Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Senangnya Terima Undangan Nyoblos dari PPLN Sydney

25 Maret 2014   17:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:30 801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1395717885869515543

[caption id="attachment_316951" align="aligncenter" width="614" caption="Surat undangan nyoblos. "][/caption]

Minggu lalu, aku terima surat dari PPLN (Panitia Pemungutan Suara Luar Negeri) dari Konjen RI di Sydney. Senang sekali menerima surat undangan untuk nyoblos di Pemilu 2014 ini. Coblosan masih bulan April nanti. Untuk warga negara di sekitar Sydney, coblosan akan dilakukan pada hari Sabtu, 5 April 2014 bertempat di TPS POS, Maroubra. Lebih awal beberapa hari dari coblosan di Tanah Air.

Selama tinggal di Sydney hampir 30 tahun, cuma dua kali saya menerima surat undangan pencoblosan ini. Tahun kemarin tidak menerima. Senang juga pada tahun ini Konjen RI melayangkan surat undangan itu. Selain senang menerima surat undangannya, ada juga perasaan senang bahwa ternyata Konjen RI masih memperhatikan warganya di luar negeri. Sebab dibanding konjen negara lain, hubungan komunikasi antar konjen dan warganya jauh lebih bagus. Bahkan ada yang tiap bulan menerima buletin gratis dari konjen mereka. Sebenarnya kalau mau, Konjen RI sebenarnya bisa berbuat sama. Tidak perlu mahal. Mengirimkan surat seperti undangan coblosan itu saja sudah membuat saya senang dan merasa diperhatikan.

Saya belum memutuskan apakah saya akan datang ke TPS dan nyoblos atau jadi golput lagi seperti pemilu-pemilu sebelumnya. Sudah beberapa hari ini saya mikir tentang pemilu. Semakin memikirkannya, makin ragu-ragu untuk ikutan milih.

Dalam hati sudah ada pemikiran untuk nyoblos karena adanya seorang kandidat yang amat potensial. Ia punya karakter. Jujur dan dekat dengan rakyat. Ia amat populer di kalangan rakyat kecil. Bahkan juga di kalangan media asing. Ia seolah memberi harapan baru tentang perubahan di Indonesia. Karakternya menggelitik sikap kegolputan saya.

Tapi masalahnya, saya tak bisa memilih dia. Apa yang saya pilih di pemilu adalah para caleg partainya dia. Ini yang membuat saya ragu untuk nyoblos. Saya merasa tak kenal dengan para caleg ini. Apalagi karakter mereka. Yang saya baca lewat media tentang para caleg kok banyak negatifnya daripada positifnya. Tingkat korupsi partai-partai yang ada masih tinggi. (sumber).

Kalau saya mencoblos para caleg itu, lalu apa manfaatnya? Sementara tujuan saya mencoblos adalah agar tokoh pilihan capres itu jadi presiden. Para caleg separtai itu cuma numpang populer saja. Tak saya ketahui ketahui mutunya. Kalau yang saya pilih caleg yang moralnya busuk, mereka akan malah menjadi duri dalam daging bagi presiden tokoh pilihan saya. Jangan-jangan nantinya presiden itu malah dimusuhi karena sikapnya yang anti korupsi. Malah bisa-bisa presiden itu di-recall? Jadinya pilihan saya malah menambah runyam keadaan. Saya jadi ikut merasa bersalah jika negaraku jadi tambah bobrok.

Pada saat masa kampanye sekarang, sudah saya dapati berita-berita yang tidak mengenakkan. Ada beberapa teman-teman di facebook yang merasa antipati dengan kegiatan kampanye. Kampanye amat mengganggu ketenangannya. Suara knalpot sepeda motor berisik luar biasa. Belum lagi pemakaian jalan yang seenaknya tanpa menghargai pengguna jalan lain.

Pelanggaran kampanye terjadi di mana-mana. Mulai memakai anak-anak hingga dangdut seronok yang menggiurkan goyangannya. Semua untuk menarik masa tanpa mempertimbangkan kepatutan. Bahkan beberapa teman di facebook bilang bahwa masa kampanye saat ini amat mengerikan baginya. Ia bilang bahwa nasib bangsa ini sepertinya makin terancam. Benarkah #rapopo?

Menurut Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu DIY) tercatat sebanyak 5.000 hingga 6.000 kasus pelanggaran Alat Peraga Kampanye (APK) di DIY, meliputi spanduk, baliho maupun rontek. Jumlah pelanggaran itu merupakan jumlah akumulatif rata-rata kasus yang terjadi dalam setiap minggunya. Ketika diperingatkan, malah ngajak adu fisik. Termasuk dari partai calon presiden tokoh pilihan saya. (sumber).

Bayangkan, itu yang hanya terjadi di DIY belum daerah-daerah lainnya. Dan itu hanya dalam masa kampanye, belum lagi nanti saat penghitungan suara. Apa bisa dijamin tak terjadi pelanggaran? Lalu suara saya bakalan masuk ke mana?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun