawa decak tawa. Akting Asri Welas sama seperti debutnya di Susah Sinyal.

Dalam kondisi ekonomi di bawah, Abah akhirnya bekerja jadi kuli bangunan. Namun di tengah bekerja dia mengalami kecelakaan sehingga terjatuh dari atas bangunan. Adegan ini mudah sekali ditebak, namun ketika kecelakaan hanya membuat luka di kaki tidak seberapa. Setelah sembuh, si abah melamar jadi tukang ojek di Gojek. Ya, sekali lagi saya acungi jempol bagaimana sponsor Gojek ini bisa masuk dengan smooth di tengah film.

Loh, jadi si Abah gak jadi tukang becak? Sama sekali nggak. Di luar dari skenario, si abah menjadi driver online di Gojek. Film keluarga cemara dikemas lebih milenial. Lalu si Emak jualan opak dan minta si Euis jualin ke sekolah.

Konflik terjadi ketika, si emak bilang kalau dia tengah hamil. Duh emang ya cuaca pegunungan itu dingin bisa bikin enak dan enak. Akhirnya satu keluarga itu saling tangis, si emak dan abah nangis karena bakal ada anak baru, sedangkan kondisi keuangan lagi merosot. Sedangkan kedua anaknya senang karena ada keluarga baru. Bahkan keinginan punya adik baru sendiri adalah keinginan si Ara. Bagaimana Ara dengan polosnya bilang itu keinginan dia.

Kemudian, Abah memutuskan untuk menjual rumahnya yang instagenic itu ke orang lain. Ya ampun ini akting si Maudy keren. Hanya pemeran anaknya ketimpang jauh. Ya iya lah, si maudy dan suami bule nya putih, si anak kulitnya gelap. Jadi curiga kan ini anak siapa? Cuma kata hati saya bilang, tenang tenang ini cuma film aja kok. Cuma si anak ini tipe millennial yang apapun harus divideokan.

Setelah si abah tanda tangani kontrak jual, lalu kucuk-kucuk dua anak abah ini lari ke ruang tamu dan bilang, "Tidak kami tidak mau pindah!" ya lord.. Ini kalian pengen minta pindah balik sekarang nggak jadi. Situasi si abah jadi bingung dong. Akhirnya rumah mereka nggak jadi di jual.

Sejak Abah sekarang tidak lagi jadi tukang becak. Becak yang tersimpan di rumah abah hanya jadi pemanis belaka. Abah yang sedang meminta tolong untuk membatalkan penjualan rumah ternyata ditelepon sama temannya kalau si emak mau brojol. Beberapa kali saya lihat itu perut palsu si emak geser yang membuat aktingnya tidak alami. Becak abah akhirnya berfungsi walau hanya sebentar saat mengantar emak brojol karena pecah ketuban untuk melahirkan anak ketiganya, Agil.

Anak ketiga mereka lahiran. Setelah itu happy ending deh. Film akhirnya selesai di rumah sakit. Keluarga ini berkumpul dalam kamar saling peluk-pelukan dan melemparkan ciuman.

Untuk meredakan ketegangan, sekolah Ara sedang mengadakan pentas seni. Ara mendapatkan peran yang tidak mengenakan yaitu sebagai pohon. Selesai pentas, si guru menyebutkan nama-nama anak yang berperan. Menurut saya, sayang sekali ketika dibuat si guru lupa memanggil nama Ara sebagai pemeran pohon. Seolah ingin dibuat menjadi orang yang tidak terlihat. Padahal jumlah peserta anak sedikit, logikanya masa si guru tidak bisa menghitung jumlah anak?

Ara ini tokoh yang saya favoritkan. Dia pandai bermain gitar bahkan saya sendiri berharap waktu di film dia memainkan gitarnya sambil nyanyi soundtrack keluarga cemara. Hanya saya sekali tidak terlihat adegan itu seperti di trailernya.

Rasanya ending ini kentang sekali, namun saya disadarkan kalau oh ya ini kan film bioskop. Beda kalau dijadikan beberapa episode. Keluarga memang harta, saat kita susah larinya ke keluarga. Namun di zaman saat ini, kalian masih yakin masih ada keluarga cemara?

Film ini menghibur. Layak ditonton bersama keluarga dan teman. Makanya kami dari Kompal nonton bareng untuk mengisi keharmonisan grup. Terima kasih dok posma buat traktirannya.

Kompasianer Palembang Nobar
Kompasianer Palembang Nobar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun