Mohon tunggu...
Deddy Huang
Deddy Huang Mohon Tunggu... Freelancer - Digital Marketing Enthusiast | Blogger | Food and Product Photographer

Memiliki minat di bidang digital marketing, traveling, dan kuliner. Selain itu dia juga menekuni bidang fotografi sebagai fotografer produk dan makanan. Saya juga menulis di https://www.deddyhuang.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ramadan Indah Itu Tidak Ada

3 Juni 2018   14:57 Diperbarui: 3 Juni 2018   15:15 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : pixabay.com

Jujur saja tema tantangan #THRKompasiana hari ini merupakan tersulit bagi saya. Tema ini lumayan mengaduk emosi saya ketika menulisnya. Ada rasa ingin menyerah namun saya berpikir harus diselesaikan apa yang sudah dimulai.

Ketika ingin menulis mengenai toleransi umat muslim pada saya sebagai nonmuslim, namun ketika saya melihat perlakuan tetangga saya sebagai muslim yang intoleran dengan arogannya di bulan puasa datang ke rumah saya kemudian menendang rumah saya dan mengancam keluarga saya oleh karena perbuatan yang tidak saya perbuat. Seketika saat itu saya merasa ini cerminan muslim kah? Ini kali kedua yang saya rasakan, dan membuat saya merasa takut.

Namun, pikiran saya masih ingin berpikir positif bahwa muslim tidak seperti itu, barangkali dia hanya segelintir orang brengsek yang saya jumpai sebagai tetangga. Setelah mengaduk emosi saya ketika ingin menuliskannya, kini saya harus memanggil keluar kenangan masa kecil saya di bulan Ramadan yang mungkin akan menjadi cerita terakhir untuk saya kenang. 

Inilah cerita masa kecil saya di bulan Ramadan yang masih terselamatkan.

***

Bersyukur saja ingatan saya masih kuat untuk menceritakan satu kisah kenangan masa kecil yang cukup membekas kuat. Di antara pengalaman-pengalaman masa kecil saya seperti ikutan semangat ramai-ramai keliling kampung membangungkan orang sahur atau main petasan sampai gaduh, ada satu kenangan yang membuat saya senang tinggal di lingkungan muslim yaitu kekeluargaannya.

Satu minggu menjelang lebaran, saya sudah melihat para tetangga di rumah lama saya mereka sibuk membersihkan rumah mereka. Semua perabotan rumah dikeluarkan, kemudian mereka mulai mengecat rumah dengan warna baru. Kegiatan seperti ini setiap tahun sering saya lihat.

Pemandangan yang paling saya nantikan adalah ketika melihat kerabat keluarga mereka pada berdatangan dari jauh untuk merayakan lebaran. Seketika saja rumah mereka ramai dan berisik. Di halaman rumah, mereka akan mulai memasak berbagai macam untuk menyambut lebaran. Sudah bisa dipastikan aroma wangi daging malbi, rebusan ketupat dan lontong, gurihnya kuah opor, atau kuatnya pedas cabe saat ditumis hingga bisa membuat kita bersin.

"Uhm... wangiii," gumam saya dalam hati ketika melihat tetangga saya sedang memasak. Berharap bisa ikut kebagian mencicipi masakan mereka.

Tetangga saya ini memang keluarga besar, lantas entah kenapa saat saya melihat pemandangan indah ini rasanya tidak ingin hilang begitu saja. Belakangan baru saya ketahui kalau biasanya orang muslim paling senang kalau ada acara mereka memasak sendiri dalam porsi besar. Kesan kekeluargaannya itu yang ingin didapatkan.

Gema Takbiran Kemenangan

Allahu Akbar

Allahu Akbar

Wallahu Akbar

Laa illaha ilallaahu

Walillaahil hamd

Suara musik dari speaker masjid sebelah rumah saya lumayan kencang. Dentum beduk berirama cepat membuat jantung saya serasa ikut senang menyambut idul fitri. Malam takbiran yang saya ketahui adalah momentum bagi muslim untuk menyatakan kemenangan setelah selama satu bulan berpuasa menahan haus dan lapar. 

"Tok.. tok.." sebuah ketukan di pintu rumah saya. Saat itu saya segera melihat siapa gerangan orang yang sedang mengetuk pintu rumah.

"Maa...." Teriak saya saat itu. Ibu masih menggenakan daster langsung keluar menyambut kedatangan tetangga depan rumah. Saya melirik dari balik badan ibu, tetangga depan rumah saya datang sambil membawa rantang lengkap dengan ketupat. Dalam hati saya saat itu saya berteriak girang. Tidak beberapa lama, ibu saya masuk ke dalam sambil membungkuskan kerupuk untuk diberikan kepada tetangga yang memberikan kami ketupat dan opor ayam.

"Makasih yo, Ayuk," seru saya girang.

Sepuluh menit kemudian, tetangga samping rumah juga datang memberikan buah tangan yang sama yaitu ketupat dan opor ayam masakan mereka. Malam itu kami mendapat banyak ketupat dan opor ayam dari para tetangga dekat. Inilah kenangan indah masa kecil saya yang sulit untuk saya lupakan.

Sulit sekali untuk saya lupakan kenangan Ramadan itu hingga sekarang. Walau sekarang saya sudah tidak merasakan Ramadan itu indah. Saya sudah tidak menemukan suasana Ramadan seperti pada saat masa kecil. Kehidupan orang-orang mulai tak peduli dengan tetangga terdekatnya.

***

Permasalahan tetangga depan rumah saya adalah hal yang sangat aneh untuk diceritakan. Ketika dia adalah seorang driver taksol dan saya adalah tetangga depan rumah dia yang mau tidak mau saat aplikasi mencari driver terdekat adalah dirinya. Kejadian yang diluar kuasa saya yaitu ketika sinyal tidak stabil atau aplikasi online tersebut mengalami gangguan yang dapat menyebabkan double order, maka tetangga depan rumah saya tersebut yang mendapat orderan saya. 

Beliau si bapak dengan arogannya mendatangi rumah saya dan membabi buta menendang rumah dan mengancam keluarga saya. Termasuk ingin mengusir kami dari rumah. Hal yang tak indah ketika dia berucap, pergi kau Cino. Ungkapan yang tak sepantasnya diucapkan seorang muslim yang katanya sedang berpuasa.

Untunglah saya sudah merekam saat beliau marah tidak jelas. Saat terjadi sesuatu bisa saya viralkan untuk keselamatan diri.

Saat hari raya hanya sebatas tanggalan merah. Saat saya melihat mereka dengan santai masih menyantap makanan di waktu siang atau si bapak itu yang katanya berpuasa tapi arogannya menendang rumah saya. Masih adakah kisah indah saat Ramadan? Atau harus saya lupakan juga kenangan indah sewaktu kecil dan menjadi apatis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun