Mohon tunggu...
Deddy Huang
Deddy Huang Mohon Tunggu... Freelancer - Digital Marketing Enthusiast | Blogger | Food and Product Photographer

Memiliki minat di bidang digital marketing, traveling, dan kuliner. Selain itu dia juga menekuni bidang fotografi sebagai fotografer produk dan makanan. Saya juga menulis di https://www.deddyhuang.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ingin Saya Bertemu Penjual Asida

29 Mei 2018   22:21 Diperbarui: 29 Mei 2018   22:56 1297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banda Neira (sumber : deddyhuang.com)



Mata saya tak bergeming melihat Sang Merah Putih ditiup angin. Kami sedang di tengah laut bekas sisa badai ombak. Cakrawala biru laut memang tiada tandingan. Kapal yang kami tumpang adalah milik toke kapal dan tidak ada subsidi sehingga jadwal keberangkatan dalam satu minggu hanya ada dua kali berangkat dari dan menuju Banda Neira. 

Merasakan 7 jam perjalanan menuju Banda Neira (sumber : deddyhuang.com)
Merasakan 7 jam perjalanan menuju Banda Neira (sumber : deddyhuang.com)
Goyangan kapal terasa kencang membuat saya memilih memejamkan mata di geladak kapal. Dalam satu kesempatan yang sama perlahan sinyal provider mulai tenggelam, tanda kami sudah benar-benar di tengah laut. Bang Glenn sebelumnya sudah memberitahu saya kalau tanda kita akan masuk ke Laut Banda, sinyal akan menghilang. Kita memang benar-benar disuruh menikmati perjalanan 7 jam.

Banda Bikin Rindu

Banda bikin rindu (sumber : deddyhuang.com)
Banda bikin rindu (sumber : deddyhuang.com)
Dahulu bangsa Eropa menjuluki Nusantara sebagai Mutiara dari Timur. Laut Hindia Timur menjadi saksi kejayaan dan kekayaan rempah-rempah terutama di Maluku. Oleh karena kekayaan rempah-rempah tersebut menjadi salah satu faktor kedatangan bangsa Eropa untuk menjelajah hingga akhirnya menjajah tanah Maluku. Darah dan tangis menjadi pemandangan lazim tempo dulu.

Saya diceritakan oleh Pak Agil, pemandu wisata lokal setempat mengenai Banda Neira. Pulau kecil di tengah lautan Banda ini menyimpan banyak sisa sejarah penjajahan bangsa Eropa di Indonesia. Konon, satu karung pala bisa untuk membangun istana megah.  

Tidak butuh waktu lama untuk berkeliling Banda Neira. Namun akan butuh waktu lama belajar sejarah Banda Neira dan Maluku. Ini tahun kedua saya menjejakkan kaki di tanah Maluku. Ketika tahun lalu pergi ke Tidore, saya dibuat kagum dengan sejarah dan budaya setempat. Rindu itu tak tahu diri. Datang kadang tak mengetuk itulah yang saya rasakan terhadap Banda Neira.

Mengagumi Banda Neira

Laut dan langit seolah kompak (sumber : deddyhuang.com)
Laut dan langit seolah kompak (sumber : deddyhuang.com)
Beragam aktivitas bisa dilakukan selama di Banda. Pulau rempah ini seolah ingin berkata, tak ada Banda Neira maka tak ada Indonesia. Saya terkesima saat mengunjungi rumah-rumah tua bekas peninggalan Belanda, termasuk mengunjungi tiga rumah pengasingan tokoh Indonesia yaitu Bung Hatta, Dr Cipto dan Sultan Sjahrir. 

Masuk dalam rumah yang pernah dihuni oleh tokoh penting Indonesia apa yang dicari? Saya merasa banyak kenangan tersimpan. Di tiap lemari kayu, masih tersimpan benda-benda peninggalan mereka seperti pada rumah Bung Hatta ada sepasang sepatu, kacamata dan jas serta tempat tidur Bung Hatta dengan seprai putih serta kelambu. Di belakang rumah ada ruang-ruang kosong yang dijadikan sebagai kelas tempat Bung Hatta mengajar, serta papan tulis yang masih terbaca bekas tulisan Hatta "Sedjarah Perjoeangan Indonesia Setelah Soempa Pemoeda di Batavia Pada Tahun 1928". Perasaan senang bercampur sedih saat berada di tempat salah satu naskah proklamator ditulis. 

Ruang kelas di rumah Bung Hatta (sumber : deddyhuang.com)
Ruang kelas di rumah Bung Hatta (sumber : deddyhuang.com)
Buah pala (sumber : deddyhuang.com)
Buah pala (sumber : deddyhuang.com)
Saya bergidik ketika Pak Agil menceritakan sekilas mengenai benteng-benteng yang ada di Banda Neira seperti Benteng Belgica dan Nassau. Apalagi ketika menginjakkan kaki ke Benteng Nassau yang menjadi tempat pembantaian 44 orang Banda oleh algojo Jepang. Pembantaian dilakukan dengan sadis dihadapan banyak orang dan mayat dibuang ke dalam sumur. Sadis!

Banda Neira tidak cuma memiliki sejarah yang mengagumkan serta kearifan lokal yang sulit dilupakan. Walau warga lokal pemalu, tapi mereka baik. Datang ke Banda Neira memang tidak boleh melewatkan untuk menikmati akuarium bawah laut Banda. Selama satu hari kita bisa menikmati island hopping mulai dari Pulau Hatta yang terkenal dengan habitat penyu, Pulau Rhun, Pulau Ay atau Pulau Nailaka. Hingga sekarang saya masih hampir tidak percaya membayangkan ketika Belanda rela menukarkan Manhattan dengan Pulau Rhun kepada Inggris. Semuanya demi menguasai Pala.

Berburu Asida Sampai ke Pelosok Pasar

Penjual jajanan tradisional (sumber : deddyhuang.com)
Penjual jajanan tradisional (sumber : deddyhuang.com)
Ekspektasi saya ketika datang ke Maluku, bukan hanya mendapatkan pengalaman sejarah dan keindahan alam Banda Neira. Tetapi saya bisa mencicipi kuliner asli. Sebab datang ke tempat baru tanpa mencoba kuliner bagai sayur tanpa garam. Ada yang kurang untuk saya mengenal budaya lokal. Indonesia yang terdiri dari banyak suku dan ras tentunya kuliner ikut asimilasi dari budaya luar seperti Arab dan Tiongkok. 

"Ada nasi kuning, tapi Banda itu agak sulit karena sampai sekarang pasokan bahan makanan masih disesuaikan sama jadwal kapal," jawaban Pak Agil membuat saya jadi ingat ketika saat membeli nasi kuning untuk sarapan pagi di rumah warga. Sang penjual meminta maaf pada saya karena tidak ada telur karena kapal belum tiba ke Banda.

"Tapi ada namanya Asida, itu makanan khas Maluku yang biasanya ada pas puasa," lanjut Pak Agil dan berhasil membuat saya penasaran untuk mencari Asida sampai saya kembali ke Ambon. Saya selalu bertanya ke warga lokal di mana tempat mencari penjual Asida.

Konon, kue Asida yang merupakan jajanan khas Maluku dan terpengaruh budaya Arab ini memiliki rasa yang unik. Warna kue merah kecokelatan yang dulunya berasal dari kandungan kurma. Hanya saja sekarang demi menghemat biaya pembuatan diganti dengan gula aren. Di atas kue Asida dilumuri mentega cair agar rasa gurih manis. Membayangkannya saja sudah membuat saya menahan liur.

Akhirnya, saya bertemu satu toko kue di Ambon yang menjual aneka kue tradisional. Saya khilaf dan memesan semua kue khas Maluku termasuk asida! Bisa kalian bayangkan bahagianya saya dapat menemukan harta karun berupa kuliner lokal ini bukan.

"Ini apa mbak? Kalau ini? Ini... ini.. baiklah saya mau semuanya, termasuk Asida ya!" seru saya sekaligus memesan aneka jajanan tradisional Maluku.

Aneka jajanan yang saya coba (sumber : deddyhuang.com)
Aneka jajanan yang saya coba (sumber : deddyhuang.com)
Satu per satu saya coba mulai dari pisang kenari, cracker kentang, ampas terigu, talam sagu, sageru yang berbentuk seperti bolu namun bahan dasar membuatnya dari campuran fermentasi kelapa bernama sopi. Terakhir, tidak lupa saya mencicipi cita rasa Asida.

Tuhan bawa saya seperti ke surga makanan, penuh nikmat tanpa kompromi dengan perut saya habiskan sendiri. Sempat berpikir sambil makan, mengapa Asida ini agak jarang dijumpai dan identik Ramadan? Mungkin, dengan aura padang pasir jadi dodol arab ini lebih afdol hadir tiap bulan suci. Ingin sekali saya jumpa penjual asida dan mengucapkan terima kasih karena telah menjadikan asida sebagai makanan unggulan Maluku di bulan Ramadan.

Lalu, saya baru sadar ketika kembali ke Palembang. Hanya foto asida saja saya lupa untuk difoto. Sungguh orang macam apa saya ini. Di saat orang-orang foto makanan terlebih dahulu, justru saya memfotonya saja lupa karena daya tarik asida begitu sedap untuk segera dimasukkan ke mulut.

Ah.. andai ada penjual asida di Pasar Bedug Palembang atau haruskah saya kembali lagi ke Maluku untuk berjumpa penjual asida?

Baca tulisan saya seri THR Ramadan lainnya. Klik disini.

Kompasianer Palembang
Kompasianer Palembang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun