Selesai Fahrul merapikan sajadah dan memasukkan ke dalam tas, dia mengeluarkan al-quran kecil dari dalam laci meja kerjanya. Ruangan kerja kami tidak besar, samar-samar saya mendengar dia sedang berzikir.
"Gimana sudah dapat kabar?" tanya saya ke Fahrul satu siang tak lama setelah dia selesai berzikir.
"Belum," jawab dia sambil menyenggir. Mimik wajahnya sulit ditutupi. Saya melihat dia sendiri juga sedang mencari info lowongan pekerjaan dari layar monitor yang sedang dibuka.
"Sudah mulai stres lum?" tanya saya kembali.
"Kun Fayakun." Fahrul menutup al-quran yang baru selesai dibaca.
Saya tahu arti Kun Fayakun dari Fahrul. Kalimat sakti Allah atas kehendakNya yang membuat kegelisahan saya mulai melunak. Bahwa apabila ikhlas dan terhimpit pada suatu keadaan yang tidak menyenangkan, hal yang bisa kita lakukan hanya berikhtiar dan tawakal menunggu pertolongan Allah.
"Mungkin saja kita harus mengetuk pintu lebih keras supaya didengar. Caranya? Perbanyak zikir, sholat bila perlu tahajud. Apalagi ini bulan Ramadan. Itu yang diajarkan dalam agamaku. Jika memang kita diberikan pekerjaan berarti memang rejeki kita," serunya. Entah mengapa kalimat terakhirnya bagaikan setrum di pikiran saya tentang membuka pintu rejeki. Kesibukkan kerja selama ini memang membuat kita lebih mementingkan target kerja menjadi prioritas daripada target spiritual.
Saya bukan orang suci, namun obrolan dengan Fahrul saat itu memberikan tamparan bagi saya. Ada kelegaan hati setelah bisa melepaskan unek-unek di dalam diri.
Ada Pelangi Sehabis Hujan
Saya percaya Tuhan itu senantiasa akan membuka jalan keluar dari semua kesulitan yang dialami oleh umatNya, dan menunjukkan jalan menuju kesuksesan. Hal yang saya imanin adalah burung saja Tuhan beri makan, mengapa kita makhluk ciptaanNya harus takut kelaparan?