Mohon tunggu...
Ety Supriyatin
Ety Supriyatin Mohon Tunggu... Lainnya - Pembaca

Menulis apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan. â– JUST BE MYSELFâ– 

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Dua Puluh Tahun sebagai PRT, hingga Kini Mbak Tini Masih Betah

2 Februari 2023   17:32 Diperbarui: 3 Februari 2023   09:15 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pertemuan saya dengan mbak Tini, PRT yang hingga kini masih bekerja di rumah saya, berawal dari cerita tetangga bahwa ada teman yang sedang mencari pekerjaan. Saat itu kebetulan PRT yang baru setahun kerja di rumah saya pamit keluar karena mau menikah. Mbak Tini saat itu baru keluar dari tempat kerjanya di warung makan yang sudah dijalaninya selama tujuh tahun. Setelah ngobrol-ngobrol dengan tetangga saya akhirnya mbak Tini yang berasal dari Wonosobo diajak ke rumah saya dan langsung menginap untuk mulai bekerja di rumah saya.
Anak-anak saya dan suami langsung cocok dengan kehadiran mbak Tini.
Baru sebulan dia bekerja, saya hamil anak ke-3. Selama saya hamil dia sangat perhatian dan selalu memenuhi apa yang saya inginkan. Pernah suatu hari ketika bulan puasa, saya cuma cerita pengin makan lalap terong yang kecil-kecil. Saya nggak tau kalau mbak Tini keluar rumah mencari terong. Hingga waktu berbuka puasa dia belum juga pulang. Saya sempat panik, bingung mau mencari ke mana. Hampir mau adzan Isa, dia baru pulang dan belum membatalkan puasa. Dia langsung memberikan terong yang baru dibelinya di warung yang sangat jauh jaraknya dari rumah. Ternyata dia habis muter-muter cari terong sampai tujuh warung, hingga ke lain desa. Saat itu saya menyesal sekali cerita pengin terong. Dan sejak kejadian itu saya nggak lagi-lagi ngomong sama dia jika pengin sesuatu.
Pernah juga saya menyuruh belanja sendiri ke pasar yang jaraknya cukup jauh dari rumah. Saat itu saya nggak bisa mengantarnya. Saya kasih dia uang yang buat naik ojek. Ternyata berangkat dan pulang dari pasar dia jalan kaki. Dan uang yang buat naik ojek dia belanjakan yang lain. Katanya sayang duitnya buat bayar ojek mending buat belanja. Kejadian itu sampai berkali-kali. Padahal kalau nggak naik ojek uang ongkos ojek masuk kantong pribadi juga bagi saya nggak masalah. Tapi dia nggak mau. Intinya dia begitu bertanggungjawab, mengelola keuangan seperti milik sendiri.
Belanja apa pun terserah dia mau masak apa saja, sesuka hatinya. Saya dan anggota keluarga yang lain nggak pernah protes.
Satu hal yang sangat membuat saya kasihan, dia selalu menggendong kayu bakar dari pabrik kayu yang berjarak 500 meter lebih dari rumah. Sebenarnya untuk memasak lain-lain saya menggunakan kompor gas. Tapi karena saya punya usaha telur asin yang membutuhkan kayu bakar untuk mengukus sehingga mbak Tini inisiatif beli kayu bakar ke pabrik. Menurut saya lebih baik beli kayu bakar dan diangkut pakai mobil yang biasa bongkar muat kayu di pabrik dari pada harus dibawa pakai kain. Tujuan saya supaya mbak Tini nggak capek tenaganya. Tapi lagi-lagi dia beralasan sayang duitnya kalau untuk ongkos mobil. Kalau sudah maunya memang mbak Tini susah dicegah.
Sebenarnya dia banyak sekali yang menawarkan gaji bulanan yang lebih besar dibanding di tempat saya. Tapi sama sekali dia nggak terpengaruh. Pernah suami saya menawarkan kerja di Jakarta sebagai PRT sementara di tempat adik ipar saya dengan gaji dua kali lipat lebih. Tapi justru dia tersinggung dan menyalahkan saya kenapa nggak mencegah omongan atau niat suami saya. Saya sendiri nggak habis pikir kenapa dia malah protes. Padahal saat itu hanya dibutuhkan tenaganya tiga atau empat bulan karena PRT yang kerja di tempat adik ipar saya sedang mudik. Setelah itu mbak Tini bisa balik lagi ke tempat saya. Tapi sama sekali dia nggak mau.
Hal lain yang membuat saya kasihan, dia mengurus sendiri rumah saya yang cukup besar. Dia kerjaan semua pekerjaan rumah tangga apa saja. Dari mencuci pakaian, menyapu, memasak dan mengurus anak-anak saya. Juga mengurus hewan-hewan piaraan. Semua dikerjakan dengan sabar tanpa mengeluh. Saya hanya bantu-bantu sekedarnya saja, itupun karena saya memaksa. Sebelumnya setiap saya  mau menyapu dia langsung menarik sapu yang di tangan saya, bilang nggak usah lalu dia yang menyapu. Begitu juga kalau saya mau mencuci piring, saya sama sekali nggak boleh dan disuruh meninggalkan tempat cucian piring. Sekarang saya yang sering belanja ke pasar. Juga bantu cuci piring kalau dia sedang ke pabrik kayu.
Anak saya yang nomor tiga memanggil dia dengan sebutan mama, karena sudah seperti anak sendiri.
Mbak Tini mudik ke kampungnya setiap mau lebaran H-1. Sebenarnya saya suka menyuruhnya di kampung seminggu atau  beberapa di rumahnya. Tapi H+1 saja dia sudah balik lagi ke tempat saya, karena pikiran banyak kerjaan di rumah saya, khawatir saya sibuk dan capek. Aduh, segitunya ya mbak Tini! Dikasih enak malah pilih capek, hehe.
Dari cerita saya tentang pengabdian mbak Tini pada keluarga saya, bisa ditarik kesimpulan dan alasan kenapa dia betah bekerja di rumah saya sebagai PRT hingga 20 tahun.

1. Kecocokan dengan majikan.
Dia merasa ikut orang lain misalkan bekerja di Jakarta belum tentu cocok dengan majikannya, sekalipun dengan gaji yang jauh lebih besar.

2. Majikan tidak selalu mengatur urusan pekerjaan PRT.
Kalau sudah mempercayakan pekerjaan pada PRT jangan terlalu mengatur ini-itu. Sudah niat bekerja berarti PRT sudah tau pekerjaan yang harus dikerjakan, tidak selalu didikte. Alias majikan jangan cerewet.

3. Jangan terlalu pelit.
Meskipun sudah ada gaji pokok bulanan, majikan yang tidak terlalu hitungan dengan uang membuat PRT betah. Apa lagi jika dipercaya mengelola keuangan, dia akan menjaga kepercayaan itu. Juga sesekali diajak jajan atau makan di luar.

Kesimpulan tersebut berdasarkan keterangan mbak Tini saat ngobrol-ngobrol santai dengan saya. Gaji besar belum tentu membuat  seorang PRT betah kalau majikannya rewel, begitu katanya.

Terlepas dari itu, menurut saya adanya rancangan UU PRT silahkan saja disahkan.
Sebagai seorang yang mempekerjakan PRT saya setuju saja dan akan mengikuti aturan yang ditetapkan undang-undang mengingat para PRT yang belum diakui dan dilindungi negara. Sedangkan pekerjaan seorang PRT sangat penting dalam membantu pekerjaan rumah tangga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun